Jejak Skandal Indosurya Pencetak Sejarah hingga Bikin Banyak Korban Jadi Gila

Jejak Skandal Indosurya Pencetak Sejarah hingga Bikin Banyak Korban Jadi Gila

Tim detikcom - detikNews
Sabtu, 29 Okt 2022 11:25 WIB
Gedung KSP Indosurya yang disita Bareskrim di Jakpus (Rakha/detikcom)
Gedung KSP Indosurya yang disita Bareskrim di Jakpus (Tim detikcom)
Jakarta -

Kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya menarik perhatian publik karena kerugiannya mencapai Rp 106 triliun. Begini jejak kasus Indosurya yang disebut membuat nasabah yang merugi menjadi stres.

detikcom merangkum jejak kasus KSP Indosurya dengan terdakwa Henry Surya dan June Indria. Kasus ini mencuat ketika karyawan Indosurya di-PHK massal, hingga akhirnya setelah ditelusuri KSP Indosurya ini membuat nasabahnya merugi hingga triliunan rupiah.

Disebut ada dana publik yang tersimpan di KSP Indosurya Cipta mencapai Rp 10 triliun. Para nasabah pun menyimpan dana mereka di Indosurya karena tergiur oleh iming-iming bunga tinggi 9-12 persen per tahun. Jauh di atas bunga deposito 5-7 persen pada tempo yang sama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kala itu, Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Agus Santoso turut mengatakan, bahwa Deputi Bidang Pengawasan telah melakukan pemeriksaan terhadap KSP Indosurya Cipta pada 26-30 November 2018. Hasilnya, ditemukan pelanggaran administratif, sehingga pada 26 Februari 2019 KSP Indosurya Cipta dikenai sanksi administratif berbentuk peringatan pertama untuk segera memperbaiki beberapa temuan yang ada.

"Berdasarkan hasil pemantauan pelaksanaan sanksi administratif, hingga saat ini KSP Indosurya Cipta belum menyelesaikan temuan pelanggaran yang dimaksud sesuai dengan laporan hasil monitoring," jelas Agus, Selasa (14/4/2020).

ADVERTISEMENT


Berikut jejak kasusnya:

1. Henry Surya Tersangka

Polisi pun melakukan penyelidikan kemudian menaikkan status kasus Indosurya ke penyidikan pada 4 Mei 2020. Saat itu bos KSP Indosurya Henry Surya (HS) ditetapkan sebagai tersangka. Henry ditetapkan tersangka bersama seseorang berinisial SA.

"Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri telah menetapkan dua tersangka dengan inisial HS dan SA," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra dalam konferensi pers yang ditayangkan akun YouTube Tribrata Tv, Senin (4/5/2020).

Para tersangka dikenakan Pasal 46 UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda Rp 10 miliar sampai dengan Rp 20 miliar.

Kedua tersangka juga dicegah ke luar negeri. Saat itu polisi juga membuka pos pengaduan korban investasi bodong itu.

2. Jadi Tersangka Korporasi

Kemudian pada 14 Juli 2020, KSP Indosurya Cipta ditetapkan sebagai tersangka korporasi dalam kasus dugaan investasi bodong. Selain itu polisi menetapkan seorang lagi sebagai tersangka, yakni June Indria atau JI.

"Tanggal 22 Juni 2020, polisi telah menetapkan JI sebagai tersangka dan KSP Indosurya sendiri sebagai tersangka korporasi," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono kepada wartawan di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (14/7/2020).

Dalam proses penyelidikan, JI terbukti menjalankan operasional koperasi tanpa hak atau perjanjian terkait pengelolaan KSP Indosurya yang sesuai kaidah koperasi.

JI atas perintah HS (yang sudah ditetapkan sebagai tersangka lebih dulu, red) sejak 2012 hingga 2020 melakukan penghimpunan dana masyarakat secara ilegal dengan menggunakan badan hukum Kospin Indosurya Cipta, dan menerbitkan bilyet simpanan dengan kode CN dan C yang ditandatangani HS," ungkap Awi.

3. Kasus Dilimpahkan ke Kejaksaan

Pada 2021, Direktorat Tindak Pidana Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri melimpahkan berkas perkara tahap 1 dalam kasus gagal bayar Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya yang merugikan nasabah Rp 196 miliar ke Kejaksaan Agung hari ini. Bareskrim sebenarnya telah melimpahkannya pada Jumat (4/6), hanya saja ada beberapa kelengkapan administrasi yang kurang.

"Penyidik akan melengkapi berkas perkara KSP Indosurya dan akan menyerahkan lagi ke Kejagung hari ini," ujar Dirtipideksus Bareskrim Brigjen Helmy Santika melalui pesan singkat, Senin (7/6/2021).

"Penyidik pada Jumat lalu telah menyerahkan berkas perkara KSP Indosurya ke Kejagung. Namun dari hasil koordinasi, terdapat sejumlah administrasi yang kurang sehingga disepakati bahwa penyerahan akan dilakukan," sambungnya.

4. Bos KSP Indosurya Ditahan, 1 Buron

Seiring beberapa waktu, dua tersangka koperasi simpan pinjam yakni Henry Surya dan June Indria pun ditahan pada Maret 2022. Namun, ada satu lagi bos Indosurya yang ditetapkan sebagai buron, yakni Suwito Ayub.

"Untuk itu kami membuat daftar pencarian orang terhadap Saudara Suwito Ayub. Kalau ada masyarakat yang mengetahui keberadaan Saudara Suwitto Ayub, segera melaporkan ke kepolisian terdekat," kata Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Whisnu Hermawan kepada wartawan, Selasa (1/3/2022).

Polisi sempat menduga Suwito Ayub melarikan diri ke luar negeri dengan menggunakan paspor palsu. Polisi menerangkan Suwito Ayub dilaporkan sempat melintas ke Singapura dari Indonesia. Perjalanan itu dilakukan Suwito Ayub pada November 2021.

"Dengan menggunakan identitas yang berbeda dengan data di Polri dan diduga menggunakan paspor palsu," ujar Whisnu Hermawan.

Atas kaburnya Suwito, Polri pun mengajukan red notice ke Interpol. Red notice itu pun sudah diterbitkan.

Terkait penetapan tersangka dan pencarian buron ini, sejumlah aset yang berkaitan dengan KSP Indosurya juga disita. Ada yang disita gedung perkantoran, ruko, puluhan kendaraan mobil, tanah, hingga apartemen mewah seharga ratusan miliar rupiah.

Simak Video: Kejagung Minta KPK Ikut Kawal Kasus Pencucian Uang Indosurya

[Gambas:Video 20detik]



5. Tersangka yang Ditahan Sempat Bebas

Pada Juni 2022, publik kembali digegerkan karena dua tersangka, yakni Henry Surya dan June Indria, dibebaskan karena masa tahanannya habis. Padahal, berkas perkara sebelumnya telah dilimpahkan penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Iya (tersangka bebas), masa tahanannya habis selama 120 hari," kata Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan saat dimintai konfirmasi, Sabtu (25/6/2022).

Polisi mengatakan berkas perkara kasus ini belum dikembalikan ke penyidik. Dia menduga ada kendala di pihak jaksa.

Kala itu nasabah atau korban-korban Indosurya meminta polisi dan kejaksaan terus melanjutkan perkara dan meminta keduanya ditahan kembali.

Hingga akhirnya 7 Juli 2022, Bareskrim Polri kembali menahan tersangka kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Henry Surya.

6. Bos Indosurya Didakwa Investasi Bodong

Henry Surya dan June Indria pun didakwa pada 20 September 2022. Keduanya didakwa melakukan penghimpunan dana masyarakat tanpa seizin Bank Indonesia.

"Terdakwa Henry Surya bersama-sama dengan Suwito Ayub dan June Indria melakukan perbuatan, menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia," bunyi dakwaan jaksa yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Jaksa mengatakan kasus ini berawal pada 2012. Henry disebut jaksa membuat modus pengumpulan dana dengan modus mendirikan koperasi simpan pinjam.

"Terdakwa Henry Surya yang pada saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Indosurya Inti Finance juga sebagai pemilik saham dari beberapa perusahaan yang tergabung pada perusahaan Indosurya Group, dimana pada saat itu masih mengelola dan menjual medium term notes (MTN) atau surat utang jangka menengah di PT Indosurya Inti Finance yang menjadi sumber modal usaha bagi PT Indosurya Inti Finance dan perusahaan grup Indosurya lainya," kata jaksa.

"Namun, karena adanya kekhawatiran Terdakwa Henry Surya akan adanya larangan dari pemerintah untuk menjual MTN secara retail, timbul akal-akalan Terdakwa untuk mengumpulkan dana dari masyarakat dengan cara mendirikan Koperasi Simpan Pinjam," imbuh jaksa.

Henry dan June didakwa Pasal 46 ayat 1 UU No 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 378 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP atau Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 3 juncto Pasal 10 UU TPPU atau Pasal 4 juncto Pasal 10 UU TPPU.


7. Modus KSP Indosurya

Koordinator tim jaksa penuntut umum (JPU) Syahnan Tanjung mengungkapkan modus yang digunakan Henry dan June adalah menawarkan penanaman uang dalam bentuk koperasi.

"Menurut para marketing (saksi) bahwa korban ini mau menanamkan seperti bank layaknya, tapi modusnya koperasi," kata Syahnan seusai sidang di PN Jakarta Barat, Jumat (28/10/2022).

"Kenapa beralih ke koperasi? Karena tidak ada lagi dilarang oleh OJK, tidak diperkenankan untuk menghimpun dana dengan nilai kecil, harus di atas Rp 50 miliar, produk seperti itu dihentikan di tahun 2012," sambungnya.

Syahnan menyebut, untuk menjalankan aksinya, bos Indosurya pertama-tama mencari pegawai untuk marketing. Para tenaga marketing itu, katanya, diminta mengumpulkan dana dengan batas maksimal Rp 10 miliar.

"Akal-akalannya dimunculkanlah atau dengan cara marketing-nya yang pegawainya juga, dan sebagian dari orang-orang bank dari luar gabung di situ untuk menggunakan marketing dengan menghimpun dana Rp 10 miliar ke bawah," katanya.

Syahnan menyebut banyak korban mengalami kerugian mulai dari ratusan juta hingga miliaran rupiah. Dia mengatakan status koperasi hanya digunakan sebagai tameng.

"Korbannya mulai dari ratusan juta sampai Rp 10 miliar, tapi ada yang sampai Rp 170 miliar, ada yang Rp 30 miliar. Jadi tidak ada suatu keterbatasan karena memang aturannya tidak ada, suka-suka dia, menghimpun dana tidak izin, liar, koperasi dengan tameng koperasi, padahal bukan koperasi," katanya.

Menurutnya, koperasi yang legal akan memiliki kartu keanggotaan dan para anggotanya terlibat aktif dalam proses pengelolaan koperasi. Namun para korban Indosurya tersebut tidak mendapatkannya.

"Kan kita tanya apakah menggambarkan marketing kepada masyarakat nasabah? Bentuk-bentuk koperasi uang, kewajiban-kewajiban seorang masuk anggota koperasi, ada kartu anggota, ada iuran, kewajiban-kewajiban lain, dilibatkan dalam aksi-aksi besar, dalam rapat pemegang saham, tidak ada, semua tidak ada," katanya.

"Dari 50 orang lebih dari para nasabah pun tidak menceritakan adanya kewajiban itu, marketing pun gitu menyampaikan, lalu apa yang kita pertimbangkan?" sambungnya.

8. Nasabah yang Merugi Jadi Gila

Syahnan mengungkapkan kasus ini telah 'memakan' korban. Dalam artian, korban dari skandal ini ada yang stres hingga meninggal.

"Semua aset kita uber supaya korban dapat pulih kembali uangnya karena di antaranya ada yang meninggal, stres, gila, hanya karena ulah Terdakwa," ucap Syahnan.

Saat ini jaksa sudah mengajukan penyitaan 300 aset di kasus Indosurya. Permohonan penyitaan tersebut telah diajukan sejak satu bulan lalu.

"Yang kita ajukan dan belum juga dipenuhi hari ini sejak 4 pekan lalu atau sebulan kurang lebih 300 aset bisa lebih," katanya.

Menurutnya, jika penyitaan 300 aset telah dikabulkan, pihaknya akan melanjutkan ke pengajuan penyitaan Rp 40 triliun. Rencananya permohonan penyitaan aset tersebut akan dimasukkan hari ini.

"Kalau itu dikabulkan kita akan ajukan lagi, yang kita dapat kurang lebih Rp 40 triliun," katanya.

Untuk saat ini, lanjut Syahnan, saat ini pihaknya telah menyita aset Rp 2,5 triliun. Dia menyebut permohonan penyitaan itu diajukan setelah memperoleh bukti tambahan.

"Pertama kita dapat aset Rp 2,5 triliun, kita ajukan lagi karena kita dapat data dan bukti dari penyidikan," ujarnya.

Halaman 2 dari 2
(zap/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads