Kiswanti (55) adalah penggagas Warung Baca Anak Lebak Wangi (Warabal). Perpustakaan yang terletak di ujung Gang Kamboja, Kecamatan Parung, Bogor itu telah berdiri selama 25 tahun lamanya. Semua dimulai dari keprihatinan Kiswanti akan kurangnya akses pendidikan dan minat baca anak-anak Parung saat ia menginjakkan kakinya di sana tahun 1993.
Ia tidak hanya menyediakan tempat dan fasilitas baca lainnya, Di sana, Kiswanti mendobrak stigma yang menganggap perempuan tidak perlu bersekolah.
"Waktu saya baru datang ke sini sekitar tahun 1993an banyak anak yang tidak sekolah. Jadi kadang nggak sampai lulus SD mereka sudah berhenti, terutama anak perempuan nggak boleh sekolah. Satu karena biaya, terus kedua karena untuk apa sekolah toh nanti akan di rumah dan mereka bisa bekerja nyulam-nyulam payet," kenang Kiswanti untuk program Sosok detikcom (16/10/22).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini mengingatkan Kiswanti pada masa kecilnya. Kiswanti lahir dan besar di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada masa itu, perempuan seringkali dianggap hanya punya peran di dalam rumah.
"Masa kecil saya di Jogja, perempuan itu cuma masak, mencuci, ya pokoknya di sumur. Kalau lagi rapat itu nggak boleh ikut bicara, perempuan itu untuk apa. Padahal ada rahim di perempuan itu. Justru perempuan itu adalah perpustakaan pertama untuk anak-anaknya, saat melahirkan yang mengasuh ibunya. Kalau perempuan nggak boleh ikut unjuk suara itu nanti perempuan akan terintimidasi," kata Kiswanti.
Ketika akhirnya memutuskan untuk membuat perpustakaan Warabal di tahun 1997, Kiswanti tak hanya berfokus pada meminjamkan buku kepada anak-anak. Lebih dari itu, Kiswanti ingin membantu anak-anak di sekitarnya untuk melanjutkan pendidikan, baik laki-laki maupun perempuan.
Namun, usaha yang harus dilakukan Kiswanti tidaklah mudah. Pertama-tama, ia harus membuka pikiran para orang tua dari anak-anak di sekitarnya, bahwa pendidikan itu penting.
"Kita harus mulai membuka pola pikirnya dulu nih. Kami berupaya untuk komunikasi ke orang tua agar anak-anaknya itu juga sekolah. Apalagi di sini sekolah SMP ada dan dekat. Sekolahnya dekat, tidak perlu ongkos, kalau jam istirahat lapar bisa pulang, masih bisa ditempuh dengan jalan kaki. Kan kalau tidak sekolah nanti akan menyesal. Akhirnya itu sudah mulai pada sekolah dan bahkan setelah adanya paket B, paket C itu sudah mulai banyak yang akhirnya kejar. Ada beberapa yang kejar paket karena mau kuliah," terang Kiswanti.
Usaha Kiswanti tak sia-sia. Ia melihat bagaimana warga setempat banyak berpartisipasi dalam pengembangan Warabal dan mempercayakan anak-anaknya untuk membaca dan mengikuti kelas-kelas di Warabal.
"Konon kata warga sih ya bukan dari saya, kok anak-anak yang tersentuh oleh Warabal itu anaknya jadi lumayan sopan, belajar tanggung jawab, terus mau melanjutkan belajar lagi, dan karena anak-anak itu semangat," kata Kiswanti.
Misi Warabal di masa depan, halaman selanjutnya.
Selain itu, atas saran warga setempat, Warabal juga bergerak dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dengan berdirinya Taman Pendidikan Anak Usia Dini Nurul Qalbu. Saat ini, terdapat 97 siswa yang belajar di sana. Pada akhir pekan, Warabal juga biasa menyelenggarakan pendampingan belajar yang diikuti 75 siswa.
Meski Kiswanti hanya mengantongi ijazah Sekolah Dasar, itu bukan halangan baginya untuk mencerdaskan anak-anak lewat Warabal. Menurut Kiswanti, tidak ada yang tidak bisa dipelajari. Termasuk soal cara mendidik anak-anak.
Salah satu kiat Kiswanti adalah dengan membacakan dongeng cerita rakyat yang sarat akan pesan moral. Selain itu, untuk dapat lebih memahami aspek pendidikan anak usia dini, Kiswanti serta pihak-pihak di PAUD Nurul Qalbu juga kerap mengikuti berbagai workshop parenting, pengasuhan anak, dan teknik membacakan buku. Kiswanti juga anggota komunitas buku seperti Reading Bugs dan Read Aloud. Guru-guru di PAUD Nurul Qalbu juga banyak yang merupakan sarjana, sehingga hasil pelatihan yang didapatkan Kiswanti bisa dikolaborasikan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki para guru PAUD Nurul Qalbu.
"Menurut saya seperti ini, selama itu masih bisa dibaca dan dipelajari siapapun yakin bisa. Hanya memang saya tidak punya gelar," kata Kiswanti.
Tak berhenti sampai sana, Kiswanti juga ingin mendukung anak-anak Warabal sampai jenjang pendidikan tinggi. Hingga saat ini, sudah ada empat anak didik yang ia bantu berkuliah.
Salah satu anak didik Warabal yang terbantu adalah Safriah Nur Amala. Safriah adalah penduduk Parung yang sudah membaca di perpustakaan Warabal dan belajar di sana sejak usia lima tahun. Hingga kini, Safriah masih aktif membantu di Warabal, khususnya di pendampingan belajar hari Minggu.
Menurut penuturan ibu Safriah, Mahmudah, Safriah memiliki keinginan kuat untuk kuliah kebidanan. Berkat semangat belajarnya yang tinggi dan dukungan dari Warabal, ia telah melewati sidang skripsi dan tengah menjalani praktik kebidanan di Bekasi.
"Itu berkat Warabal, berkat Bude (Kiswanti). Kuliah kan biayanya mahal, saya nggak ada modal. Terus sama Bude dibantu, saya juga kurang paham. Bude itu sudah seperti ibu keduanya," terang Mahmudah.
Mahmudah berharap, berkat pendidikan yang ia tempuh Safriah bisa membuka praktik kebidanan di desa tempat mereka tinggal, Desa Sajah.
"Saya ingin saat Safriah sudah lulus bisa buka praktik di rumah, karena di (Desa) Sajah ini belum ada yang buka praktik di rumah. Jadi kalau ada orang sakit, malam-malam, atau apa-apa bisa ke tetangga desa sendiri," kata Mahmudah.
Safriah hanya satu dari banyak anak-anak Parung yang mengenal kebaikan Kiswanti dan Warabal. Dua puluh lima tahun Warabal berdiri, perjuangan Kiswanti belum akan berhenti.
Ia masih ingin membangun fasilitas-fasilitas di Warabal agar bisa menjadi titik kumpul kegiatan masyarakat yang lebih nyaman. Ia juga berharap lebih banyak lagi orang-orang yang peduli pada pendidikan anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, agar mereka tak terjebak dalam jerat kemiskinan di masa depan.