Ahli dari Peradi: Saksi Saat Diperiksa Penyidik Bisa Didampingi Advokat

ADVERTISEMENT

Ahli dari Peradi: Saksi Saat Diperiksa Penyidik Bisa Didampingi Advokat

Andi Saputra - detikNews
Jumat, 14 Okt 2022 14:06 WIB
Peradi Jaksel
Peradi Jaksel mengajukan judicial review KUHAP (dok.peradi)
Jakarta -

Ahli yang dihadirkan Dewan Pimpinan Nasional Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi), Nikolas Simanjuntak menyatakan saksi dan terperiksa saat diperiksa penyidik bisa didampingi advokat. Hal itu menjelaskan atas judicial review Pasal 54 KUHAP.

Pasal yang dimaksud berbunyi:

Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.

"Status atributif "saksi" dan "terperiksa" secara inklusif, implisit, ke dalam Pasal 54 KUHAP (UU No. 8 Thn 1981) adalah bukan mala per se dan juga bukan mala prohibita. Oleh sebab itu adalah tidak illegal dan juga tidak melanggar aturan hukum "negara yang baik" dalam hal status in personam, ad hominem, setiap orang sebagai "saksi" dan/atau "terperiksa" yang inklusif, implisit, agar menjadi eksplisit berkualitas "kepastian" yang lex scripta, lex certa, lex stricta, lex praevia (tertulis, jelas, tegas, berlaku) ke dalam aturan negara yang baik, seperti halnya ke dalam Pasal 54 KUHAP tersebut. Itu bukan

mala per se dan bukan mala prohibita," demikian keterangan Nikolas yang dikutip dari website MK, Jumat (14/10/2022).

Menurutnya, 'perlakuan sama setiap orang' adalah HAM konstitusional UUD 1945 Pasal 28D (1)] dalam hal sebagai "saksi, terperiksa, penyidik, advokat" dan seterusnya semacamnya, yang semua itu merupakan "atribut buatan negara" terhadap status dan kedudukan hukumnya dengan atau tanpa wewenang jabatan kenegaraan yang difungsikan kepada dia, selaku per se, in se, "orang" dan sekaligus "manusia" in personam.

"Dalam dan dengan konstruksi hukum itu maka esensi "penyidik adalah 'orang' dengan wewenang khusus selaku pejabat Polri dengan untuk fungsi penyidikan" menurut aturan "hukum buatan negara" di dalam KUHAP [UU 8/1981 (1:1)]. "Saksi" adalah "orang yang dapat memberikan keterangan ..." menurut aturan hukum buatan negara di dalam KUHAP [UU 8/1981 (1:26)]. "Terperiksa" dalam esensi entitas "orang" atau bisa jadi hanya "manusia" yang mutatis mutandis dengan saksi di dalam konstruksi dogmatis doktriner idem dito, di atas tersebut. "Advokat" dalam konstruksi idem dito, mutatis mutandis tersebut," bebernya.

Adapun ahli dari Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (FH UMI) Makassar, Fahri Bachmid menyatakan pasal yang diuji itu membuat kerugian konstitusional bagi pemohon yaitu Peradi Jaksel. Sebab, advokat yang bernaung di bawah Peradi Jaksel tidak bisa mendampingi pembela kepada saksi atau terperiksa.

"Pasal aquo telah secara nyata/aktual menimbulkan kerugian materiil bagi Para Pemohon dan Pihak Terkait serta menimbulkan ketidakpastian hukum yang pada hakekatnya secara elementer bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak diberikan pemaknaan konstitusional bersyarat termasuk mencakup Saksi dan Terperiksa," ucap Fahri.

Menurut Fahri, menjadi saksi adalah kewajiban dari setiap warga negara, tetapi saksi juga memiliki hak-hak untuk dilindungi yang diatur dalam UU. Namun tidak semua saksi mengerti hukum dan tidak semua saksi memahami haknya dalam proses peradilan pidana.

"Saksi masih dianggap sebagai obyek pemeriksaan yang sering dilanggar hak-haknya untuk mendapatkan perlindungan hukum pada waktu mengungkapkan kebenaran materiil tentang suatu peristiwa pidana," ura Fahri.

Oleh karena itu, saksi pada saat diminta keterangannya untuk mengungkapkan kebenaran materiil tentang suatu peristiwa pidana di setiap tahapan dalam proses peradilan, seperti penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan disidang pengadilan, memerlukan pendampingan dari advokat untuk berkonsultasi hukum dan melindungi saksi menghadapi keadaan-keadaan diluar prosedur (out of procedure) yang dilakukan oleh aparat yang berwenang.

"Tetapi sering dalam proses pemeriksaan saksi dilarang oleh pemeriksa untuk didampingi Advokat dengan alasan hak saksi tersebut tidak diatur dalam KUHAP," cetus Fahri.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Ketua Peradi Jaksel Octolin Hutagalung menyatakan

"Dengan berdasarkan pada ketentuan Pasal 54 KUHAP yang tidak mengatur adanya frasa "saksi" sehingga hak yang diberikan untuk mendapatkan bantuan hukum dalam rangka kepentingan pembelaan dari seorang atau lebih penasihat hukum terbatas kepada tersangka dan terdakwa saja," ujar Octolin Hutagalung.

Selama 41 tahun berlakunya KUHAP, Octolin Hutagalung menyatakan para advokat mengalami hambatan dalam menjalankan profesinya, sehingga para pengurus Ketua Peradi Jakarta Selatan merasa perlu memperjuangkan hak konstitusional para advokat untuk kepentingan pribadi, anggota, dan semua advokat di seluruh Indonesia.

"Keluhan-keluhan para advokat dalam membela kliennya yang masih dalam status tersangka sudah banyak terjadi terutama di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun seorang advokat seakan tidak berdaya untuk memaksakan diri untuk mendampingi kliennya," ujar Octolin Hutagalung.

Lihat juga video 'Ketua Peradi Semarang Jadi Kuasa Hukum Yosep Parera':

[Gambas:Video 20detik]



(asp/rdp)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT