Perpustakaan Nasional (Perpusnas) menerbitkan aturan yang lebih selektif terkait pengurusan ISBN. Perpusnas menjelaskan bahwa aturan ini dibuat untuk menghindari aksi saling klaim dari para penerbit.
Aturan ini tertuang dalam Peraturan Perpustakaan Nasional (Perka) Nomor 5 Tahun 2022 Tentang Layanan Angka Standar Buku Internasional. Perka ini ditetapkan oleh Kepala Perpusnas M Syarif Bando pada 22 Juni 2022. Aturan yang dikeluhkan tersebut ada pada Pasal 9 ayat 2. Begini bunyinya.
Pasal 9
(2) Dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. surat permohonan pendaftaran judul ISBN dengan kop surat resmi pemohon yang ditandatangani oleh pimpinan dan dibubuhi stempel;
b. surat pernyataan keaslian karya dari penulis yang bermeterai;
c. melampirkan naskah akhir terbitan dengan format dokumen portabel berekstensi .pdf.;
d. surat izin penerjemahan dari pemilik hak cipta bagi karya yang akan diterjemahkan (jika ada); dan
e. surat pengalihan penerbitan (jika ada)
Kepala Pusat Bibliografi dan Pengolahan Bahan Perpustakaan Perpusnas Suharyanto menjelaskan bahwa aturan ini dibuat untuk meningkatkan kualitas penerbitan. Semata-mata untuk menghindari penjiplakan.
"Layanan ISBN dalam upaya peningkatan kualitas penerbitan di Indonesia dan agar penerbitan buku-buku baru dapat diketahui oleh masyarakat secara luas dan diketahui keberadaan suatu terbitan yang baru dan melindungi karya anak bangsa agar tidak terjadi pinjiplakan karya asli, ini sebagai salah satu upaya pencegahan atau tindakan preventif dari Perpustakaan Nasional melindungi suatu karya," kata Suharyanto.
Salah satu latar belakang aturan ini ialah sejumlah kasus saling klaim terbitan buku antar penerbit.
"Dua bulan yang lalu ramai di medsos FB, antar penggiat literasi saling klaim tentang terbitan buku dari dua penerbit yang berbeda dan penulis yang berbeda. Kami Perpusnas waktu itu diprotes karena mengeluarkan karya jiplakan diberikan ISBN. Kami dituntut untuk lebih selektif mengeluarkan ISBN tidak asal saja memberikan ISBN," ungkapnya.
Kemudian, terkait surat keterangan keaslian untuk penulis luar negeri, dia mengatakan penerbit hanya perlu melampirkan bukti kontrak kerja.
"Kalau penerbit sudah punya kontak karya pengarang yang ada di luar negeri kan sudah ada kontrak kerja kan. Nah itu bisa digunakan. Sebagai bukti ada kontak antara penerbit dan penulisnya yang di luar negeri. Jadi tidak harus penulis di luar negeri membuat lampiran keaslian. Tapi jika bisa begitu lebih baik. Kalau tidak, ya ada kontrak yang bisa dijadikan penguatan," tuturnya.
Suharyanto menuturkan bahwa kontrak itu tidak perlu dokumen kontrak antara penerbit dengan agensi penulis yang di luar negeri. Yang dibutuhkan hanya surat keterangan yang membuktikan kerja sama antara penerbit dan penulis.
"Kami tidak minta dokumen kontraknya. Kami cuma minta keterangannya dari penerbit. Boleh diskusi dengan saya langsung, dari penerbit mana," ungkapnya.
Kendati demikian, Suharyanto mengaku terbuka dengan masukan dan keluhan terkait pengurusan ISBN ini. Pihaknya terus menerima masukan yang disampaikan oleh para penerbit.
"Kami sebagai lembaga yang melayani pengurusan ISBN, kami pasti mendengar masukan, keluhan dan keberatan penerbit. Kami masih terus masukan. Kami catat masukannya," ujarnya.
(rdp/asp)