Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengajak mahasiswa magister ilmu hukum terlibat mengkaji efektivitas penerapan Pilkada langsung dalam kehidupan Demokrasi Pancasila. Termasuk mengkaji langkah yang perlu dilakukan untuk menekan money politic dan high cost politic dalam Pileg dan Pilpres Langsung.
Dalam pertemuannya dengan Ikatan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Indonesia (IMMH UI), Bamsoet mengatakan mekanisme Pilkada dan Pileg berbeda dengan Pemilihan Presiden yang oleh konstitusi diamanatkan untuk dipilih langsung oleh rakyat.
Hal ini tercantum dalam pasal 6A ayat (1), bahwa presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Sedangkan untuk Pilkada, amanat konstitusi dalam pasal 18 ayat 4 UUD NRI 1945 menyatakan bahwa gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun untuk Pileg, konstitusi mengamanatkan dalam pasal 19 ayat (1) bahwa Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum. Bamsoet menegaskan IMMH UI serta kelompok akademisi lainnya bisa mengkaji tafsir terhadap konstitusi tersebut.
"Apakah bisa mengembalikan pemilihan kepala daerah melalui DPRD ataupun Pileg dengan sistem tertutup seperti dahulu, sehingga dapat meminimalisir terjadinya korupsi, money politic, dan high cost politic. Dengan demikian bisa menyelamatkan Demokrasi Pancasila kita agar tidak terjebak dalam demokrasi angka-angka, yang menjurus kepada demokrasi komersialisasi dan kapitalisasi, dan berujung kepada oligarki," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Rabu (12/10/22).
Ia menambahkan IMMH UI dan kelompok akademisi lain juga bisa terlibat mengkaji pilihan bentuk hukum yang ideal bagi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Menurut Bamsoet, saat ini Fraksi dan Kelompok DPD di MPR RI sudah memiliki kesamaan pandangan tentang pentingnya menghadirkan PPHN sebagai bintang penunjuk arah pembangunan.
Adapun tujuannya memastikan kesinambungan pembangunan dari satu periode pemerintahan ke periode penggantinya. Sekaligus menjamin keselarasan antara pembangunan daerah dengan pusat, serta antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya.
Bamsoet menjelaskan Badan Pengkajian MPR RI telah memberikan 3 rekomendasi terkait bentuk hukum yang ideal bagi PPHN. Yakni diatur secara langsung dalam konstitusi, diatur melalui Ketetapan MPR RI, atau diatur melalui undang-undang.
"Pilihan bentuk hukum mana yang akan diambil, nanti akan diusulkan oleh Panitia Ad Hoc yang akan dibentuk dalam Sidang Paripurna MPR RI. Masyarakat melalui berbagai kelompok akademisi seperti IMMH UI bisa membantu MPR RI dengan memberikan masukan," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan sejak awal kemerdekaan, para pendiri bangsa telah menyiapkan haluan negara yang dikenal Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PNSB). Menurutnya Haluan negara ini dirumuskan sekitar tahun 1959 dan dijalankan mulai tahun 1961.
Diketahui, PNSB disusun lebih dari 500 pakar dan ahli dari berbagai bidang sehingga mampu menggambarkan berbagai capaian yang ingin diraih Indonesia hingga puluhan tahun pasca kemerdekaan. Sementara itu, di masa pemerintahan Presiden Soeharto, bangsa Indonesia memiliki Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
"Namun sejak reformasi, haluan negara justru dihapuskan. Akibatnya kini kita seperti kehilangan arah dalam menentukan prioritas pembangunan, sekaligus tidak adanya jaminan keberlanjutan dan kesinambungan pembangunan dari satu periode pemerintahan ke periode penggantinya. Serta tidak adanya keselarasan antara pembangunan pusat dengan daerah, serta satu daerah dengan daerah di sekitarnya," pungkasnya.
(ncm/ega)