Cerita Horor Nakhoda Diterjang Ombak 8 Meter, Kini Bertani Rumput Laut

Tapal Batas

Cerita Horor Nakhoda Diterjang Ombak 8 Meter, Kini Bertani Rumput Laut

Yudistira Perdana Imandiar - detikNews
Rabu, 05 Okt 2022 09:42 WIB
Tapalbatasselaru
Foto: detikcom/Agung Pambudhy
Jakarta -

Lima tahun sudah Syafrudin menggeluti profesi sebagai petani rumput laut di Desa Adaut, Kecamatan Selaru, Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Syafrudin bersama ratusan warga lainnya menjalani tradisi 'tnyafar', yakni tinggal di pesisir pantai dengan mendirikan rumah semi permanen dari kayu beratap daun kelapa kering.

Syafrudin hijrah ke Adaut tahun 2017, setelah menikah dengan istrinya yang merupakan warga setempat. Sebelumnya, ia melanglang buana menyusuri lautan di Indonesia sebagai kapten kapal penangkap ikan.

Kepada detikcom, Syafrudin bercerita sudah menjadi nakhoda kapal penangkap ikan sejak tahun 1987. Saat itu, usianya baru 24 tahun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berpuluh tahun ia rutin berlayar, mengitari lautan di berbagai wilayah Tanah Air. Debur ombak dan jernihnya air laut menjadi pemandangan sehari-hari bagi pria asli Buton, Sulawesi Tenggara itu.

Namun, sebuah tragedi besar akhirnya mengubah jalan hidup Syafrudin. Suatu ketika di tahun 2016, Syafrudin tengah berlayar seperti biasanya di daerah ujung selatan Indonesia. Tiba-tiba, badai besar menerjang. Ombak setinggi 8 meter membuat kapal yang dibawa Syafrudin beserta beberapa orang rekannya terpontang-panting.

ADVERTISEMENT

"Saya trauma tahun 2016 itu waktu saya di perbatasan Australia, ada angin besar, 8 meter tingginya ombak. Sampai teman-teman dari Bima (NTB) itu menangis itu, saya bilang 'kenapa menangis'. 'Waduh saya ingat keluarga' mereka bilang. Saya bilang, 'tidak usah ingat keluarga, yang perlu kita ingat hanya Tuhan. Kita harus siap mati sudah ini'," tutur Syafrudin mengisahkan kejadian mencekam itu.

Meskipun saat kejadian ia mencoba tetap tenang dan pasrah, nyatanya rasa trauma tertancap di jiwa Syafrudin. Nyali besarnya untuk melaut lenyap.

"Saya sudah siap segala-galanya. Artinya kematian ini harus kita menunggu, mudah-mudahan saja saya tidak terulang lagi. Trauma saya," ucap Syafrudin.

Singkat cerita, Syafrudin bersama rekan-rekannya bisa menepi dan meminta bantuan ke pangkalan Angkatan Laut di Pulau Marsela, Kabupaten Maluku Barat Daya. Ia lantas dibantu dan diberi perbekalan untuk kembali ke daerah asalnya.

Selamat dari tragedi tersebut, Syafrudin pun beralih profesi. Ia mulai menggeluti budi daya rumput laut. Meskipun tetap di perairan, budi daya rumput laut bisa dilakukan di bibir pantai saja, sehingga Syafrudin tak perlu masuk ke laut lepas yang membuat nyalinya ciut.

Syarifudin menilai budi daya rumput laut memiliki prospek yang cerah. Ia mengungkapkan dalam 1 atau 2 tahun ke belakang harganya terus menanjak.

Syarifudin dan warga lain di Adaut melakukan budi daya rumput laut dengan metode tali bentang. Bibit rumput laut diikatkan pada tali sepanjang sekitar 25 meter, lalu dilepas ke perairan.

Ia mengungkapkan jika harga stabil di angka Rp 27-30 ribu per kilogram ia bisa mengantongi Rp 20 jutaan sekali panen. Sejauh ini, harga tertinggi yang pernah didapatkannya Rp 38 ribu.

"Penghasilan (dari panen) kadang 20 jutaan (rupiah) itu harga standar. Saya pernah (jual) harga 38 (ribu rupiah). Penghasilan 20 (juta rupiah) lebih hampir 30 (juta rupiah)," sebut Syarifudin.

Untuk mengeskalasi usaha rumput lautnya, Syafrudin dan istri memanfaatkan fasilitas kredit dari BRI. Bank plat merah itu sudah memiliki jaringan cukup luas sampai ke ujung Indonesia, termasuk di Pulau Selaru.

Adanya fasilitas kredit BRI membantu petani rumput laut tnyafar seperti Syafrudin untuk mengembangkan usahanya. Dari uang kredit itu, mereka bisa melakukan budidaya dan mendapatkan penghasilan cukup besar secara berkelanjutan.

Kepala BRI Unit Lelemuku Roberth Nicodemus Naressy mengatakan khusus untuk Selaru, BRI mengoperasikan kantor Teras BRI di Desa Adaut. Teras BRI itu menjadi bagian penting bagi BRI untuk menyediakan layanan yang komprehensif kepada masyarakat Selaru.

"Peran BRI di Pulau Selaru sangat membantu masyarakat di sana, karena sebelum Teras BRI dibuka tahun 2015 sebelum itu nasabah kita di Pulau Selaru harus selalu datang ke Saumlaki untuk bertransaksi. Baik pinjaman maupun simpanan," jelas pria yang akrab disapa Roy itu.

detikcom bersama BRI mengadakan program Tapal Batas yang mengulas perkembangan ekonomi, infrastruktur, hingga wisata di beberapa wilayah terdepan Indonesia. Untuk mengetahui informasi dari program ini ikuti terus berita tentang Tapal Batas di tapalbatas.detik.com!

Halaman 2 dari 2
(akn/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads