Komnas Perempuan menyampaikan laporan terkait penyiksaan seksual terhadap para perempuan korban Peristiwa 1965. Laporan ini berdasarkan kesaksian para korban yang mengalami pemerkosaan hingga perbudakan seksual.
"Komnas Perempuan telah melakukan konsultasi dengan sejarawan dan para ahli, mempelajari naskah-naskah penelitian akademik, mengumpulkan arsip-arsip sejarah dan bukti-bukti lainnya, serta melakukan analisa yang mendalam terhadap 122 kesaksian para perempuan korban Peristiwa 1965," kata Komnas Perempuan melalui akun Twitternya, Kamis (29/9/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bentuk-bentuk penyiksaan terhadap para korban pun beragam. Berdasarkan kesaksian tersebut, penyiksaan berbentuk pemerkosaan hingga perbudakan seksual.
"Perempuan korban Peristiwa 1965 mengalami bentuk-bentuk penyiksaan yang juga dialami oleh laki-laki. Perempuan korban mengalami bentuk penyiksaan yang spesifik, yaitu penyiksaan seksual. Dari 122 kesaksian yang dipelajari Komnas Perempuan, dilaporkan 74 kasus perkosaan dan 21 kasus perbudakan seksual yang dialami atau disaksikannya," ujarnya.
Komnas Perempuan menjelaskan bahwa penyiksaan seksual dialami oleh perempuan yang ditahan bersama suaminya, perempuan berstatus mahasiswi, hingga perempuan yang baru melahirkan. Menurut pengakuan mereka, tidak satupun melalui proses peradilan mulai dari penangkapan, penahanan dan hingga penyiksaan yang berulang.
"Penyiksaan seksual adalah tindakan-tindakan yang menimbulkan penderitaan atau kesakitan, yang secara khusus menyasar alat-alat reproduksi atau seksual yang dilakukan atas perintah atau persetujuan aparat negara dalam rangka mendapatkan informasi, pengakuan atau untuk menghukum korban. Bentuk-bentuk penyiksaan seksual termasuk perkosaan, perbudakan seksual dan kekerasan seksual lainnya," tuturnya.
Komnas Perempuan juga mengungkap bahwa penyiksaan seksual dilakukan oleh para aparat pada masa itu. Para korban ditelanjangi hingga diperkosa secara bergilir selama di tahanan.
"Dalam Peristiwa 1965, bentuk-bentuk penyiksaan seksual yang dilakukan oleh aparat terhadap tahanan perempuan di antaranya adalah penelanjangan, perkosaan bergilir selama ditahan, penyetruman pada bagian vital tubuh perempuan, penyiksaan seksual menggunakan senjata dan praktik mengerikan lainnya," jelasnya.
Komnas Perempuan menuturkan bahwa kesaksian ini hanyalah sebagian kecil dari pengalaman ribuan korban lainnya. Temuan-temuan ini menangkap pola pelanggaran HAM di masa tersebut.
"Temuan-temuan dari laporan ini telah menangkap pola utama berkaitan dengan pelanggaran yang dialami perempuan pada masa itu. Terutama pelanggaran HAM perempuan dalam bentuk penyiksaan seksual," ujarnya.
Simak juga 'Saat Saksi Mata Pembantaian Korban PKI di Geyer Grobogan':