MK Kabulkan Sebagian Gugatan JATAM-Walhi Soal UU Minerba

ADVERTISEMENT

MK Kabulkan Sebagian Gugatan JATAM-Walhi Soal UU Minerba

Andi Saputra - detikNews
Kamis, 29 Sep 2022 12:36 WIB
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan terkait uji formil UU KPK dengan agenda mendengarkan keterangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR.
Sidang MK (Grandyos Zafna/detikcom)
Jakarta -

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pemohon judicial review UU Minerba. Yaitu terkait perizinan pertambangan yang dikeluarkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Uji materi yang dikabulkan yaitu Pasal 172A ayat 2 yang berbunyi:

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada WIUP, WIUPK, atau WPR yang telah diberikan izinnya.

MK memberikan penafsiran atas pasal itu.

"Menyatakan Pasal 172B ayat 2 UU 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai 'Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan sebagaimaan dimaksud pada ayat 1 pada SIUP, SIUPK atau WPR yang telah diberikan izinnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang MK yang disiarkan di Chanel YouTube, Kamis (29/9/2022).

Putusan itu atas permohonan pemohon yang terdiri dari Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) sebagai Pemohon I, Perkumpulan Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur (JATAM Kaltim) sebagai Pemohon II, Nurul Aini, sebagai Pemohon III, dan Yaman sebagai Pemohon IV yang merupakan seorang Petani dan Nelayan.

Pemohon menguji konstitusionalitas beberapa pasal dalam UU Minerba dan UU Cipta Kerja, yakni Permohonan Pengujian Materiil Ketentuan Pasal 4 ayat (2), Pasal 7, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 17 ayat (2), Pasal 17A ayat (2), Pasal 21, Pasal 22A, Pasal 31A ayat (3), Pasal 35 ayat (1), Pasal 37, Pasal 40 ayat (5) dan (7), Pasal 48 huruf a dan b, Pasal 67, Pasal 72, Pasal 73, Pasal 93, Pasal 105, Pasal 113, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 140, Pasal 142, Pasal 151, Pasal 162 (juncto Pasal 39 UU Cipta Kerja), Pasal 169A ayat (1), Pasal 169B ayat (3), Pasal 169C huruf g, Pasal 172B ayat (2), Pasal 173B, Pasal 173C UU Minerba.

Menurut para Pemohon, pasal-pasal tersebut multitafsir sehingga merugikan hak konstitusional para Pemohon. Oleh karena itu, para Pemohon meminta Mahkamah membatalkan keberlakuan pasal-pasal tersebut.

"Advokasi kebijakan yang kami lakukan dulu dengan kawan kerja kami di Jatam di tahun 2013 yakni mendorong moratorium perizinan pertambangan di Kalimantan Timur bersama dengan kehutanan dan perkebunan. Nah, waktu itu dari hasil keterlibatan kami di dalam advokasi ini, saya masih ingat betul gubernur waktu itu masih Awang Faroek Ishak, itu mengeluarkan Surat Edaran Nomor 180 yang berkaitan dengan moratorium pertambangan," kata ahli dari pemohon, Herdiansyah.

"Yang Mulia. Itu adalah salah satu hasil kerja-kerja advokasi regulasi kami karena menganggap dampak pertambangan di Kaltim, itu begitu sangat besar, Yang Mulia. Alih fungsi lahan pertanian, pencemaran lingkungan, hilangnya hak masyarakat adat yang berkaitan dengan lahan mereka," sambung Herdiansyah, yang juga sehari-hari adalah dosen.

Simak juga 'Kala Jokowi Cabut Izin 2.078 Perusahan Tambang Minerba':

[Gambas:Video 20detik]



(asp/rdp)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT