Menko Polhukam Mahfud Md menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) prihatin terhadap upaya pemerintah memberantas korupsi yang kerap digembosi oleh lembaga peradilan. Komisi Yudisial (KY) menyebut fenomena tersebut muncul karena perannya sebagai pengawas dipersempit.
"Dari waktu ke waktu, sebagaimana diketahui, kewenangan KY semakin dipersempit. Terutama dalam tugas pengawasan maupun rekrutmen," kata juru bicara KY, Miko Ginting, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (28/9/2022).
Padahal, lanjut Miko, agar perkara korupsi dan perkara lain tidak digembosi, diperlukan pengawasan yang cukup kuat. Miko menyebut pernyataan Jokowi dalam hal ini tentu beralasan, namun terbentur pada pembagian dan pemisahan kekuasaan terkait pemberantasan korupsi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Logika paling mendasar adalah jika terdapat kelemahan dalam pengawasan, maka perlu dipastikan lembaga dan mekanisme pengawasannya cukup kuat atau paling tidak setara dengan yang diawasi," tutur Miko.
"KY sangat memahami dan memiliki concern serupa dengan Presiden karena hal ini menyangkut kepercayaan publik terhadap lembaga serta proses hukum dan peradilan. Concern Presiden tentu beralasan, tetapi akan terbentur dengan pembagian dan pemisahan kekuasaan," sambung Miko.
Untuk itu, agar tidak ada kasus korupsi dan kasus lain yang digembosi, Miko meminta pemerintah memberikan penguatan KY sebagai pengawas agar nantinya hal tersebut bisa dimaksimalkan.
"Untuk itu, KY memandang ini momentum untuk memperkuat KY sebagai lembaga pengawasan. Dengan memberikan dukungan penguatan kepada KY, maka KY dapat menjalankan perhatian Presiden dan masyarakat sesuai tugas dan kewenangannya yang memang diberikan untuk hal itu," tutupnya.
Sebelumnya, Jokowi memerintahkan Menko Polhukam Mahfud Md mereformasi hukum di Indonesia buntut Hakim Agung Sudrajad Dimyati menjadi tersangka kasus dugaan korupsi di KPK. Mahfud memastikan akan berkoordinasi secepatnya untuk melaksanakan perintah Jokowi itu.
"Saya akan segera berkoordinasi untuk merumuskan formula reformasi yang memungkinkan secara konstitusi dan tata hukum kita itu. Presiden sangat serius tentang ini," kata Mahfud dalam keterangannya, Senin (26/9).
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Saksikan Video 'Mahfud Md: Upaya Pemberantasan Korupsi Banyak Gembos di MA':
Mahfud lantas menjelaskan alasan Jokowi akhirnya memerintahkan jajarannya di eksekutif mengambil sikap terhadap lembaga yudikatif. Dia menyatakan keinginan Jokowi itu berangkat dari keprihatinannya terhadap upaya pemerintah memberantas korupsi yang kerap digembosi oleh lembaga peradilan.
"Presiden sangat prihatin dengan peristiwa OTT oleh KPK yang melibatkan hakim agung. Pemerintah sudah berusaha menerobos berbagai blokade di lingkungan pemerintah untuk memberantas mafia hukum, tapi sering gembos di pengadilan," jelas Mahfud.
"Pemerintah sudah bertindak tegas, termasuk mengamputasi bagian tubuhnya sendiri seperti menindak asuransi Jiwasraya, ASABRI, Garuda, satelit Kemhan, kementerian, dan lain-lain. Kejaksaan Agung sudah bekerja keras dan berhasil menunjukkan kinerja positifnya. KPK juga cukup lumayan. Tetapi kerap kali usaha-usaha yang bagus itu gembos di MA," lanjut dia.
Mahfud juga mengungkit banyaknya koruptor yang dikorting hukumannya atau bahkan dibebaskan oleh Mahkamah Agung. Selain itu, kata dia, pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa lantaran berbeda lembaga dan dalih keputusan hakim tidak bisa dicampuri, tapi di sisi lain muncul kasus yang menimpa hakim.
"Ada koruptor yang dibebaskan, ada koruptor yang dikorting hukumannya dengan diskon besar. Kami tidak bisa masuk ke MA karena beda kamar, kami eksekutif sedang mereka yudikatif. Mereka selalu berdalil bahwa hakim itu merdeka dan tak bisa dicampuri. Eh, tiba-tiba muncul kasus hakim agung Sudrajad Dimyati dengan modus perampasan aset koperasi melalui pemailitan. Ini industri hukum yang sudah gila-gilaan," imbuhnya.
Atas dasar itulah, Mahfud menyebut akhirnya Jokowi memerintahkan dirinya melakukan reformasi hukum. Kekecewaan Jokowi itu, kata dia, muncul gegara usaha pemberantasan korupsi justru digembosi oleh lembaga yudikatif.
"Maka Presiden meminta saya sebagai Menko Polhukam untuk mencari formula reformasi di bidang hukum peradilan sesuai dengan instrumen konstitusi dan hukum yang tersedia. Presiden kecewa karena usaha pemberantasan korupsi yang cukup berhasil di lingkungan eksekutif justru kerap kali gembos di lembaga yudikatif dengan tameng hakim itu merdeka dan independen," imbuh Mahfud.
Hingga berita diturunkan, detikcom sudah meminta tanggapan dari MA tapi belum mendapat balasan.