Kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM), Munir Said Thalib, masih menyisakan tanda tanya. Hingga kini, belum juga diketahui siapa dalang di balik pembunuhan yang terjadi 18 tahun lalu itu.
Munir, yang merupakan salah satu aktivis pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), tewas pada 7 September 2004. Dia diracun di udara dalam perjalanannya menuju Amsterdam, Belanda.
Munir tewas pada 2004 dan vonis awal dengan terdakwa Pollycarpus diketok pada 2005. Di sisi lain diketahui bila dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) disebutkan masa kedaluwarsa suatu kejahatan dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup memiliki tenggang waktu selama 18 tahun.
Untuk mengingat kembali kasus Munir, berikut kronologi pembunuhannya seperti dicatat detikcom:
7 September 2004
Munir meninggal di atas pesawat Garuda dengan nomor GA-974 ketika sedang menuju Amsterdam untuk melanjutkan kuliah pascasarjana. Jenazah Munir baru diturunkan usai keamanan melakukan proses pemeriksaan selama 20 menit setelah pesawat mendarat di Belanda.
November 2004
Institut Forensik Belanda (NFI) membuktikan Munir meninggal akibat racun arsenik. Arsenik itu ditemukan dalam tubuh Munir dengan jumlah dosis yang fatal.
18 Maret 2005
Pollycarpus Budihari Priyanto, seorang pilot senior Garuda Indonesia resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus Munir. Pollycarpus ditetapkan sebagai tersangka bersama dua kru Garuda, yaitu kru pantry Oedi Irianto dan pramugari Yeti Susmiarti.
Pollycarpus didakwa melakukan pembunuhan berencana dan pada Desember 2005.
Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut menuntut hukuman penjara seumur hidup untuk Pollycarpus.
20 Desember 2005
Pollycarpus di dijatuhi hukuman 14 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Polly dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan turut melakukan pembunuhan berencana terhadap Munir.
27 Maret 2006
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengukuhkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tetap menghukum Polly 14 tahun penjara.
3 Oktober 2006
Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan kasasi yang menyatakan Pollycarpus tidak terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Munir.
Pollycarpus hanya terbukti bersalah menggunakan surat dokumen palsu untuk perjalanan dan hanya divonis 2 tahun penjara.
25 Desember 2006
Pollycarpus bebas dari LP Cipinang setelah mendapat remisi susulan 2 bulan dan remisi khusus satu bulan.
10 April 2007
Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia Indra Setiawan ditetapkan sebagai tersangka baru. Pada Februari 2008, Indra Setiawan divonis satu tahun penjara di kasus tersebut.
25 Januari 2008
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Kejaksaan Agung dalam kasus pembunuhan Munir dengan terdakwa Pollycarpus Budihari Priyanto. MA memutuskan menghukum Pollycarpus dengan hukuman 20 tahun penjara.
19 Juni 2008
Muchdi Purwoprandjono (Muchdi Pr) ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Munir. Deputi V BIN/Penggalangan (2001-2005) itu diduga kuat terlibat dalam pembunuhan berencana terhadap aktivis HAM Munir.
31 Desember 2008
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Muchdi PR bebas murni dari segala dakwaan.
10 Juli 2009
MA menguatkan vonis bebas Muchdi PR. Duduk sebagai ketua majelis kasasi Valerine JL Kriekhof dengan anggota hakim agung Hakim Nyak Pha dan Muchsin.
28 Januari 2010
MA menghukum Garuda Indonesia dengan mewajibkan memberikan ganti rugi kepada istri Munir, Suciwati, lebih dari Rp 3 miliar.
2 Oktober 2013
Pollycarpus mengajukan Peninjauan Kembali (PK). MA mengabulkan PK tersebut dengan mengurangi Pollycarpus dari 20 tahun menjadi 14 tahun penjara.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.