Eks Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal (Purn) Agus Supriatna menjelaskan perihal ketidakhadirannya sebagai saksi KPK di perkara korupsi helikopter AW-101. Dia membantah tidak kooperatif terkait panggilan itu.
Pahrozi selaku kuasa hukum Agus Supriatna menyebut surat panggilan KPK iyu bertentangan dengan hukum. Jadi, dia menyebut Agus Supriatna tidak semestinya hadir dalam panggilan tersebut.
"Jawaban kami singkat saja. Tidak benar klien kami tidak koperatif. Yang benar surat panggilan KPK terhadap saksi dimaksud bertentangan dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, sehingga klien kami tidak dapat memenuhi panggilan tersebut," kata Pahrozi dalam keterangannya, Senin (12/9/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia juga menjelaskan bahwa saat hari pemanggilan Agus Supriatna, yakni Kamis (8/9), pihaknya telah bersurat ke KPK. Bahkan, dia mengaku telah berkomunikasi dengan Kasatgas yang menangani perkara AW-101.
"Selanjutnya, Tidak koperatif itu tidak benar, karena pada hari pemanggilan kami sudah bersurat kepada KPK dan komunikasi dengan Kasatgas perkara ini," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, KPK mengimbau mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna agar kooperatif terhadap surat pemanggilan. Agus Supriatna dipanggil KPK sebagai saksi terkait dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101 di lingkungan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU).
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut sejatinya Agus Supriatna dan Marsda (Purn) Supriyanto Basuki diperiksa pada Kamis (8/9/2022) lalu. Namun Ali mengatakan keduanya tidak hadir dalam pemanggilan tersebut.
"Informasi yang kami peroleh, keduanya tidak hadir. Kami akan jadwal ulang dan mengimbau agar para saksi kooperatif hadir sesuai jadwal panggilan yang suratnya segera kami kirimkan," kata Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (9/9).
Ali mengatakan keterangan kedua saksi itu penting dalam proses penyidikan kasus Heli AW-101 yang tengah diusut KPK. Menurut Ali, keterangan dari pihak-pihak yang dipanggil KPK bakal membuat terangnya tindakan pidana yang dilakukan tersangka.
"Keterangan kedua saksi ini dibutuhkan dalam proses penyidikan, sehingga menjadi lebih jelasnya perbuatan para tersangka," tutup Ali.
Diberitakan sebelumnya, KPK memanggil eks Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna. Dia dipanggil sebagai saksi dalam perkara tindak pidana korupsi (TPK) pengadaan helikopter AW-101 di lingkungan TNI AU.
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut Agus Supriatna bakal diperiksa sebagai saksi dari Irfan Kurnia Saleh (IKS). Irfan merupakan pihak swasta yang menjadi tersangka dalam perkara ini.
"Hari ini, pemeriksaan saksi TPK dalam pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara (TNI AU) tahun 2016-2017, untuk tersangka IKS. Pemeriksaan dilakukan di kantor KPK, atas nama Agus Supriatna, purnawirawan TNI," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (8/9).
Ali menambahkan, KPK turut memanggil seorang purnawirawan TNI AU Marsekal Muda Supriyanto Basuki. Keduanya dijadwalkan diperiksa di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan.
Perkembangan Kasus Pengadaan AW-101
Diketahui, KPK telah membekukan rekening bank senilai Rp 139,4 miliar milik PT DJM (Diratama Jaya Mandiri). Hal itu termasuk dalam rangkaian penyidikan korupsi pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU pada 2016-2017.
"Tim penyidik KPK telah memblokir rekening bank PT DJM (Diratama Jaya Mandiri) senilai Rp 139,4 M," kata Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (27/5).
Ali menjelaskan, upaya pembekuan rekening tersebut berkaitan erat dengan perkara yang tengah diungkap KPK. Dia menerangkan nantinya uang dalam rekening tersebut dapat dirampas untuk optimalisasi asset recovery sesuai dengan putusan pengadilan.
"Pemblokiran rekening ini diduga ada kaitan erat dengan perkaranya," ujarnya.
"Pemblokiran sebagai langkah sigap KPK untuk menyita simpanan uang Tersangka, yang selanjutnya dapat dirampas untuk pemulihan kerugian keuangan negara, sesuai putusan pengadilan nantinya," tambah Ali.
Dia menjelaskan, dari pengadaan heli AW-101, negara berpotensi mengalami kerugian hingga Rp 224 miliar dari kontrak senilai Rp 738,9 miliar. Akibat pengadaan yang tak sesuai itu, helikopter tersebut tak berfungsi layak sesuai dengan kebutuhan awalnya.
"Pengadaan helikopter ini diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 224 miliar dari nilai kontrak Rp 738,9 miliar atau sekitar 30 persennya," jelas Ali.
"Akibat pengadaan yang tidak sesuai spec kontrak tersebut, helikopter ini pun diduga menjadi tidak layak dipergunakan sebagaimana fungsi atau kebutuhan awalnya," sambungnya.
Adapun dalam perkara ini, KPK menahan tersangka baru, yakni Irfan Kurnia Saleh (IKS). Dia diduga dipercaya oleh panitia lelang untuk menghitung nilai kontraknya sendiri.
"Dalam tahapan lelang ini, panitia lelang diduga tetap melibatkan dan mempercayakan IKS dalam menghitung nilai HPS (harga perkiraan sendiri) kontrak pekerjaan," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Selasa (24/5).
"Perbuatan IKS diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 224 miliar dari nilai kontrak Rp 738,9 miliar," sambung Firli.
Firli menyebut Irfan aktif bertemu dengan Fachri Adamy selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) TNI AU. Dalam pertemuan itu, disebutkan ada pembahasan khusus terkait pelelangan tersebut.
"IKS juga diduga sangat aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan Fachri Adamy selaku pejabat pembuat komitmen (PPK)," terangnya.
Lihat juga video 'Panglima TNI Masih Dalami Kasus Dugaan Korupsi Heli AW-101':