Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali (PK) kedua yang diajukan Made Oka Masagung sehingga tetap dihukum 10 tahun penjara. Made Oka menjadi perantara suap ke Setya Novanto dalam kasus korupsi e-KTP.
Made Oka adalah eks Direktur Utama PT Delta Energy Pte Ltd dan OEM Investment. Ia didakwa bersama keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.
Dalam tuntutannya, jaksa KPK menyebut Irvanto menerima USD 3,5 juta dan Made Oka juga menerima USD 1,8 juta serta USD 2 juta. Keduanya menerima uang dari konsorsium perusahaan yang mengerjakan proyek e-KTP. Keduanya berperan sebagai perantara yang uang diterima ditujukan kepada Setya Novanto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Irvanto disebut jaksa menerima uang tersebut melalui perusahaan penukaran uang atau money changer. Sebab, uang yang diterima Irvanto dari luar negeri tempat Direktur Biomorf Mauritius, Johannes Marliem, ditransfer ke Indonesia.
Sementara itu, Made Oka menerima uang tersebut dari Johannes Marliem dan eks bos PT Quadra Solution, Anang Sugiana, dengan menyamarkan perjanjian penjualan saham sebanyak 100.000 lembar milik Delta Energy Pte Ltd.
"Perbuatan Irwan dan Made telah memperkaya atau menguntungkan Setya Novanto sejumlah USD 7,3 juta," ucap jaksa KPK.
Pada 5 Desember 2018, PN Jakpus menjatuhkan hukuman 10 tahu penjara kepada Irvan dan Made Oka. Atas hal itu, Made Oka menerimanya. Tapi belakangan, Made Oka tidak terima dan mengajukan PK. Tapi PK Oka ditolak pada Desember 2020.
Dua tahun setelahnya, Oka kembali mencoba keberuntungan dengan mengajukan PK lagi. Apa kata MA?
"NO (Tidak diterima-red)," demikian bunyi putusan singkat MA dalam websitenya, Jumat (9/9/2022).
Duduk sebagai ketua majelis Suhadi dengan anggota Ansori dan Suharto. Putusan itu diketok pada 5 September 2022 dengan panitera pengganti Rudi Soewasono.
Simak juga 'Eks Dirut PNRI Didakwa Korupsi Pengadaan e-KTP':