Warga Kepulauan Riau, Robiyanto, menggugat KUHP ke Mahkamah Konstitusi (MK). Robi berharap kedaluwarsa kasus pembunuhan diubah dari 18 tahun menjadi 36 tahun. Apa alasannya?
"Saya adalah ahli waris dari alm Taslim," demikian bunyi permohonan Robiyanto yang tertuang dalam permohonannya, Senin (5/9/2022).
Taslim meninggal dunia pada 14 April 2002. Taslim meninggal dunia karena dibunuh di Pasar Malam Balai, Karimun, Tebing. Polisi kemudian menangkap pelaku 2 orang dan lima DPO. Dua orang itu, Jufri dan Lukman dihukum 15 tahun penjara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah 18 tahun berlalu, polisi tidak bisa menangkap pembunuh lainnya. Akhirnya demi hukum, para buron itu tidak bisa diproses lagi dengan alasan sudah kedaluwarsa. Hal itu diatur dalam Pasal 78 ayat 1 angka 4 KUHP yang berbunyi:
Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun
"Ketidakadilan masa kedaluwarsa penuntutan ini berpotensi membuat pelaku tindak pidana berat, keji dan biadab yang semestinya dihukum mati atau seumur hidup, tidak memperoleh hukuman sebagaimana perbuatannya karena dapat tidak dituntut karena kedaluwarsa," ujar Robiyanto.
Pasal 79 KUHP dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Khususnya pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.
"Menyatakan Pasal 78 ayat 1 angka 4 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, lebih dari delapan belas tahun dan atau 36 tahun'," pinta Robiyanto.
Permohonan ini sudah diterima kepaniteraan MK dan sedang diproses oleh kepaniteraan.
Lihat juga video 'Polisi Terdakwa Kasus Km 50 Tak Ditahan, KontraS: Ada Pengistimewaan Aparat!':