Balita HIV: Pengidap Penyakit Bawaan, Hidup Penuh Tekanan

Balita HIV: Pengidap Penyakit Bawaan, Hidup Penuh Tekanan

Nada Celesta - detikNews
Minggu, 04 Sep 2022 12:15 WIB
Jakarta -

Vina Smart Era (VSE) merupakan yayasan yang secara khusus menaungi anak-anak dengan HIV/AIDS. Ropina Tarigan dan Agus Siswanto adalah sepasang suami istri di balik berdirinya organisasi ini. Tujuannya adalah menepis praktik diskriminasi serta menghapus stigma yang hingga kini masih terus berkembang di lingkungan masyarakat.

"Seiring berjalannya waktu, saya dan anak-anak (saya) melihat kenyataan betapa sulitnya anak-anak yang terpaksa hidup dengan HIV/AIDS. Di satu sisi, banyak anak-anak yang kita dampingi, anak-anak asuh kita adalah anak-anak yang sudah kehilangan orang tua mereka," ungkap Agus Siswanto saat ditemui tim detikcom untuk Program Sosok, Minggu (4/9/2022).

Kurangnya wawasan terhadap virus ini membuat banyak orang salah kaprah. Banyak dari mereka menganggap bahwa HIV/AIDS sangat mudah menular. Oleh mereka, para pengidap harus dihindari agar tidak tertular oleh penyakit yang hingga kini belum ada obatnya itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Maka, salah satu program yang digalakkan oleh VSE adalah sosialisasi. Target utamanya adalah sekolah. Sebab, lingkungan pendidikan itu cukup dekat dengan kehidupan anak-anak asuhnya. Hingga kini, mereka mengaku bahwa telah ada banyak sekolah yang secara terbuka menerima keberadaan anak dengan HIV/AIDS (ADHA) tanpa ada unsur diskriminasi dan perundungan.

"Kita bisa memahami bahwa ketakutan orang tua terhadap anak-anak dengan HIV, karena mereka menganggap HIV sangat mudah menular. Dengan mereka bermain bersama, mereka minum bersama, akan tertular. Nah masalah inilah yang sebenarnya harus kita atasi dengan edukasi, baik kepada anak-anak sekolah atau orang tuanya, atau pihak guru, dan kepala sekolah," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Agus menerangkan, anak-anak yang diasuhnya harus melawan penyakit bawaan yang mereka derita sembari mencerna dampak sosial yang mereka alami. Ia mengakui, banyak dari mereka yang merasa tertekan dengan keadaan itu. Himpitan ekonomi pun menjadi halangan. Tidak banyak pilihan akses pendidikan serta hiburan yang bisa mereka dapatkan.

Berbagai bentuk tudingan atas kondisi yang mereka alami pun sering kali membuat ketakutan. Salah seorang pejuang HIV asuhan Ropina menceritakan pengalamannya. Menurutnya, informasi liar yang menyebar terkadang tidak diimbangi dengan pengetahuan yang cukup.

"Dari satu sekolah SD tahu, terus satu daerah tahu. Aku merasa takut dikucilkan, takut didiskriminasi. Banyak yang bilang itu sakitnya mudah ditularkan, nyatanya kan nggak," tuturnya.

Anak-anak pengidap HIV adalah korban, halaman selanjutnya.

Anggapan bahwa HIV adalah hukuman bagi mereka yang dianggap 'berdosa' masih jamak ditemui. Di lingkungan tempat Ropina tinggal, anak-anak pengidap HIV sempat tidak dilihat sebagai korban. Mereka tidak menyadari bahwa virus itu meracuni tubuh mereka melalui orang tua.

"Nah mereka melihat bahwa HIV ini adalah penyakit yang dibuat sendiri. Nakal, seperti itu ya. Padahal anak-anak kita ini adalah korban," ungkap Ropina Tarigan.

Ropina mengaku, tidak bisa memprediksi hingga kapan ia bisa menampung anak-anak usia belia itu. 6 anak kecil yang tinggal di rumahnya kini sudah ada yang mengenyam pendidikan sekolah dasar. Sementara itu, anak asuhnya yang telah menginjak usia remaja pun sesekali datang untuk ikut dalam kegiatan sosialisasi serta mengambil stok susu bubuk dan bahan makanan bergizi. Baginya, perjuangan melawan stigma serta diskriminasi masih perlu dilanjutkan.

Namun, dalam masa depan yang masih gelap, muncul setitik harapan akan munculnya sebuah penawar untuk menyembuhkan anak-anak asuhnya.

"Harapan kita, besok atau lusa ada obat yang mematikan virus. Bukan hanya menidurkan virusnya tapi mematikan virusnya. Sehingga mereka (anak-anak pengidap HIV) sama dengan kita, nggak ada bedanya," tutupnya Ropina.

Halaman 2 dari 2
(vys/vys)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads