Jakarta -
Polisi tidur atau speed bump yang menyaru dengan zebra cross di Jalan Danau Sunter Selatan, Jakarta Utara, membuat para pengendara sepeda motor berjatuhan. Sekretaris Komisi D DPRD DKI Jakarta dari fraksi Gerindra Syarif mengkritik Dinas Perhubungan dan Dinas Bina Marga DKI Jakarta terkait hal itu.
"Biasa membangun marka jalan, rambu-rambu jalan itu Dishub bukan Bina Marga. Jadi kenapa Bina Marga yang bongkar? Tupoksinya Dishub, rambu-rambu, marka jalan, traffic light, itu Dishub," kata Syarif kepada wartawan, Kamis (25/8/2022).
"Saya mau kritik itu tupoksinya siapa buat-buat itu? Bukan Bina Marga, itu Dinas Perhubungan," kata dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Syarif mengatakan bahwa Bina Marga memang memiliki peralatan yang cukup untuk memasang dan membongkar speed bump itu. Akan tetapi, menurut Syarif, membuat marka jalan dan rambu-rambu lalu lintas adalah tugas dan fungsi Dishub.
"Kalau soal membongkar peralatan yang paling cukup memang Bina Marga, peralatan dan sumber dayanya memang cukup di Bina Marga, tapi itu tupoksinya Dishub. Kalau yang bangun Dishub, yang tanggung jawab Dishub. Kita menyasar ke mana nih? Saran perbaikan kita kepada Dishub. Karena tupoksinya ada di sana, yang ditugaskan oleh undang-undang, rambu-rambu jalan itu Dishub untuk mengurusi badan jalan yang sudah dibangun dan dirawat oleh Bina Marga. Untuk urusan marka, rambu, traffic, rekayasa lalin, Dishub," tutur Syarif.
Karena itu, Syarif meminta agar ada kajian sebelum membuat kebijakan. Dia juga menyarankan Dinas Perhubungan untuk mengevaluasi speed trap di tempat lainnya yang membahayakan pengendara.
"Jadi di-review lah ya, itu menjadi tanggung jawab Dishub bukan Bina Marga. Kalau Bina Marga itu jalan berlubang, terus jalan licin, jalan buntu harus kasih keterangan itu bina marga, kalau urusan lalu lintasnya Perhubungan. Saya agak aneh juga, kok Bina Marga ngurusin itu?" katanya.
Syarif pun heran dengan polisi tidur yang menyaru zebra cross itu. Dia meminta Dinas Perhubungan untuk memberikan klarifikasi.
"Nah saya nggak tahu kenapa tonjolan dengan aspal itu apa, kalau zebra cross nggak begitu dong, ini fungsinya apa sih, apa buat speed trap atau apa gitu? Harus diklarifikasi dulu oleh Dishub," katanya.
Minta Speed Trap di Jalan DKI Dikaji Ulang
Syarif menyebut masyarakat sering mengeluhkan mengenai speed trap kepadanya, salah satunya di Jakarta Timur. Dia menyebut dia menyebut pembangunan speed trap itu malah menimbulkan dampak negatif.
"Itu harus dikaji ulang, karena di tempat lain juga banyak keluhan untuk pemasangan speed trap yang punya dampak negatif. Contohnya itu di beberapa wilayah timur banyak keluhan kepada saya," ucapnya.
Menurut Syarif pemasangan speed trap ada beberapa ketentuan seperti memperhatikan kemiringan jalan hingga tikungan di sekitar lokasi. Dia juga menyoroti speed trap yang dibangun di daerah yang banyak pohon yang menghalangi pencahayaan, terutama di malam hari.
"Kalau di beberapa daerah timur itu banyak pasang di daerah pohon rindang sehingga pencahayaan kurang," kata dia.
Sekretaris Komisi D DPRD DKI dari fraksi Gerindra Syarif (Foto: Dok. DPRD DKI) |
Simak video 'Polisi Nilai Speed Bump Nyaru Zebra Cross di Sunter Terlalu Tinggi':
[Gambas:Video 20detik]
Simak selengkapnya pada halaman berikut.
Selain itu, tambah Syarif, sebelum adanya speed trap harus ada rambu-rambu. Sehingga, pengendara bisa mengurangi kecepatannya.
"Kalau menghadang jalan itu bukan bikin kaget, ada aba-aba misalnya sebelum speed trap itu ada 'kurangi kecepatan', jangan mendadak, itu sepertinya nggak menyatu, nggak terintegrasi dengan rambu yang lain, harusnya tinjau ulang itu setiap speed trap harus didahulukan dengan peringatan, ada rambu-rambu yang 'kurangi kecepatan' 'jalan miring' 'jalan nanjak'," ucap dia.
Nilai Kebijakan Tak Ada Kajian
Menurut Syarif, speed bump yang membuat para pemotor jatuh itu menunjukkan bahwa tidak ada kajian sebelum membuat kebijakan. Apa yang terjadi di Sunter itu, kata Syarif, harus menjadi pelajaran.
"Itu kan makin terbuka kan bahwa satu policy kebijakan tidak ada kajian, kan gitu. Karena menurut saya, yang pertama supaya korban tidak berjatuhan lagi, itu kan pelajaran untuk di tempat lain, jangan yang diurusi Sunter aja, Jakarta luas, banyak speed trap yang punya masalah," katanya.
"Saran saya, melakukan review dulu, ini sebagai trigger saja untuk satu tempat, tempat lain juga saya menyarankan review. Contoh, daerah di Jalan Kelapa Dua, Ciracas itu speed trap-nya nonjol dari aspal itu over, melebihi batas toleransi, sehingga motor itu cepat rusak (dengan) getarannya, kalau motor aja rusak gimana badan orang, kira-kira gitu," sambungnya.
Soroti soal Balap Liar
Syarif lantas mengkritik pembangunan speed bump itu untuk mencegah terjadinya balapan liar. Menurutnya, pembangunan speed bump tak serta-merta mencegah balapan liar.
"Kalau balapan liar itu namanya diagnosisnya salah. Untuk mengatasi balap liar nggak bisa begitu," tutur dia.
Balap liar itu terjadi, kata Syarif, salah satunya karena tempat itu lengang. Dia mengatakan pembangunan speed bump tidak akan mengurangi balapan liar di Jakarta, sebab menurutnya, para pembalap liar itu akan mencari tempat lain untuk balapan.
Mau contoh di tempat lain seperti terulang-ulang terjadi seperti di Taman Mini, Jalan Pemuda, itu karena ada faktor yang membuat orang itu ke sana, apa? Lampunya gelap dihalangi oleh pohon-pohon itu. Kedua kultur, kita permisif, nah kalau dua itu nggak diatasi baru cara low enforcement, patroli. Yang paling penting pencegahan," katanya.
"Bikin speed bump itu supaya nggak balap, kan gitu gampangnya, apakah akan berkurang? Enggak lah, nggak bakal berkurang. Dia akan cari tempat lain, di situ kemudian orang yang nggak balapan yang lewat, orang-orang udah hati-hati naik motor ada penghalang gitu ya jatoh," lanjutnya.
Polisi Dinilai Tidur Tak Perlu Menyerupai Zebra Cross
Sementara itu, Anggota DPRD DKI Jakarta fraksi Gerindra Ichwanul Muslimin meminta agar kebijakan yang dikeluarkan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) DKI Jakarta harusnya dikaji sebaik mungkin. Dia menyebut polisi tidur tak perlu menyerupai zebra cross.
"Menurut saya polisi tidur dibuat tidak perlu menyerupai zebra cross. Simple saja atau dibuat seperti di Kemayoran jalan raya nya dibuat speed bump karena sering di gunakan balapan liar juga," kata Ichwanul kepada wartawan, Kamis (25/8).
Ichwanul berharap polisi tidur yang membuat celaka ini dijadikan sebagai bahan evaluasi. Dia berharap insiden serupa tidak terjadi lagi.
"Intinya apapun yang dikerjakan tolong direvisi sebaik mungkin oleh dinas terkait dengan demikian diharapkan kejadian seperti ini agar jangan sampai terulang kembali," kata dia.
Anggota DPRD DKI fraksi Gerindra Ichwanul Muslimin (Foto: Dok. DPRD DKI) |
Speed Bump Bikin Celaka
Polisi tidur atau speed bump yang dicat menyerupai zebra cross di Danau Sunter, Jakarta Utara, mengakibatkan pengendara celaka. Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho mengatakan speed bump itu dibangun atas arahan kepolisian.
"Pembuatan polisi tidur di Jl Danau Sunter Selatan dilaksanakan tadi malam oleh Satgas Suku Dinas Bina Marga Jakarta Utara atas arahan dari Polsek Tanjung Priok & Lantas Polres Jakarta Utara," kata Hari Nugroho kepada wartawan, Kamis (25/8).
Hari menyampaikan speed bump itu dianggap bisa mengantisipasi terjadinya balap liar. Namun kini, pihaknya akan membongkar speed bump karena menyebabkan pengendara kecelakaan.
Sementara itu, polisi mengatakan speed bump tersebut ketinggian. Hal itu ditemukan setelah dilakukan evaluasi.
"Setelah dievaluasi ternyata ketinggiannya agak sedikit tinggi, sehingga dilakukan perbaikan-perbaikan," kata Kasat Lantas Wilayah Jakarta Utara, Kompol Gusti Sunawa, kepada wartawan, Kamis (25/8).
Sementara itu, Dinas Bina Marga DKI Jakarta telah selesai membongkar polisi tidur di jalanan dekat Danau Sunter, Jakarta Utara. Tak hanya satu namun empat polisi tidur sudah selesai dibongkar.
"Sudah dibongkar semua. Di sepanjang jalan itu ada empat titik," kata Kepala Dinas Bina Marga DKI, Hari Nugroho, kepada detikcom, Kamis (25/8).
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini