Isi Pidato Suharso
Diketahui, Suharso Monoarfa berpidato dalam 'Pembekalan Antikorupsi Politik Cerdas Berintegritas (PCB) untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP)' di gedung ACLC KPK, Jakarta, pada 15 Agustus kemarin. Suharso menceritakan pengalaman amplop ini bermula ketika dia menjabat Plt Ketum PPP.
"Saya akan mulai dari satu cerita. Ketika saya kemudian menjadi Plt Ketua Umum, saya mesti bertandang kepada beberapa kiai besar, ke pondok pesantren besar. Ini demi Allah dan Rasul-Nya terjadi. Saya datang ke kiai itu dengan beberapa kawan, lalu saya pergi begitu saja," kata Suharso.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya saya minta, apa, didoain, kemudian saya jalan. Tak lama kemudian, saya dikirimi pesan, di-WhatsApp, 'Pak Plt, tadi ninggali apa nggak untuk kiai?'" ujarnya.
Suharso kemudian menanyakan balik maksud 'ninggali' setelah bertemu dengan kiai. Dia menduga ada barangnya yang tertinggal di lokasi tersebut. Orang dalam cerita Suharso disebut merespons dengan mengatakan 'Oh, nanti saja, Pak'.
"Maka sampailah dalam, setelah keliling itu ketemu, lalu dibilang pada saya, 'Gini, Pak Plt, kalau datang ke beliau-beliau itu, mesti ada tanda mata yang ditinggalkan'. Wah, saya nggak bawa. Tanda matanya apa? Sarung, peci, Qur'an atau apa? 'Kayak nggak ngerti aja Pak Harso ini'. Gitu. Then I have to provide that one. Everywhere," kata Suharso.
Suharso menyebut fenomena ini masih terjadi hingga saat ini. Menurutnya, jika sehabis pertemuan tidak ada amplop, itu terasa hambar. Suharso mengaku tengah membenahi hal ini.
"Dan setiap ketemu, Pak, ndak bisa, Pak, bahkan sampai hari ini. Kalau kami ketemu di sana, itu kalau selamanya itu nggak ada amplopnya, Pak, itu pulangnya itu sesuatu yang hambar. This is the real problem that we are fixing today," ujar dia.
(zap/hri)