Terungkap Banyak Hakim Senior Sempat Lirik Perkara Migor

Terungkap Banyak Hakim Senior Sempat Lirik Perkara Migor

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 16 Okt 2025 07:31 WIB
Sidang kasus suap vonis lepas korupsi minyak goreng (Mulia/detikcom)
Foto: Sidang kasus suap vonis lepas korupsi minyak goreng (Mulia/detikcom)
Jakarta -

Kasus korupsi pengurusan izin ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan minyak goreng sempat mendapatkan intervensi dari berbagai pihak. Bahkan, perkara migor juga menjadi atensi dari 'pimpinan'.

Hal itu diungkap hakim terdakwa kasus suap vonis lepas perkara minyak goreng (migor), Djuyamto, saat diperiksa sebagai saksi mahkota, yakni terdakwa yang bersaksi untuk terdakwa lain di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (15/10). Sebagai informasi, majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas ke terdakwa korporasi migor diketuai hakim Djuyamto dengan anggota Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jaksa mendakwa Djuyamto, Agam, Ali menerima suap dan gratifikasi secara bersama-sama terkait vonis lepas tersebut. Total suap yang diterima diduga sebesar Rp 40 miliar. Uang suap itu diduga diberikan Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei selaku pengacara para terdakwa korporasi migor tersebut.

Uang suap Rp 40 miliar itu dibagi bersama antara Djuyamto, Agam, Ali, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, serta mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan. Dalam surat dakwaan jaksa, dari total suap Rp 40 miliar, Arif didakwa menerima bagian Rp 15,7 miliar, Wahyu menerima Rp 2,4 miliar, Djuyamto menerima bagian Rp 9,5 miliar, serta Agam dan Ali masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.

ADVERTISEMENT

Perkara Migor Dilirik Hakim Senior

Djuyamto mengatakan perkara minyak goreng tersebut banyak diminta sejumlah hakim senior. Djuyamto mengaku mendengar soal itu dari mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta (MAN).

"Pada saat pertemuan itu, apakah pernah ada penyampaian dari Pak MAN terkait dengan perkara ini sebetulnya banyak diminta oleh hakim senior?" tanya jaksa.

"Betul," jawab Djuyamto.

Hakim nonaktif PN Jaksel Djuyamto didakwa menerima uang suap Rp 9,5 miliar terkait kasus vonis lepas ekspor minyak goreng (migor). (Mulia/detikcom)Hakim nonaktif PN Jaksel Djuyamto didakwa menerima uang suap Rp 9,5 miliar terkait kasus vonis lepas ekspor minyak goreng (migor). (Mulia/detikcom) Foto: Hakim nonaktif PN Jaksel Djuyamto didakwa menerima uang suap Rp 9,5 miliar terkait kasus vonis lepas ekspor minyak goreng (migor). (Mulia/detikcom)

Jaksa mendalami alasan Arif menunjuk Djuyamto sebagai ketua majelis hakim perkara migor. Djuyamto mengatakan penunjukan itu merupakan alasan subjektif Arif.

"Bisa dijelaskan apa alasan sebetulnya penunjukan Saudara itu selain tadi?" tanya jaksa.

"Kalau soal alasan penunjukan saya, tentu subjektifnya beliau selaku pimpinan saya, tapi tadi ada dua alasan yang sudah saya sebutkan. Pertama, beliau menanya kepada saya apakah pernah pegang perkara korporasi. Yang kedua, apakah beban perkara saya. Itu kan kembali ke beliau alasan kenapa akhirnya saya yang ditunjuk," jawab Djuyamto.

"Alasan subjektifnya Pak MAN pada saat itu?" tanya jaksa.

"Betul, saya sebagai anggota kan. Tapi beliau sempat mengatakan juga seperti tadi JPU menyampaikan bahwa perkara ini diminta oleh beberapa hakim senior," jawab Djuyamto.

Djuyamto mengaku tidak berani menanyakan alasan sejumlah hakim senior meminta perkara migor. Dia mengatakan Arif juga memberikan gestur menunjuk ke atas yang ia tafsirkan jika perkara migor merupakan permintaan 'pimpinan'.

"Karena kan penyampaian dari Pak MAN langsung ini diminta oleh hakim senior berarti ada alasan di balik itu, kenapa hakim senior ini?" tanya jaksa.

"Saya ndak tahu. Saya tambahkan sedikit, saya saat itu menyampaikan, saya kemudian nanya ke beliau Pak Ketua (MAN)? dari atas, dari pimpinan gitu," jawab Djuyamto.

"Maksudnya apa?" tanya jaksa.

"Saya nggak tahu, nanti beliau kan bisa ditanya," jawab Djuyamto.

"Mohon izin, maksud saya begini, ketika beliau menyampaikan perkara ini banyak diminta oleh hakim senior, saya spontan bertanya perkara ini memang dari siapa, Pak Ketua? Dijawab oleh beliau, dari atas, pimpinan, pokoknya gitu," tambah Djuyamto.

Djuyamto mengatakan mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rudi Suparmono, juga menyampaikan perkara migor merupakan atensi 'pimpinan'. Kemudian, Djuyamto menyampaikan hal itu kepada Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom sebagai anggota majelisnya.

"Apakah pertemuan itu info ke Pak MAN?" tanya jaksa.

"Ketika itu saya nanya kepada beliau, Pak Ketua dari siapa kok minta diatensi, sama beliau juga mengatakan atensi dari pimpinan. Dari dua hal itulah yang pertama dari MAN dan Pak Rudi juga mengatakan atensi yang sama, atensi dua-duanya juga menyebut pimpinan, maka saya percaya itu atensi pimpinan. Itu saya sampaikan ke Pak Agam dan Pak Ali," jawab Djuyamto.

Intervensi Kabulkan Eksepsi

Djuyamto mengatakan, ada intervensi yang langsung datang kepadanya setelah ditunjuk sebagai ketua majelis yang menangani perkara migor hingga ditawari Rp 20 miliar untuk mengabulkan eksepsi perkara migor tersebut. Namun, Djuyamto mengaku tidak menerima tawaran Rp 20 miliar untuk mengabulkan eksepsi perkara tersebut.

"Ini bagaimana ini bisa tiba-tiba ada keterangan Saudara di BAP (berita acara pemeriksaan) ini, ada uang penawaran Rp 20 miliar, keterangan siapa?" tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (15/10/2025).

"Dan waktu itu kenapa muncul angka 20 itu, itu sebetulnya seingat saya, ini saya buka Yang Mulia. Itu pasca saya ditunjuk sebagai ketua majelis, perkara sudah masuk ke eksepsi dari penuntut umum. Jadi selain dari katakanlah upaya-upaya yang kemarin sudah kita dengar dari pihak Pak Wahyu (Gunawan), kemudian dari Pak Rudi (Suparmono), sebetulnya ada dari banyak pihak yang berupaya intervensi ke saya khusus untuk perkara eksepsi, untuk kabulkan eksepsi tapi saya dan saya ingat termasuk ada yang menawarkan saya itu (Rp 20 miliar) tapi saya tidak mau," jawab Djuyamto yang diperiksa sebagai saksi mahkota yakni terdakwa yang bersaksi untuk terdakwa lainnya.

Djuyamto mengatakan tawaran Rp 20 miliar untuk mengabulkan eksepsi itu bukan dari mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan.

"Maksudnya yang menawarkan ini masih (Wahyu)?" tanya jaksa.

"Bukan, bukan Wahyu," jawab Djuyamto.

"Tapi untuk kepentingan perkara migor juga?" tanya jaksa.

"Iya, eksepsi minta dikabulkan," jawab Djuyamto.

"Kabulkan, kan termasuk kemarin juga kan yang sudah diterangkan oleh Pak Rudi (Suparmono) kan juga sama seperti itu," tambah Djuyamto.

Saksikan Live DetikPagi :

Simak juga Video 'Reaksi Eks Ketua PN Jaksel saat Terima Uang Suap Kasus Migor':
Halaman 2 dari 3
(wnv/wnv)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads