KPK menetapkan empat pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulawesi Selatan (Sulsesl) sebagai tersangka dalam perkara suap. Keempatnya diduga menerima uang senilai Rp 2,8 miliar dari Sekretaris Dinas PUTR Sulsel Edy Rahmat terkait pemeriksaan laporan keuangan.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut perkara ini bermula saat BPK Perwakilan Sulsel memiliki agenda yang salah satunya adalah pemeriksaan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Pemprov Sulsel. Sebelum dilakukan pemeriksaan, salah seorang tersangka, Yohanes Binur Haryanto Manik, selaku pemeriksa, melakukan komunikasi aktif dengan tiga tersangka lainnya.
"Salah satu entitas yang menjadi objek pemeriksaan adalah Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Pemprov Sulsel," kata Alexander Marwara dalam konferensi pers di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kamis (18/8/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, sebelum pemeriksaan dilakukan, Yohanes diduga aktif menjalin komunikasi dengan anggota lainnya, seperti Andi, Wahid, dan Gilang. Dalam salah kesempatan, mereka membahas soal manipulasi temuan pemeriksaan.
"Sebelum proses pemeriksaan, YBHM diduga aktif menjalin komunikasi dengan AS, WIW, dan GG yang pernah menjadi tim pemeriksa untuk laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2019, di antaranya terkait cara memanipulasi temuan item-item pemeriksaan," Alex.
Alex menyebut Yohanes Binur menemukan adanya sejumlah proyek yang nilai pagunya di-mark-up dan hasil yang tidak sesuai dengan kontak. Kemudian, Edy berinisiatif agar tim pemeriksa merekayasa temuan tu.
"Atas temuan ini, ER kemudian berinisiatif agar hasil temuan dari tim pemeriksa dapat direkayasa sedemikian rupa, di antaranya untuk tidak dilakukan pemeriksaan pada beberapa item pekerjaan, nilai temuan menjadi kecil, hingga menyatakan hasil temuan menjadi tidak ada," ungkapnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Saksikan juga 'KPK Geledah Kantor Dinas PUTR Sulsel Terkait Kasus Nurdin Abdullah':
Kemudian, dalam proses pemeriksaan, Edy berkoordinasi dengan Gilang, yang dianggap berpengalaman dalam pengkondisian temuan item pemeriksaan, termasuk pembahasan teknis penyerahan uang untuk tim pemeriksa. Dalam penyampaiannya, Yohanes diduga menyanggupi permintaan Edy dengan pemberian sejumlah uang yang disebut 'dana partisipasi'.
"GG kemudian menyampaikan keinginannya ER tersebut pada YBHM dan selanjutnya YBHM diduga bersedia memenuhi keinginan ER dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dengan istilah 'dana partisipasi'," jelas Alex.
Singkat cerita, Wahid dan Gilang menyarankan agar sumber uang itu diperoleh dari para kontraktor pemenang proyek di Tahun Anggaran 2020. Alex menyebut besaran dana partisipasi yang diminta itu sebesar 1 persen dari nilai proyek.
"Diduga besaran 'dana partisipasi' yang dimintakan 1% dari nilai proyek dan dari keseluruhan 'dana partisipasi' yang terkumpul nantinya ER akan mendapatkan 10%," ujarnya.
Alex menjelaskan, Yohanes, Gilang, dan Wahid menerima dana secara bertahap dengan total keseluruhan mencapai Rp 2,8 miliar, serta Andi mendapatkan bagian Rp 100 juta untuk mengurus kenaikan jabatan menjadi Kepala BPK Perwakilan.
"Adapun uang yang diduga diterima secara bertahap oleh YBHM, WIW, dan GG dengan keseluruhan sejumlah sekitar Rp 2,8 miliar dan AS turut diduga mendapatkan bagian Rp 100 juta yang digunakan untuk mengurus kenaikan jabatan menjadi Kepala BPK Perwakilan," ucap Alex.
"Sedangkan ER juga mendapatkan jatah sejumlah sekitar Rp 324 juta," lanjutnya.
Akibat perbuatannya, keempat pegawai BPK itu disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara Edy sebagai pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Diberitakan sebelumnya, KPK menahan empat tersangka tindak pidana korupsi dalam perkara laporan keuangan di Pemprov Sulawesi Selatan (Sulsel). Mereka merupakan hasil pengembangan perkara kasus yang menjerat eks Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah.
Para tersangka terlihat turun dari ruang pemeriksaan di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, pukul 17.15 WIB, Kamis (18/8/2022). Mereka telah mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye dengan tangan diborgol.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut penyidik KPK telah mengumpulkan berbagai informasi dan bahan keterangan yang berasal dari fakta persidangan dan fakta hukum perkara eks Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah. Makanya KPK menetapkan perkara ini ke tahap penyidikan.
"Dari pengumpulan berbagai informasi maupun bahan keterangan terkait dugaan tindak pidana korupsi dimaksud termasuk fakta persidangan dan fakta hukum dari perkara tindak pidana Nurdin Abdullah, KPK kemudian melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, sehingga KPK meningkatkan status perkara ini ke penyidikan dengan mengumumkan tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, seperti dilansir detikNews, Kamis (18/8/2022).
Adapun tersangka yang telah ditetapkan KPK sebagai berikut:
Sebagai pihak pemberi:
β Edy Rahmat selaku Sekretaris Dinas PUTR Provinsi Sulawesi Selatan.
Sebagai penerima:
β Andy Sonny selaku Kepala Perwakilan BPK Sulawesi Tenggara/Mantan Kasuauditorat Sulsel I BPK Perwakilan Provinsi Sulsel;
β Yohanes Binur Haryanto Manik selaku Pemeriksa pada BPK Perwakilan Provinsi Sulsel;
β Wahid Ikhsan Wahyudin selaku mantan Pemeriksa Pertama BPK Perwakilan Provinsi Sulsel/Kasubbag Humas dan Tata Usaha BPK Perwakilan Provinsi Sulsel; dan
β Gilang Gumilar selaku Pemeriksa pada Perwakilan BPK Provinsi Sulsel/Staf Humas dan Tata Usaha Kepala Perwakilan BPK Provinsi Sulsel.