Berdirinya Yayasan Gerakan Asih Abadi Indonesia (GERASA) didasari oleh rasa rindu sepasang pelayan gereja untuk mengurus orang-orang yang mengalami gangguan jiwa. Mereka melihat bahwa setiap jiwa memiliki nilai yang setara. Beranjak dari hal ini, Langkah pertama untuk menyelamatkan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) pun dimulai.
Proses adaptasi pada tahun pertama yang terbilang menyulitkan, berbuah kesabaran dan pelajaran sebagai hadiah untuk satu dasawarsa GERASA berdiri. Bertahun-tahun melayani ODGJ perempuan, Ferra Manajang mendalami berbagai perubahan binaannya dari waktu ke waktu. Satu hal yang ia tunggu, melihat titik bali pemulihan mental para perempuan yang ia bina. Bagi Ferra, masa itu adalah momen yang sangat luar biasa.
"Nah parameternya untuk sembuh dari sisi kami yang melayani, perbandingannya dengan pertama kali datang. Yang tadinya dia mengoceh sendiri, menangis, teriak-teriak. Tiba-tiba dia bisa tidur nyenyak. Malah bangun pagi, bisa dibangunkan," ungkap Ferra saat ditemui tim detikcom untuk program Sosok, Minggu (7/8/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ungkapan 'pengalaman adalah guru terbaik' terbukti dalam kisah perjuangan Ferra dalam merawat para binaannya. Ferra mengakui, proses pendampingan ODGJ ia lakukan tanpa adanya bantuan khusus dari ahli di bidang ini. Metode yang ia gunakan adalah pendekatan personal dan manusiawi. Dengan modal kasih sayang, Ferra justru mendapat banyak pelajaran dari kepingan kisah tiap-tiap binaannya.
"Jujur ya saya dibuat pintar oleh mereka, ternyata setiap gejolak kejiwaan mereka akhirnya saya belajar. Akhirnya saya ya otodidak sih ya. Yang penting satu, bermodal kasih," ujar Ferra.
Rasa tulus yang Ferra berikan setiap merawat para binaannya dibalas oleh ilmu yang dapat mengubah cara pandang Ferra terhadap kehidupan. Dari mereka, Ferra belajar arti sebuah kesabaran dan rasa kasih sayang.
"Setelah saya urus mereka, layani mereka, rawat mereka. Saya belajar kesabaran dan kasih sayang. Karena kalau nggak sabar, ya jujur, (saya) nggak bisa. Karena setiap hari kita dihadapkan dengan tingkah laku yang aneh-aneh," ungkapnya.
Balasan Ferra sesaat setelah dicekik dan dipukul, halaman selanjutnya.
Menjalani tanggung jawab yang kini sudah menjadi rutinitas, berbagai kesulitan dihadapi Ferra untuk membangun GERASA menjadi yayasan yang lebih baik. Kuatnya tekad dan dukungan keluarga berhasil mendorong Ferra melawan sisi lemahnya. Maka, ia pun mampu menopang tanggung jawabnya sebagai pendamping para ODGJ di rumahnya.
"Pernah saya mengalami bagaimana mereka cekik leher saya, terus mereka pukul, tonjok. Apa saya harus mati konyol dengan mereka? Tapi sekali lagi suami, anak-anak, keluarga, keponakan, semuanya menguatkan. Bahwa kita pasti mampu, kita pasti kuat," tuturnya.
Setiap kali Ferra kehilangan keyakinan akan usahanya, di saat itu pula ia mengingat pondasi awal berdirinya GERASA. Bagi Ferra, menyelamatkan jiwa adalah pengejawantahan nilai-nilai kemanusiaan yang dijunjungnya.
"Karena sekali lagi, mereka berharga di mata Tuhan. Pada hakikatnya semua orang itu mau disayang," ucap Ferra.
Saksikan kisah selengkapnya pada video yang sudah disematkan di atas artikel