Ketua Departemen Hukum Tata Negara UGM, Zainal Arifin Mochtar menjadi ahli dalam sidang judicial review UU Perdagangan yang dipersoalkan oleh pedagang pecel lele, Muhammad Hasan Basri. Zainal Arifin Mochtar menilai UU Perdagangan terlalu multitafsir sehingga bisa memicu penimbunan dan berujung kelangkaan minyak goreng.
Menurut Zainal Arifin Mochtar, Pasal 29 ayat (1)UU Perdagangan, selama tidak terjadi kelangkaan barang, gejolak harga dan atau hambatan lalu lintas perdagangan maka pelaku usaha dapat melakukan penimbunan. Secara spesifik sebenarnya pasal itu lebih ditujukan ke arah pada saat terjadinya kelangkaan barang.
"Selama tidak terjadi kelangkaan barang, orang boleh melakukan penimbunan, padahal klausula ayat (1) itu yang menyebabkan orang seakan-akan boleh melakukan penimbunan. Apalagi untuk barang-barang yang sangat dekat dengan hajat hidup orang banyak itu sangat berbahaya. Orang kemudian menganggap karena spesifik pasal 29 itu dilarang adalah penimbunan di masa tertentu itu yang kemudian membuat orang merasa tidak apa-apa melakukan penimbunan," ujar Zainal Arifin Mochtar yang tertuang dalam risalah putusan MK, Selasa (2/8/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Klausula itu yang mengakibatkan pedagang pecel lele tidak memperoleh apa-apa lagi karena ketika ia membeli memang dia boleh melakukan penimbunan juga dengan alasan produksi tetapi ia sudah mendapatkan dengan harga yang sangat mahal. Dan kalaupun dia ingin melakukan penimbunan otomatis harga yang didapatkan juga sudah cukup tinggi. Dan itu yang mengakibatkan beberapa pedagang pecel lele tidak bisa melakukan penjualan karena harga minyak cukup tinggi," ungkap Zainal Arifin Mochtar.
Menurut Zainal Arifin Mochtar, Pasal 29 ayat (1)itu membuka kesempatan penimbunan bahkan penimbunannya dibatasi dalam keadaan dan jangka waktu tertentu tetapi efeknya lebih kepada pengusaha besar dan distributor. Hal Itu malah menekan pedagang pecel lele atau rantai pasok paling terakhir dalam proses distribusi barang.
"Dua ayat tersebut harus diimbuhi dengan aturan yang lebih detil. Bahwa memang dilarang melakukan penimbunan pada saat keadaan tertentu maka yang paling dijaminkan duluan adalah kestabilan harga bukan memberikan kesempatan untuk melakukan penimbunan. Sehingga orang yang berproduksi semacam penjual pecel lele pun sebenarnya bisa melakukan penimbunan dalam jangka waktu tertentu tetapi tentu saja dengan harga yang sudah lebih dijaga," lanjutZainal Arifin Mochtar
Zainal Arifin Mochtar menilai frasa "dalam jumlah dan waktu tertentu" dikaitkan dengan frasa "dilarang menyimpan" sebagaimana dirumuskan dalam norma Pasal 29 UU Perdagangan dapat ditafsirkan bahwa yang diatur dalam norma tersebut lebih cenderung kepada tindakan atau perbuatan menyimpannya. Artinya, tindakan atau perbuatan menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting lainnya merupakan suatu tindakan atau perbuatan melawan hukum apabila hal itu dilakukan dalam kondisi tertentu, baik untuk kepentingan produksi maupun untuk distribusi, walaupun hal tersebut masih dalam batas wajar. Justru karena kondisi tertentu atau tidak normal tersebut, seharusnya kebutuhan pokok atau barang penting lainnya didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
"Rumusan norma tersebut hanya akan lebih menguntungkan kepentingan dan kebutuhan pelaku pasar besar dan distributor, pembacaan pasal yang saya dilakukan di awal. Selain itu, rumusan norma tersebut membuka celah terjadinya penyimpangan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan alasan untuk kepentingan produksi dan menjaga ketersediaan barang," ucap Zainal Arifin Mochtar.
Adapun kuasa DPR, Arteria Dahlan menilai kejelasan atas parameter jumlah dan waktu tertentu dalam Pasal 29 ayat (1)UU Perdagangan adalah jumlah di bawah batas kewajaran yang melebihi stok atau kesediaan berjalan untuk memenuhi pasar dan menunggu waktu paling lama tiga bulan berdasarkan catatan rata-rata penjualan per bulan dalam kondisi normal.
"Dengan demikian, ketentuan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Perdagangan memberikan perlindungan kepada konsumen mengingat pelarangan ditujukan untuk mengantisipasi pelaku usaha melakukan pelanggaran atas penyimpanan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting melebihi jumlah dan waktu tertentu yang ditetapkan. Parameter jumlah dan waktu tertentu tersebut ditetapkan untuk memberikan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum terhadap pengusaha dalam melakukan usahanya," tegas Arteria Dahlan.
Sebagaimana diketahui, Muhammad Hasan Basri yang merupakan pedagang lalapan/pecel lele menguji Pasal 29 ayat (1)UU Perdagangan yang menyatakan,
"Pelaku Usaha dilarang menyimpan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan Barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas Perdagangan Barang."
Dalam persidangan pendahuluan yang digelar di MK pada Selasa (26/4/2022), Pemohon menyatakan Pasal 29 ayat (1) UU Pedagangan merugikan hak konstitusional Pemohon karena adanya praktik distribusi dan penyimpanan minyak goreng sehingga terjadilah fenomena kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng.
"Berdasarkan norma tersebut meskipun norma itu mengandung larangan tetapi distributor tetap masih bisa menyimpan minyak goreng dalam jumlah dan waktu tertentu. Itulah yang sedang kami uji, Yang Mulia, terkait dengan inti normanya dalam jumlah dan waktu tertentu," kata kuasa pemohon, Ahmad Irawan.
Lihat juga video 'Jokowi akan Bikin Minyak Merah, Lebih Murah dari Migor Bening':