Presiden PKS Ahmad Syaikhu menegaskan bahwa gugatan yang dilayangkan partainya terkait presidential threshold (PT) bukan untuk kepentingan Pemilu 2024. Dia mengatakan langkah PKS ini untuk menghentikan keterpecahbelahan bangsa, seperti pada Pemilu 2014 dan 2019.
"Ini bukan soal kepentingan sesaat untuk 2024, justru ini kepentingan ketika melihat dari latar belakangnya keterpecahbelahan bangsa ini dalam dua Pemilihan Presiden 2014 dan 2019," kata Syaikhu di Kantor DPP PKS, Jakarta Selatan, Selasa (26/7/2022).
Dia mengatakan keinginan PKS meminta perubahan presidential threshold agar memunculkan tiga hingga empat kandidat capres di 2024. Agar polarisasi yang terjadi selama Pemilu 2014 dan 2019 dapat terurai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga upaya untuk merekatkan kembali agar supaya mengoreksi terhadap ketentuan presidential threshold 20 persen," jelas Syaikhu.
"Kita ikhtiar mudah-mudahan polarisasi ini semakin terurai, apalagi kalau ada tiga, empat pasangan capres sehingga tidak sekeras dua kandidat saja. Itu yang menjadi latar belakang kenapa kita ingin melakukan perubahan presidential threshold," sambungnya.
Terkait koalisi, Syaikhu mengaku, partainya terus melakukan komunikasi dan silaturahmi dengan partai politik lain, meskipun saat ini PKS mengajukan judicial review presidential threshold 20 persen. Sebab, dia menekankan antara koalisi dan gugatan yang diajukan PKS adalah dua hal yang berbeda.
"Adapun kaitan PKS mencalonkan di 2024 kita terus melakukan ikhtiar karena kita yakin hari ini ada 20 persen, itulah kami berkeliling bersilaturahmi dengan parpol lain untuk membangun koalisi yang nanti bisa memajukan kesepakatan kami di parpol koalisi untuk bisa mengajukan pasangan capres. Jadi ini suatu hal yang harus dipisahkan. Kenapa muncul angka 7 hingga 9 persen? Itu bukan karena angka PKS kurang dari 20 persen," imbuhnya.
"Jadi itulah kita ingin membangun rasionalitas bukan hanya sekedar penetapan 20 persen, 12 persen tapi ada dasar yang kuat. Jadi kami ingin mencoba ada dalil yang kuat yang menjadi dasar bahwa peraturan itu memang berdasarkan rasionalitas yang bisa diterima oleh publik," sambungnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Untuk diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang online atas gugatan PKS terkait presidential threshold 20 persen. MK menyarankan agar PKS memperbaiki gugatannya gegara kurang bukti.
"Tetapi memang ada yang tadi menyangkut soal bukti. Jadi saya juga mengecek bukti-bukti yang disampaikan, daftar buktinya tidak lengkap, nanti itu memang harus diperhatikan. Karena yang ada hanya ada dua bukti sementara bukti lainnya nempel di permohonan, tidak dibuat daftar buktinya," ujar hakim MK, Enny Nurbaningsih, dalam sidang, Selasa (26/7).
"Kemudian yang soal nebis in idem, ini memang penting sekali karena sesungguhnya sudah ada sebetulnya dalam halaman 5 bagian dari kewenangan mahkamah, ini tempatnya juga tidak tepat. Sebenarnya ada di sini menyebutkan Pasal 60 dan Pasal 78 PMK hanya memang tidak ada uraian lebih lanjutnya apakah betul bahwa permohonan yang diajukan ini dia bisa lolos terkait Pasal 60 dan juga Pasal 78 PMK. Itu tidak ada uraian apakah dasar ujinya berbeda ataukah kemudian ada landasan yang berbeda itu yang belum ada uraian hanya menyebutkan Pasal 60 dan 78 PMK saja. Ini harus bisa diperjelas apakah betul ini tidak nebis in idem begitu," jelasnya.
Hakim juga mengatakan bahwa MK sudah berulang kali memutus persoalan presidential threshold sesuai dengan permohonan Presiden PKS Ahmad Syaikhu.
"Ini silakan nanti dibangun argumentasi yang kuat, yang bisa menjadi petunjuk untuk bisa dipersoalkan oleh partai yang sudah membuat atas bahas UU sendiri. Nah ini menurut saya harus dibangun argumentasinya oleh partai," ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat memberi kesempatan kepada pemohon untuk memperbaiki berkas tersebut.
"Sekali lagi kita serahkan kepada pemohon apakah akan memperbaiki atau tidak itu pandangan kami setelah kita berkali-kali menerima berbagai permohonan yang menyangkut Pasal 222 UU Pemilu," ucap Arief.