Begini Duduk Perkara Dugaan Korupsi Tower Transmisi PLN yang Diusut Kejagung

Begini Duduk Perkara Dugaan Korupsi Tower Transmisi PLN yang Diusut Kejagung

Wilda Hayatun Nufus - detikNews
Selasa, 26 Jul 2022 15:21 WIB
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana. Penggeledahan Kejagung di salah satu tempat yang di geledah
Ketut Sumedana (Foto: dok. Kejagung)
Jakarta -

Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan tower transmisi PT PLN (Persero) pada 2016. Begini duduk perkara kasus tersebut.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana menerangkan kasus ini bermula pada 2016, saat itu PT PLN sedang melakukan kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set dengan anggaran Rp 2,2 triliun. Proyek pengadaan tower itu dilaksanakan oleh PT PLN dan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (Aspatindo) serta 14 penyedia pengadaan tower.

"Adapun kasus posisi dalam perkara ini yaitu bahwa PT PLN (Persero) pada 2016 memiliki kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran pekerjaan Rp 2.251.592.767.354 (triliun). Dalam pelaksanaan, PT PLN (Persero) dan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (Aspatindo) serta 14 penyedia pengadaan tower pada 2016," kata Ketut Sumedana dalam keterangan persnya, Selasa (26/7/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam prosesnya, kata Ketut, pengadaan tower transmisi ini melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan yang ada pada jabatan atau kedudukan. Perbuatan itu, kata Ketut, menimbulkan kerugian keuangan negara.

"Telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, dalam proses pengadaan tower transmisi PT PLN (Persero) yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara," kata Ketut.

ADVERTISEMENT

Tak hanya itu, kata Ketut, dokumen perencanaan pengadaan proyek pada 2016 juga tidak pernah dibuat. Sementara itu, pengadaan tower ini menggunakan daftar penyedia terseleksi (DPT) tahun 2015 yang seharusnya menggunakan produk DPT 2016.

"Dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat, menggunakan daftar penyedia terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower, padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada 2016, namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat," ujar Ketut.

Ketut mengungkap PT PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodasi permintaan dari Aspatindo. Hal itu pula yang mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka. Dalam hal ini, Ketua Aspatindo juga menjabat Direktur Operasional PT Bukaka.

PT Bukaka dan 13 penyedia tower lainnya yang tergabung dalam Aspatindo telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak Oktober 2016 hingga Oktober 2017. Realisasi pekerjaan itu sebesar 30 persen.

"PT Bukaka dan 13 penyedia tower lainnya yang tergabung dalam Aspatindo telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30 persen," ujar Ketut.

Lalu, pada November 2017 hingga Mei 2018, penyedia tower tetap mengerjakan pengadaan tower tanpa legal standing. Hal itu kemudian memaksa PT PLN melakukan adendum yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun.

"Selanjutnya, pada periode November 2017 sampai Mei 2018, penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing yang kondisi tersebut memaksa PT PLN (Persero) melakukan adendum pekerjaan pada Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun," kata Ketut.

PT PLN, tambah Ketut, juga melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9.085 tower menjadi sekitar 10 ribu set tower. Dari situ, kata Ketut, ditemukan adanya tambahan alokasi sebanyak 3.000 set tower di luar kontrak dan adendum.

"PT PLN (Persero) dan penyedia melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9.085 tower menjadi sekitar 10 ribu set tower dan perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, karena dengan alasan pekerjaan belum selesai. Ditemukan tambahan alokasi sebanyak 3.000 set tower di luar kontrak dan adendum," ungkapnya.

Geledah PT Bukaka-Apartemen

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan jaksa penyidik tengah mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan tower transmisi PT PLN (Persero) pada 2016. Kejagung telah menggeledah 3 lokasi dalam kasus ini.

"Bahwa penyidik telah melakukan penggeledahan, kita sudah tahap penggeledahan nih, penyitaan, sudah ada titik tiga lokasi," kata ST Burhanuddin dalam keterangan pers melalui video yang diterima detikcom, Senin (25/7)

Penggeledahan itu dilakukan di kantor hingga apartemen pribadi. Namun Burhanuddin belum menjelaskan lebih detail pemilik apartemen itu.

"Yaitu di PT Bukaka, rumah dan apartemen pribadi milih SH," jelasnya.

Pada penggeledahan itu, kata Burhanuddin, jaksa penyidik menemukan sejumlah alat bukti. Bukti-bukti tersebut berupa dokumen dan bukti elektronik.

ST Burhanuddin sebelumnya mengatakan bahwa dugaan korupsi pengadaan tower transmisi PT PLN (Persero) pada 2016 telah dinaikkan ke penyidikan. Burhanuddin menyebut jaksa penyidik telah menemukan adanya unsur dugaan tindak pidana dalam perkara itu.

"Saat ini kejaksaan sedang fokus mengenai beberapa penyidikan perkara tindak pidana korupsi antara lain penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi ini tahun 2016 di PT PLN (Persero)," kata ST Burhanuddin dalam keterangan pers melalui video yang diterima detikcom, Senin (24/7).

Halaman 2 dari 2
(whn/zap)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads