Bareskrim Mabes Polri mengungkap penyalahgunaan dana miliaran rupiah oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT). Nantinya Bareskrim Polri akan berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melakukan asset tracing.
"Sekarang dilakukan rekapitulasi dan menjadi tindak lanjut kami yang nanti disampaikan, yaitu akan dilakukan audit kepada ACT," kata Wadir Tipideksus Bareskrim Polri, Kombes Helfi Assegaf, dalam jumpa pers di Mabes Polri, Senin (25/7/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selanjutnya kita akan berkoordinasi dengan PPATK untuk selanjutnya melakukan tracing asset atas dana-dana tersebut," sambungnya.
Adapun Bareskrim Mabes Polri sudah menetapkan mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyuddin, dan Presiden ACT saat ini, Ibnu Khadjar, sebagai tersangka. Penyalahgunaan dana juga dibeberkan.
"Total dana yang diterima oleh ACT dari Boeing kurang lebih Rp 138 miliar. Digunakan untuk program yang telah dibuat oleh ACT kurang lebih Rp 103 miliar dan sisanya Rp 34 miliar digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya," ungkapnya.
Bagaimana peran tersangka? Baca halaman selanjutnya.
Peran Ahyudin
Sebelumnya, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan pihaknya juga telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk ahli. Dia kemudian menjelaskan soal perbuatan yang diduga oleh Ahyudin selaku mantan pemimpin ACT.
"Berdasarkan fakta hasil penyidikan bahwa saudara A yang memiliki peran sebagai pendiri dan ketua yayasan ACT dan pembina dan juga pengendali ACT dan badan hukum terafiliasi ACT," ujarnya.
Dia mengatakan A duduk di direksi dan komisaris agar mendapat gaji dan fasilitas lainnya. Menurutnya, A diduga menggunakan hasil dari perusahaan itu untuk kepentingan pribadi.
"Menggunakan berbagai dana donasi yang terkumpul termasuk Boeing tidak sesuai peruntukannya," ucap Ramadhan.
Dia kemudian menjelaskan soal perbuatan yang diduga dilakukan Presiden ACT Ibnu Khajar. Dia menyebut Ibnu mendapat gaji dan berbagai fasilitas lain dari badan hukum yang terafiliasi dengan ACT.
Ada juga Hariyana Hermain (HH), yang disebut sebagai salah satu Pembina ACT dan memiliki jabatan tinggi lain di ACT, termasuk mengurusi keuangan. Ada juga tersangka lainnya, yakni NIA.
"Persangkaan pasal tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan atau tindak pidana yayasan atau tindak pidana pencucian uang," ucapnya.