Respons KPK soal Andi Arief Akui Terima Rp 50 Juta dari Bupati PPU

Respons KPK soal Andi Arief Akui Terima Rp 50 Juta dari Bupati PPU

M Hanafi Aryan - detikNews
Kamis, 21 Jul 2022 20:45 WIB
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (Azhar-detikcom)
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (Azhar/detikcom)
Jakarta -

KPK merespons pengakuan Ketua Bappilu Partai Demokrat Andi Arief soal penerimaan uang Rp 50 juta dari Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas'ud yang merupakan terdakwa kasus dugaan suap. KPK menyebut Andi Arief merupakan pengurus partai politik (parpol) yang bukan bagian dari penyelenggara negara.

"Ya itu dia, dia itu pengurus parpol. Itu kategorinya itu, tidak masuk berdasarkan UU. Tapi, dalam Undang-Undang, mereka (pengurus partai politik) tidak masuk sebagai unsur penyelenggara negara," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (21/7/2022).

Dia kemudian menyoroti soal aturan untuk mencegah adanya uang ke pengurus parpol sebagai 'mahar politik'. Menurut Alexander, ketiadaan aturan untuk mencegah 'mahar politik' seolah membuat hal itu boleh-boleh saja terjadi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Apa tindakan yang kita lakukan untuk mencegah supaya tidak terjadi uang mahar tadi kalo ternyata dari pihak yang menerima duit ya tadi dari pengurus parpol? Itu tidak ada tindakan dari aparat penegak hukum. Jadi seolah-olah boleh-boleh saja," terang Alex.

Dia menyarankan adanya perluasan soal terminologi penyelenggara negara. Menurutnya, partai politik juga memiliki peran strategis dalam menentukan calon pemimpin negara.

ADVERTISEMENT

"Semestinya ada perluasan pengertian Penyelenggara Negara kan. Karena apa? Karena kita melihat fungsi dan peran parpol itu sangat strategis," ujar Alexander.

"Mereka nanti yang akan menentukan siapa yang menjadi Wakil Rakyat, siapa yang nanti jadi Kepala Daerah, bahkan siapa nanti yang menjadi Kepala Negara atau Presiden Pilihan Partai," sambungnya.

Sebelumnya, Andi Arief mengakui pernah menerima uang Rp 50 juta dari Bupati PPU nonaktif Abdul Gafur Mas'ud. Menurut Andi, penerimaan uang itu bukan tindak pidana.

Awalnya, jaksa KPK membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Andi Arief yang isinya pengakuan Andi tentang penerimaan uang Rp 50 juta yang diterima langsung di rumahnya di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Uang itu diberikan oleh sopir Abdul Gafur ke Andi Arief langsung di dalam plastik hitam.

Berikut isi BAP Andi Arief yang dibaca jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Samarinda, Rabu (20/7/2022):

Apakah benar ada pihak yang mewakili Abdul Gafur Mas'ud datang ke rumah saudara Jalan Kangkung, Kebayoran Lama, Jaksel?

Dijawab: Ya benar saya ingat sekitar pertengahan 2021 ada seseorang yang mengaku suruhan Abdul Gafur Mas'ud driver atau sopir Abdul Gafur Mas'ud, datang ke rumah saya di Jalan Kangkung. Pada saat itu seingat saya dia datang bertemu driver saya saudara Edy dan diarahkan bertemu saya, pada saat bertemu saya, ini ada titipan dari pak Gafur sambil menyerahkan bungkusan saya lupa wadahnya, selanjutnya sopir saya membuka bungkusan dan isinya uang. Saya mengatakan kepada Saudara sopir Abdul Gafur Mas'ud, 'wah apa ini dibawa pulang saja', dijawab orang dari Abdul Gafur Mas'ud 'tidak pak, saya diperintahkan menyerahkan ke bapak'.

Setelah itu saya ambil uang tersebut dan saya hitung uangnya Rp 50 juta, saya memang nggak pernah komunikasi dengan Abdul Gafur Mas'ud mengenai uang dimaksud sebelumnya, dan tiba-tiba dikirim uang, kemudian saudara Abdul Gafur Mas'ud menghubungi saya dan mengatakan 'bang ini untuk abang', dan selanjutnya uang tersebut saya gunakan untuk teman-teman yang punya COVID.

BAP itu diamini oleh Andi Arief. Jaksa kemudian mengonfirmasi kesaksian sopir Abdul Gafur Mas'ud yang sudah bersaksi sebelumnya di sidang, di mana sopir Gafur mengaku menyerahkan uang Rp 150 juta ke Andi Arief. Keterangan sopir Gafur itu pun dia bantah.

Lihat juga video 'KPK Geledah Kantor Dinas PUTR Sulsel Terkait Kasus Nurdin Abdullah':

[Gambas:Video 20detik]



Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Andi menuturkan penerimaan uang Rp 50 juta menurutnya bukan tindak pidana.

"Soal jumlah uang Saudara bilang Rp 50 juta, kalau menurut keterangan Rizki Amanda yang diserahkan Abdul Gafur Mas'ud yang diambil dari Bu Afifah itu jumlahnya Rp 150 juta, yang betul yang mana Rp 50 juta atau Rp 150 juta?" tanya jaksa KPK.

"Saya nerima dari sopir saya plastik hitam Rp 50 juta, Pak, Rp 50 juta, Pak, dan itu menurut saya bukan tindak pidana," jawabnya.

Jaksa KPK pun meminta Andi tidak mengutarakan penilaiannya. Jaksa menegaskan pihaknya nanti akan menilai kesaksian Andi.

Dalam persidangan ini, Abdul Gafur duduk sebagai terdakwa bersama dengan Nur Afifah Balqis yang disebut sebagai Bendahara DPC Partai Demokrat Balikpapan. Mereka didakwa menerima suap totalnya Rp 5,7 miliar.

Dari surat dakwaan yang diterima detikcom disebutkan Abdul Gafur menerima suap secara bertahap dari berbagai pihak. Abdul Gafur disebut menerima suap untuk menyetujui pengaturan paket-paket pekerjaan tahun anggaran 2020 dan 2021 pada lingkup Pemerintah Kabupaten PPU di Dinas PUPR.

Uang itu disebut berasal dari Ahmad Zuhdi alias Yudi sebesar Rp 1.850.000.000; Damis Hak, Achmad, Usriani alias Ani, dan Husaini sebesar Rp 250 juta; 9 kontraktor sebesar Rp 500 juta; dan dari sejumlah perusahaan sebesar Rp 3.100.000.000. Pemberian suap itu agar Abdul Gafur menyetujui pengaturan paket-paket pekerjaan tahun anggaran 2020 dan 2021 pada Dinas PUPR PPU.

Selain itu, ada pemberian suap agar Abdul Gafur menerbitkan perizinan yang diajukan oleh PT Bara Widya Tama, PT Prima Surya Silica, PT Damar Putra Mandiri, PT Indoka Mining Resources, PT Waru Kaltim Plantation, dan PT Petronesia Benimel.

Uang itu disebut digunakan Abdul Gafur untuk kebutuhan biaya operasional Musda Partai Demokrat Provinsi Kalimantan Timur. Saat itu Abdul Gafur diketahui tengah mengikuti pemilihan Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Kalimantan Timur.

"Guna memenuhi kebutuhan biaya operasional Musda Partai Demokrat Provinsi Kalimantan Timur, di mana Terdakwa I Abdul Gafur Mas'ud mengikuti pemilihan Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Kalimantan Timur," sebutnya.

Abdul Gafur dan Nur Afifah didakwa melanggar Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana serta Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Halaman 2 dari 2
(haf/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads