Hakim tunggal Asmudi mengabulkan permohonan sebagian gugatan praperadilan yang diajukan Rudy Hartono Iskandar, tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan rumah susun (rusun) di Cengkareng, Jakarta Barat. Hakim menyatakan penetapan tersangka terhadap Rudy Hartono tidak sah.
"Mengadili dalam eksepsi permohonan termohon sebelumnya dalam pokok perkara mengabulkan permohonan sebagian," kata hakim Asmudi saat membacakan putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jalan Letjen S Parman, Jakarta Barat, Rabu (13/7/2022).
"Menyatakan surat ketetapan Dirtipidkor Bareskrim Polri Nomor S.Tap/05/I/2022 Tipidkor tertanggal 17 Januari 2022 tentang penetapan tersangka atas nama Rudy Hartono dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tanah untuk membangun rumah susun oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun anggaran 2015 seluas 4,69 hektare dan tahun anggaran 2016 seluas 1,137 m2 di Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap," imbuhnya.
Hakim juga mengabulkan permohonan Rudy Hartono yang menggugat penetapannya sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang. Menurut hakim, penetapan tersangka Rudy terkait TPPU juga tidak sah.
"Menetapkan surat penetapan Direktur Tindak Pidana Korupsi Ditipidkor Bareskrim Polri Nomor 06/IV/2022 Tipidkor tanggal 14 April 2022 tentang penetapan tersangka Rudy Hartono Iskandar dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan cara menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, membawa ke luar negeri, menukarkan dengan mata uang yang diketahuinya dan patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan rumah susun oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun anggaran 2015 seluas 4,69 hektare dan tahun anggaran 2016 seluas 1.137 m2 di Kecamatan Cengkareng dengan tujuan menyamarkan asal usul harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap," kata hakim Asmudi.
Hakim menyatakan penyitaan-penyitaan yang dilakukan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri terhadap Rudy Hartono tidak sah. Hakim meminta Dirtipidkor Bareskrim Polri untuk mengembalikan barang sitaan.
"Menyatakan segala penyitaan penetapan terhadap termohon menjadi tidak sah serta mengembalikan barang sitaan," kata hakim Asmudi.
Seperti diketahui, polisi sebelumnya menetapkan dua tersangka terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk rumah susun (rusun) di Cengkareng, Jakarta Barat (Jakbar). Dua tersangka itu adalah Rudy Hartono Iskandar dan Sukmana.
"Berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP/656/VI/2016/Bareskrim, tanggal 27 Juni 2016 waktu kejadian pada tahun 2015 dengan 2 tersangka atas nama S (Sukmana) dan RHI (Rudy Hartono Iskandar)," kata Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan dalam jumpa pers, Rabu (2/2).
Sukmana diketahui sebagai mantan Kepala Bidang Pembangunan Perumahan dan Permukiman Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Sedangkan Rudy Hartono merupakan terdakwa kasus korupsi tanah di Munjul, Jakarta Timur (Jaktim).
Diduga keduanya terlibat dugaan korupsi pengadaan tanah seluas 4,69 hektare di Cengkareng untuk pembangunan rusun oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah (DPGP) DKI Jakarta Tahun Anggaran 2015. Diketahui, saat itu Gubernur DKI Jakarta dijabat Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok.
Keduanya disangkakan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Barang bukti yang berhasil diamankan di antaranya dokumen berupa girik, dokumen persyaratan penerbitan sertifikat hak milik (SHM), warkah terkait tanah Cengkareng, dokumen berkaitan dengan proses pengadaan tanah, dan dokumen berkaitan dengan proses pembayaran tanah.
Selain itu, turut disita uang tunai sejumlah Rp 1.451.000.000. Uang itu didapat dari sejumlah pihak, dengan rincian:
1. Rp 161.000.000 dari mantan Kasie Pemerintahan dan Trantib Kecamatan Cengkareng, M Shaleh;
2) Rp 500.000.000 dari mantan Camat Cengkareng Tahun 2011-2014, Junaidi;
3) Rp 790.000.000 dari Camat Cengkareng Tahun 2014-2016, Mas'ud Effendi.
Ramadhan menjelaskan, kasus dugaan korupsi ini terkait pengadaan tanah seluas 4,69 hektare dan 1.137 meter persegi di Kecamatan Cengkareng, Jakbar, untuk pembangunan rusun TA 2015 dan 2016. Pengadaan lahan itu nilai pekerjaan totalnya Rp 684.510.250.000 dengan rincian Tahun Anggaran 2015 sebesar Rp 668.510.250.000 dan Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp 16.000.000.000.
Dia mengatakan perbuatan keduanya bertentangan dengan pedoman pengadaan tanah pemerintah sebagaimana diatur dalam UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Presiden (Perpres) 40/2014 tentang perubahan atas Perpres 71/2012 tentang penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Perbuatan keduanya menyebabkan kerugian keuangan negara setelah dilakukan pembayaran atas pengadaan tanah seluas 4,69 ha dan 1.137 meter persegi di Cengkareng tersebut.
Simak juga '3 Petinggi PT Adonara Propertindo Divonis 6-7 Tahun Bui di Kasus Munjul':
(whn/mae)