Kisruh terkait perihal dugaan penyalahgunaan dana di yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) kini menjadi sorotan masyarakat. Sejumlah temuan penyelewengan pengelolaan dana umat mulai terendus.
Bareskrim Mabes Polri pun telah melakukan penyelidikan terkait dugaan tersebut. Penyidik lalu bergerak cepat dengan memeriksa Presiden dan mantan Presiden ACT masing-masing bernama Ibnu Khajar dan Ahyudin pada Jumat (8/7).
Terbaru, penyidik menemukan adanya penyelewengan dana lain yang dilakukan oleh pihak ACT. Penggelapan dana itu terkait dana bantuan sosial bagi ahli waris korban Lion Air JT-610 yang jatuh tahun 2018 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada pelaksanaan penyaluran dana sosial/CSR tersebut para ahli waris tidak diikutsertakan dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial/CSR tersebut dan pihak yayasan ACT tidak memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana CSR yang mereka dapatlan dari pihak Boeing serta penggunaan dana CSR tersebut," kata Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Sabtu (9/7/2022).
Penggelapan Dana Ahli Waris Korban Lion Air JT-610 Mencuat
Bareskrim Polri saat ini terus melakukan penyelidikan terkait adanya penggelapan dana yang bantuan yang melibatkan yayasan Aksi Cepat Tangggap (ACT). Terbaru, Polri menemukan adanya dugaan penggelapan dana bantuan bagi korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada tahun 2018 lalu.
"Bahwa pengurus yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dalam hal ini saudara Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua, pengurus, dan pembina serta Ibnu Khajar selaku ketua pengurus melakukan duggan penyimpangan sebagian dana sosiaL/CSR dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi," kata Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Ahmad Ramdhan kepada wartawan, Sabtu (9/7/2022).
Ahli Waris Tidak Dilibatkan
Dalam tragedi kecelakaan Lion Air pada tahun 2018 lalu, pihak maskapai memberikan dana kompensasi kepada ahli waris korban. Dana bantuan itu terdiri dari santunan tunasi senilai Rp 2,06 miliar dan dana sosial atau CSR dengan jumlah serupa.
Hasil penyelidikan yang dilakukan jajaran kepolisian menemukan adanya dugaan penggelapan dana bantuan tersebut yang dilakukan oleh ACT. Pihak ACT disebut tidak pernah melibatkan ahli waris dalam penyusunan hingga penggunaan dana CSR yang disalurkan pihak Boeing.
"Pada pelaksanaan penyaluran dana sosial/CSR tersebut para ahli waris tidak diikutsertakan dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial/CSR tersebut dan pihak yayasan ACT tidak memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana CSR yang mereka dapatlan dari pihak Boeing serta penggunaan dana CSR tersebut," ujar Ramadhan.
Ramadhan mengatakan kasus ini masih dalam proses penyelidikan. Namun, dari temuan penyidik saat ini ada dugaan ACT menggunakan dana bantuan dari Boeing untuk kepentingan pribadi, bukan bagi ahli waris korban.
"Diduga pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) tidak merealisasikan seluruh dana sosial/CSR yang diperoleh dari pihak Boeing, melainkan sebagian dana sosial/CSR tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staff pada Yayasan ACT dan juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan pribadi Ketua Pengurus/presiden dan Wakil Ketua Pengurus," tutur Ramdhan.
ACT diduga melakukan penggelapan dana CSR. Simak di halaman berikutnya:
Saksikan juga Sudut Pandang minggu ini: Jalur Maut Perlintasan Kereta.
'Sunat' Dana CSR
Salah satu temuan terbaru dari penyidik Bareskrim Polri juga mengungkap adanya dugaan penyelewengan dana CSR yang dikelola ACT. Bareskrim Polri menemukan adanya indikasi pemotongan dana sosial atau CSR yang dilakukan pihak ACT.
Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri BrigjeN Ahmad Ramadhan mengatakan, ACT mengelola sejumlah dana CSR. Total dana CSR yang terkumpul tiap bulannya itu mencapai Rp 60 miliar.
"Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) juga mengelola beberapa dana sosial/CSR dari beberapa perusahaan serta donasi dari masyarakat, di antara donasi masyarakat umum, donasi kemitraan perusahaan nasional dan internasional, donasi institusi/kelembagaan non korporasi dalam negeri maupun internasional, donasi dari komunitas dan donasi dari anggota lembaga. Pada saat pengelolaannya donasi-donasi tersebut terkumpul sebanyak Rp 60 miliar setiap bulanny," kata Ramadhan dalam keterangan kepada wartawan, Sabtu (9/7/2022).
Menurut Ramadhan, hasil penelusuran penyidik menemukan dana CSR itu tidak dikelola ACT dengan semestinya. Pihak ACT disebut melakukan pemotongan dana CSR itu hingga 10 sampai 20 persen untuk keperluan internal.
"Langsung dipangkas atau dipotong oleh pihak yayasan ACT sebesar 10-20 persen atau Rp 6 sampai 12 miliar untuk keperluan pembayaran gaji pengurus dan seluruh karyawan. Sedangkan pembina dan pengawas juga mendapatkan dana operasional yang bersumber dari potongan donasi tersebut," terang Ramadhan.
Saksikan juga Sudut Pandang minggu ini: Jalur Maut Perlintasan Kereta.