Kapitan Pattimura menjadi pembahasan ramai di media sosial setelah cuplikan khotbah Ustaz Adi Hidayat viral. Soalnya, Ustaz Adi Hidayat menyebut Kapitan Pattimura bernama Ahmad Lussy dan beragama Islam. Namun, menurut catatan sejarah arus utama, beginilah profil Kapitan Pattimura.
Sebagaimana keterangan di situs web daftar pahlawan nasional dari Kementerian Sosial, diakses detikcom pada Selasa (5/7/2022), berikut ini adalah profil singkat sosok berkumis khas itu:
Kapitan Pattimura
Berasal dari Maluku
Lahir: 8 Juni 1783 di Haria, Saparua, Maluku, Indonesia
Meninggal: 16 Desember 1817 di New Victoria, Ambon, Maluku, Indonesia (usia 34 tahun)
Makam: tidak diketahui
Pahlawan nasional: SK 087/TK/1973 dan tanggal SK 06 November 1973
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pattimura atau Thomas Matulessy adalah pahlawan yang berjuang menentang Belanda. Pada 7 Mei 1817, dalam rapat umum di Baileu negeri Haria, Pattimura dikukuhkan dalam upacara adat sebagai 'Kapitan Besar'. Dia memimpin penyerbuan ke benteng Duurstede dan menguasainya dari tangan Belanda. Selanjutnya, dia memimpin pasukan bertempur melawan pasukan Mayor Beetjes.
Pattimura dan para pejuang ditangkap Belanda pada 11 November 1917. Pattimura dihukum gantung di Ambon pada 16 Desember 1817.
Selanjutnya, nama asli, agama, dan moyangnya.
Nama asli, agama, dan moyangnya
detikcom membuka buku 'Kapitan Pattimura' karya IO Nanulaita. Buku ini diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Jakarta, tahun 1985.
Di buku itu, tertulis bahwa leluhur keluarga Matulessia berasal dari Pulau Seram (sekarang Provinsi Maluku). Leluhur Matulessia kemudian berpindah ke Haturessi (sekarang Negeri Hulaliu). Kemudian, seorang moyang Thomas Matulessy berpindah ke Titawaka (sekarang Negeri Itawaka). Di antara keturunannya ada yang menetap di Itawaka dan ada yang berpindah ke Ulath, ada yang kembali menetap di Hulaliu, dan ada yang berpindah ke Haria.
Keturunan di Haria inilah yang menurunkan ayah dari Thomas Matulessy, yakni Frans Matulessia/Matulessy. Ibu Thomas berasal dari Siri Sori Serani.
Thomas Matulessy punya satu saudara kandung, yakni Johannis Thomas. Thomas tidak kawin dan tidak berketurunan, sedangkan Johannis menurunkan keluarga Matulessy yang sekarang berdiam di Haria. Ahli waris yang memegang surat pengangkatan Kapitan Pattimura sebagai pahlawan nasional selepas Indonesia merdeka.
"Di rumah keluarga itu pula disimpan pakaian, parang, dan salawaku dari pahlawan Pattimura," tulis IO Nanulita.
Dituliskan dalam Nanulita, keluarga Matulessia beragama Kristen Protestan. Nama Johannis dan Thomas diambil dari Alkitab.
Nama Matulessy disebut pula sebagai Matulessia, berasal dari kata 'matatulessi', artinya adalah 'mati dengan lebih' (ma=mati; tula=dengan; lessi=lebih). Nama 'matatulessi' berubah menjadi 'matulessia'.
Kapitan Pattimura atau Thomas Matulessy menyusun 'Proklamasi Haria' untuk menolak tegas kedatangan Belanda ke wilayah Maluku. Belanda berusaha menguasai Maluku sejak berakhirnya kedudukan Inggris di Indonesia pada tanggal 25 Maret 1817.
Di dalam 'Proklamasi Haria' tertera nama Thomas Matulessia. Sepucuk surat dikirim Thomas kepada raja-raja di Seram, ditandatanganinya dengan nama Thomas Matulessia.
Matulessia menjadi Matulessy
Berdasarkan catatan IO Nanulita, menurut beberapa orang yang berfam (nama famili) Matulessy mengalami diskriminasi oleh pemerintah kolonial Belanda.
Belanda tidak mau menerima raja, patih, murid, pegawai, serdadu atau agen polisi, yang bernama Matulessia. Fam itu harus diganti.
"Lalu ada keluarga yang berganti fam menjadi Matulessy atau Matualessy. Ada pula yang tetap memakai nama Matulessia. Di Hulaliu keluarga itu mengganti namanya menjadi Lesiputih, artinya putih lebih, yang mengandung makna orang putih yang menang," tulis Nanulita.
Pada 1920, atas permintaan dari keluarga tersebut, Gubernur Jenderal Van Limburg Stirum memutuskan mengizinkan keluarga Lesiputih memakai nama Matulessy lagi.