Tiada Opsi Sanksi Pecat Bagi Lili Pintauli di KPK

Tiada Opsi Sanksi Pecat Bagi Lili Pintauli di KPK

Rakhmad Hidayatulloh Permana, Dhani Irawan - detikNews
Senin, 04 Jul 2022 06:32 WIB
Lili Pintauli Siregar
Foto: Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar (Dok. KPK)
Jakarta -

Ancaman sanksi etik terkait dugaan penerimaan fasilitas MotoGP Mandalika menanti Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Uniknya, tiada opsi sanksi pemecatan untuk Lili.

Sebagaimana diketahui, persidangan etik untuk Lili itu akan digelar secara tertutup, kecuali pembacaan putusannya. Hal ini sesuai dengan Peraturan Dewas KPK (Perdewas) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Persidangan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK. Lebih tepatnya aturan itu termaktub pada Pasal 8 ayat (1), yang isinya sebagai berikut:

Majelis menyidangkan dugaan pelanggaran kode etik secara tertutup, kecuali pembacaan putusan yang dilakukan secara terbuka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sidang etik itu bakal digelar pada 5 Juli 2022. Wakil Ketua Dewas KPK Albertina Ho telah memberikan konfirmasi perihal sidang etik itu.

"Ya (sidang etik Lili Pintauli Siregar dijadwalkan 5 Juli)," kata Albertina pada Jumat, 1 Juli 2022.

ADVERTISEMENT

Sebagaimana diketahui sidang etik ini digelar karena Dewas KPK menilai dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Lili Pintauli cukup bukti. Hal ini berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Perdewas Nomor 3 Tahun 2020.

Urusan dugaan pelanggaran kode etik untuk Lili Pintauli ini berkaitan dengan dugaan penerimaan fasilitas menonton MotoGP Mandalika beberapa waktu lalu. Ini merupakan kedua kali Lili Pintauli akan diadili secara etik.

Dalam kasus saat ini, Lili Pintauli diduga menerima tiket penginapan dan tiket MotoGP Mandalika. Diketahui, Dewas KPK telah meminta konfirmasi pihak BUMN, yakni PT Pertamina, untuk membawa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan perkara ini.

Dokumen itu antara lain tiket MotoGP pada Grandstand Premium Zone A-Red dan penginapan di Amber Lombok Beach Resort. Sedangkan dalam pelanggaran etik sebelumnya Lili pernah dijatuhi sanksi etik pemotongan gaji terkait penyalahgunaan pengaruh dan hubungannya dengan pihak beperkara di KPK, yakni Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M Syahrial.

Apa saja sanksinya? Baca halaman selanjutnya.

Simak Video: Lili Pintauli Diisukan Mengundurkan Diri, KPK: Belum Ada Konfirmasi

[Gambas:Video 20detik]



Tiga Opsi Sanksi

Terkait sanksi etik untuk Lili pun sudah tertuang dalam Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 3 Tahun 2021. Aturan ini merupakan yang terbaru menggantikan aturan sebelumnya.

Pasal 9

(1) Tingkat Sanksi terdiri dari:
a. Sanksi Ringan;
b. Sanksi Sedang; dan
c. Sanksi Berat.

(2) Dalam hal suatu peristiwa Pelanggaran Etik terdapat beberapa perbuatan dengan tingkat sanksi yang berbeda-beda maka Sanksi yang dijatuhkan adalah Sanksi yang
terberat:

(3) Dalam hal terjadi pengulangan Pelanggaran Etik oleh Insan Komisi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun dihitung sejak penjatuhan Sanksi, maka Insan Komisi dimaksud dijatuhkan Sanksi satu tingkat di atasnya.

Pasal 10

(1) Jenis Sanksi Ringan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 Ayat (1) huruf a untuk Dewan Pengawas dan Pimpinan, terdiri dari:
a. Teguran Lisan; atau
b. Teguran Tertulis.

(2) Jenis Sanksi Sedang sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 Ayat (1) huruf b untuk Dewan Pengawas dan Pimpinan, terdiri dari:
a. Teguran Tertulis dan pemotongan penghasilan yang diterima setiap bulan sebesar 10% (sepuluh persen) selama 6 (enam) bulan; atau
b. Teguran Tertulis dan pemotongan penghasilan yang diterima setiap bulan sebesar 20% (dua puluh persen) selama 6 (enam) bulan.

(3) Jenis Sanksi Berat sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 Ayat (1) huruf c untuk Dewan Pengawas dan Pimpinan, terdiri dari:
a. Teguran Tertulis dan pemotongan penghasilan yang diterima setiap bulan sebesar 40% (empat puluh persen) selama 12 (dua belas) bulan; atau
b. Diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai Dewan Pengawas atau Pimpinan.

(4) Format surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.

Bila merujuk pada pasal-pasal di atas, bisa disimpulkan bahwa sanksi terberat yang bisa mengancam pimpinan KPK ataupun pimpinan Dewas KPK adalah 2 hal, yaitu teguran tertulis serta pemotongan gaji 40 persen selama setahun dan diminta mengundurkan diri. Tidak ada sanksi yang menyebutkan pimpinan KPK atau pimpinan Dewas KPK melakukan pelanggaran etik berat bisa diberhentikan tidak dengan hormat.

Sorotan Mantan Jubir KPK

Tiadanya sanksi pemecatan ini menjadi sorotan mantan juru bicara KPK, Febri Diansyah.

"Apa sanksi jika Pimpinan KPK melakukan pelanggaran berat? Diberhentikan? Ternyata tidak," ucap Febri melalui akun Twitternya. Febri telah mengizinkan cuitannya dikutip dan disesuaikan ejaannya.

"Meskipun UU KPK mengatur Pimpinan bisa diberhentikan karena melakukan Perbuatan Tercela, tapi Dewan Pengawas ternyata tidak mengatur secara tegas. Sanksi maksimal hanya diminta mengundurkan diri," imbuhnya.

Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK memang menyebutkan mengenai hal tersebut. Berikut ini isinya:

Pasal 32

(1) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena:
a. meninggal dunia;
b. berakhir masa jabatannya;
c. melakukan perbuatan tercela;
d. menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan;
e. berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari 3 (tiga) bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya;
f. mengundurkan diri; atau
g. dikenai sanksi berdasarkan Undang-Undang ini.

Sayangnya, Dewas KPK sebagai penjaga gawang etik KPK tidak memasukkan opsi tersebut. Dalam Peraturan Dewas KPK (Perdewas) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK, hanya disebutkan sanksi paling berat adalah diminta mengundurkan diri.

"Sanksi untuk Pimpinan dibuat lebih lunak di Peraturan Dewan Pengawas KPK, hanya potong penghasilan 40 persen dan diminta mundur. Jadi dari aspek sanksi memang berlebihan jika berharap Dewas bisa berfungsi kuat mengawasi Pimpinan. Padahal keberadaan Dewas dulu digadang-gadangkan sebagai alasan revisi UU KPK," ucap Febri.

"Bandingkan dengan ancaman sanksi untuk Pegawai KPK. Selain terancam sanksi dari Peraturan Dewas, juga ada sanksi sampai pemberhentian tidak dengan hormat dalam posisi sebagai ASN. Nggak masuk akal jika ancaman sanksi etik/disiplin untuk Pegawai KPK lebih berat dari ancaman sanksi Pimpinan KPK," imbuhnya.

Simak selengkapnya di halaman berikut

Desakan ICW

Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Dewas KPK untuk tetap menggelar sidang etik meskipun Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar diisukan mundur dari pimpinan KPK.

"Untuk isu dugaan pengunduran diri yang bersangkutan, penting ditekankan, seorang pimpinan KPK dikatakan sah berhenti jika disertai dengan keluarnya Keputusan Presiden. Jadi, selama Keppres pemberhentiannya belum dikeluarkan oleh Presiden, maka Dewan Pengawas harus tetap menggelar sidang etik terhadap saudari Lili," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Minggu (3/7/2022).

ICW, kata Kurnia, juga mendesak Dewas KPK untuk melaporkan ke Kepolisian, Kejaksaan Agung atau pun KPK bila Lili terbukti melanggar etik. Sebab, kata Kurnia, kasus dugaan penerimaan fasilitas menonton MotoGP Mandalika sudah masuk gratifikasi.

"Jika kemudian persidangan etik Lili terbukti, maka ICW mendesak agar Dewan Pengawas melaporkan penerimaan tiket MotoGP Mandalika yang diterima saudari Lili ke aparat penegak hukum, baik KPK, Kepolisian, maupun Kejaksaan Agung. Hal ini penting, sebab, peristiwa itu tidak sekadar bernuansa etik, melainkan sudah masuk ranah pidana, yakni suap atau gratifikasi," ujar Kurnia.

"Jadi, jangan pernah berpikiran persidangan etik ini adalah akhir dari peristiwa tersebut. Ke depan, Lili harus dihadapkan dengan aparat penegak hukum untuk kepentingan pengusutan dugaan penerimaan suap atau gratifikasi," imbuh Kurnia.

Terpisah, anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris menegaskan Dewas KPK akan tetap mengadili Lili Pintauli meskipun diisukan mundur. Lili bakal menjalani sidang etik terkait dugaan penerimaan fasilitas nonton MotoGP Mandalika pada 5 Juli.

"Ya sidang etik tanggal 5 Juli 2022," ungkap Haris.

Nantinya, Dewas KPK akan memutuskan vonis terhadap dugaan fasilitas MotoGP yang didapat Lili. Jika Lili terbukti bersalah, Dewas KPK akan kembali menghukum Lili.

Halaman 2 dari 3
(rdp/rdp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads