Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyerukan umat Islam untuk lebih fokus membantu kaum duafa dibanding meributkan tentang perbedaan tanggal Idul Adha 2022. MUI mengajak umat Islam berlomba-lomba dalam kebaikan.
Pernyataan itu disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Pendidikan dan Kaderisasi KH Abdullah Jaidi saat konferensi pers, Rabu (29/6/2022). Seperti diketahui, pemerintah menetapkan Idul Adha 2022 jatuh pada 10 Juli 2022 dan Muhammadiyah menetapkan Idul Adha 2022 jatuh pada 9 Juli 2022.
"1 Zulhijah jatuh pada 1 Juli 2022, dan berarti Hari Raya Idul Adha akan jatuh pada tanggal 10 Zulhijah, berkenaan dengan tanggal 10 Zulhijah dan bertepatan juga pada tanggal 10 Juli 2022. Oleh sebab itu, kita sama-sama mengetahui bahwa yang ada dalam kenyataan ada perbedaan dalam kita menyikapi Hari Raya Idul Adha, sementara saudara-saudara kita dari Muhammadiyah telah mengumumkan terlebih dahulu tentang jatuhnya Hari Raya Idul Adha yaitu pada tanggal 9 Juli," ujar Jaidi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaidi menjelaskan perbedaan waktu seperti ini adalah hal biasa. Meski begitu, Jaidi mengimbau agar perbedaan ini tidak membuat masyarakat pecah.
"Tentunya hal seperti ini adalah sesuatu yang biasa terjadi, di tengah-tengah kita adanya perbedaan. Tapi janganlah perbedaan itu sampai jadikan kita perpecahan, tidak saling menghormati. Tandanya kita saling menghormati adanya perbedaan itu, karena tentunya perbedaan itu pada setiap permasalahan adanya wujudulhilal, dan ada rukyatulhilal yang kedua-duanya menggunakan hisab hanya tergantung pada ketinggian pada hisab itu masing-masing," jelas Jaidi.
Dia juga mengimbau masyarakat agar bersama-sama saling membantu fakir miskin. Dia berharap masyarakat mengambil inti pesan dari Idul Adha.
"Saudara-saudara sekalian, intinya kami mengimbau semangat Idul Adha, semangat hari raya kurban, inilah yang harus kita betul-betul wujudkan dalam kehidupan kita. Saudara-saudara kita fakir miskin menanti uluran tangan kita, saudara-saudara kita yang duafa menanti uluran tangan kita, marilah kita berlomba-lomba dari tanggal 1 Zulhijah sampai Hari Raya Idul Adha perbanyaklah amal saleh, sedekah, perbuatan-perbuatan baik diantaranya puasa, berzikir, bertasbih, dan melaksanakan amal kebaikan lain," ujar Jaidi.
Selain itu, Jaidi juga menjelaskan tentang aturan puasa Arafah. Dia mengatakan masyarakat tidak perlu bingung jika melakukan puasa Arafah.
"Kemudian kita ini kalau mau puasa Arafah pada tanggal berapa, kita ini dianjurkan puasa tanggal 1 Zulhijah sampai tanggal 9 Zulhijah, Berarti kita kalau mau puasa pada hari Jumat atau puasa Sabtunya masih dibolehkan, karena belum ditetapkan sebagai Hari Raya Idul Adha, dan terjadinya selisih itu fatwa ulama kalau terjadi perbedaan ahli hisab maka putusan hakim dalam hal ini Menteri Agama yang harus ditaati," katanya.
"Tapi kita tidak melarang saudara-saudara kita yang akan berhari raya tanggal 9 Juli, saudara kita dari Muhammadiyah atau lain-lainnya, tetapi marilah kita saling menghormati saling menghargai di antara kita atas perbedaan ini, sehingga tidak menjadikan perpecahan di tengah-tengah kita," imbuhnya.
Simak halaman selanjutnya pernyataan dari Ma'ruf Amin.
Saksikan Video 'Ada Potensi Beda Waktu Pelaksanaan Idul Adha Tahun Ini':
Ma'ruf Amin Anggap Perbedaan Sudah Biasa
Wakil Presiden Ma'ruf Amin juga angkat bicara mengenai perbedaan tanggal Idul Adha 2022. Dia menyebut umat Islam Indonesia sudah terbiasa dengan perbedaan itu.
"Ah perbedaan itu kita sudah biasa, dalam waktu-waktu tertentu memang sudah... dulu itu ketika terjadi perbedaan terjadilah keributan di masyarakat. Tapi sekarang masyarakat sudah dewasa, sudah legowo," kata Ma'ruf Amin kepada wartawan di Lombok Barat seperti dalam rekaman video dari Sekretariat Wakil Presiden, Kamis (30/6).
"Jadi kalau ada yang tidak sama, mereka sudah... toleransinya sudah tinggi. Jadi nggak ada masalah," imbuhnya.
Ma'ruf Amin kemudian mengajak umat Islam saling pengertian terhadap perbedaan Idul Adha itu. Dia yakin perbedaan hari raya kurban itu tidak menimbulkan masalah.
"Dan semua sudah pada tahu, yang ikut Muhammadiyah ya ikut Muhammadiyah, yang ikut pemerintah ya ikut pemerintah. Jadi nggak ada masalah, itu sudah kita bangun lama sekali supaya ada saling pengertian di antara semua pihak," jelasnya.