Anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon mengkritik pembentukan Satgas Nusantara untuk mencegah polarisasi jelang Pemilu 2024. Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan Satgas Nusantara sudah ada sejak Pemilu 2019.
"Jadi gini loh ini kan yang sudah kita lakukan di tahun 2019. Satgas Nusantara itu fungsinya cooling system," ujar Dedi kepada wartawan, Kamis (30/6/2022).
Dedi mengatakan Satgas Nusantara melibatkan banyak pihak. Dia menyebut Satgas Nusantara dibentuk untuk memitigasi tersebarnya hoax dan ujaran kebencian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tentunya Satgas Nusantara tidak bekerja sendiri. Bekerja sama dengan seluruh komponen bangsa dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, dengan wartawan dengan media untuk memberikan literasi yang sejuk," ujar Dedi.
"Menjaga persatuan, untuk memitigasi berita-berita hoax. Kemudian termasuk itu berita-berita ujaran kebencian yang mengatasnamakan memecah belah bangsa itu yang sama-sama kita kelola," ucap Dedi.
Dedi mengatakan Satgas Nusantara berhasil mencegah hoax pada masa Pemilu 2019. Selain itu, dia menyebut Satgas Nusantara bisa mendinginkan ketegangan selama masa Pemilu.
"Itu di tahun 2019 adanya cooling system seperti itu kan berhasil, itu kan konsepnya Pak Tito itu. Jangan sampai terjadi overheat. Overheat itu kan bisa meledak ya meledaknya itu apa dengan cara cooling system," ujarnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Saksikan Video 'Cegah Polarisasi Jelang Pemilu 2024, Polri Bentuk Satgas Nusantara':
Fadli Zon Kritik Pembentukan Satgas Nusantara
Sebelumnya, Fadli Zon menyoroti rencana Polri membentuk Satuan Tugas Nusantara untuk mencegah politik identitas. Fadli Zon mempertanyakan alasan politik identitas harus diperangi dan menjadi kejahatan menurut hukum.
"Rencana Kepolisian Republik Indonesia untuk membentuk satuan tugas politik identitas, yang disebut sebagai Satgas Nusantara, untuk mengawal seluruh proses Pemilu 2024, menurut saya berlebihan. Kalau tujuannya sebatas mencegah 'hoax', tak ada masalah. Namun ada banyak hal yang perlu dijelaskan sebelum polisi menempatkan isu 'politik-identitas' seolah adalah kejahatan atau tindakan melawan hukum," kata Fadli Zon dalam keterangan tertulis, Rabu (29/6).
Fadli Zon mempertanyakan apa maksud politik identitas yang hendak diperangi dan kenapa dianggap sebagai kejahatan di mata hukum. Menurutnya, politik identitas atau ethno-politics justru bagian dari teori kritis.
"Pertanyaan-pertanyaan itu perlu dijawab karena sebagai orang yang belajar ilmu politik dan teori pembangunan, saya diajari bahwa wacana 'ethno-politics', misalnya, justru bagian dari teori kritis. Dulu dengan alasan pembangunan pemerintah seolah boleh melakukan apa saja terhadap masyarakat lokal, termasuk menggusur mereka dari teritori yang merupakan lingkungan hidup, sosial, kultural dan ekonominya. Tapi praktik itu kemudian dikritik oleh wacana ethno-politics," kata dia.
Dia mengaku heran jika politik identitas akhirnya dianggap sebagai kejahatan. Padahal, menurutnya, konsep politik identitas tersebut bersifat netral.
"Jadi, menurut saya bahaya sekali jika aparat penegak hukum atau institusi negara secara insinuatif tiba-tiba menempatkan politik-identitas sebagai wacana kotor, atau jahat, yang harus diperangi. Dasar hukum dan dasar akademisnya apa? Sebagai bangsa yang majemuk, kita memang rentan terhadap konflik berbasis identitas. Namun, mengeksploitasi kekhawatiran atas nama politik-identitas secara konseptual jelas salah," ujar Fadli Zon.