Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menjelaskan pihaknya tetap mempertahankan pasal terkait penghinaan terhadap pemerintah dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Eddy mengatakan pemerintah tak memasukkan pasal tersebut ke dalam 14 isu krusial RKUHP.
"Bukan nggak jadi. Memang nggak masuk ke 14 isu," kata Eddy kepada wartawan di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (22/6/2022).
Eddy menjelaskan alasan pemerintah tetap memasukkan pasal terkait penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara dalam draf RKUHP. Eddy mengatakan pasal penghinaan pemerintah sudah pernah diuji di Mahkamah Konstitusi (MK) dan dinyatakan ditolak.
"Mengapa pasal penghinaan itu kita tetap pertahankan? Itu sudah diuji di MK dan MK menolak. Kalau MK menolak, kira-kira bertentangan dengan konstitusi atau tidak? Tidak, kan," ujar Eddy.
Eddy kemudian menyebutkan pemerintah sudah mengikuti putusan MK tersebut dengan mengubah pasal penghinaan pemerintah dari delik umum menjadi aduan. Dia menjelaskan isi RKUHP tentunya mengikuti putusan MK.
"Kalau ditolak kan tidak bertentangan dengan konstitusi. Nah, hanya mereka memerintahkan pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum itu diubah menjadi delik biasa ke delik aduan. RKUHP itu mengikuti putusan MK," ucapnya.
Sebagai informasi, RKUHP sedang berproses penyusunan dan direncanakan bakal disahkan bulan depan. Namun pasal-pasal krusial menuai kritik, di antaranya pasal soal penghinaan terhadap pemerintah dan penguasa.
Ancaman terhadap orang yang menghina pemerintah adalah tiga tahun penjara. Orang yang menghina via media sosial internet (teknologi informasi) bisa dipenjara empat tahun.
Simak video 'Tolak RKUHP, Mahasiswa Gelar Demo di Patung Kuda':
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
(aud/aud)