Draf Final RKUHP Misterius, Begini Aturan Keterbukaan untuk Membuat UU

Draf Final RKUHP Misterius, Begini Aturan Keterbukaan untuk Membuat UU

Andi Saputra - detikNews
Jumat, 17 Jun 2022 14:50 WIB
Polisi terus membubarkan massa aksi unjuk rasa berujung rucuh di kawasan Gambir. Massa pun kocar-kacir saat polisi tembakkan gas air mata
Ilustrasi demonstrasi (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Draf Rancangan KUHP yang beredar adalah draf RKUHP 2019 yang urung disahkan. Di sisi lain, DPR-pemerintah mengaku sedang membahas lagi. Namun hingga kini, keberadaan draf terbaru itu misterius.

Seruan untuk DPR agar membuka draf RKUHP yang sedang dibahas disampaikan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se-Universitas Indonesia (UI). "Publik tidak dapat mengawal dan memantau permasalahan yang terkandung dalam draf terbaru RKUHP," demikian bunyi keterangan BEM Se-UI yang disampaikan Ketua BEM UI, Bayu Satria Utomo.

Keterbukaan membuka draf RUU adalah amanat UU. Hal itu tertuang dalam Pasal 5 UU Nomor 12/2011 yang mensyaratkan pembuatan UU harus berdasarkan asas keterbukaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yang dimaksud dengan 'asas keterbukaan' adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," demikian penjelasan asas itu sebagaimana dikutip detikcom, Jumat (17/6/2022).

Mahkamah Konstitusi (MK) mempertegas asas keterbukaan itu dalam putusan Nomor Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Disebutkan keterbukaan harus menyertakan partisipasi masyarakat yang maksimal dan lebih bermakna, yang merupakan pengejawantahan perintah konstitusi pada Pasal 22A UUD 1945.

ADVERTISEMENT

Apabila diletakkan dalam lima tahapan pembentukan undang-undang yang telah diuraikan pada pertimbangan hukum di atas, partisipasi masyarakat yang lebih bermakna (meaningful participation) harus dilakukan, paling tidak, dalam tahapan:

(i) pengajuan rancangan undang-undang;
(ii) pembahasan bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan presiden, serta pembahasan bersama antara DPR, Presiden, dan DPD sepanjang terkait dengan Pasal 22D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945; dan (iii) persetujuan bersama antara DPR dan presiden.

"Oleh karena itu, selain menggunakan aturan legal formal berupa peraturan perundang-undangan, partisipasi masyarakat perlu dilakukan secara bermakna (meaningful participation) sehingga tercipta/terwujud partisipasi dan keterlibatan publik secara sungguh-sungguh," beber MK.

Partisipasi masyarakat yang lebih bermakna tersebut setidaknya memenuhi tiga prasyarat, yaitu:

- Pertama, hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard);
- Kedua, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered);
- Ketiga, hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained).

"Partisipasi publik tersebut terutama diperuntukkan bagi kelompok masyarakat yang terdampak langsung atau memiliki perhatian (concern) terhadap rancangan undang-undang yang sedang dibahas," papar MK.

Mengapa pembahasan RUU butuh keterbukaan? Berikut tujuannya:

1. Menciptakan kecerdasan kolektif yang kuat (strong collective intelligence) yang dapat memberikan analisis lebih baik terhadap dampak potensial dan pertimbangan yang lebih luas dalam proses legislasi untuk kualitas hasil yang lebih tinggi secara keseluruhan.
2. Membangun lembaga legislatif yang lebih inklusif dan representatif (inclusive and representative) dalam pengambilan keputusan;
3. Meningkatnya kepercayaan dan keyakinan (trust and confidence) warga negara terhadap lembaga legislatif;
4. Memperkuat legitimasi dan tanggung jawab (legitimacy and responsibility) bersama untuk setiap keputusan dan tindakan;
5. Meningkatkan pemahaman (improved understanding) tentang peran parlemen dan anggota parlemen oleh warga negara; (vi) memberikan kesempatan bagi warga negara (opportunities for citizens) untuk mengomunikasikan kepentingan-kepentingan mereka; dan
6. Menciptakan parlemen yang lebih akuntabel dan transparan (accountable and transparent).

Salah satu misteri draft RUU itu di antaranya Pasal 353 ayat 1. Berikut bunyi draf Rancangan KUHP:

Setiap Orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II

Dalam penjelasan disebutkan:

Ketentuan ini dimaksudkan agar kekuasaan umum atau lembaga negara dihormati, oleh karena itu perbuatan menghina terhadap kekuasaan umum atau lembaga tersebut dipidana berdasarkan ketentuan ini. Kekuasaan umum atau lembaga negara dalam ketentuan ini antara lain Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, polisi, jaksa, gubernur, atau bupati/walikota.

Lihat juga video 'Pemerintah Akomodasi 14 Isu Krusial RKUHP, Segera Diparipurnakan':

[Gambas:Video 20detik]



(asp/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads