Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian berpesan kepada 48 penjabat kepala daerah yang ditunjuk untuk menghindari praktik korupsi. Sebab, penjabat kepala daerah tidak mengeluarkan biaya politik.
"Jadi mudah-mudahan saya berharap betul 48 Bapak-bapak Ibu-ibu (penjabat kepala daerah) yang terpilih tidak ada yang transaksional," kata Tito di rakor dengan penjabat kepala daerah di kantornya, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (16/6/2022).
Ia mengatakan Pj kepala daerah tidak mengeluarkan biaya politik, seperti kampanye, tim sukses, dan mahar politik lainnya. Diketahui, kasus korupsi kepala daerah sering kali terjadi karena ada upaya untuk mengembalikan modal politik sewaktu mengikuti pertarungan pemilu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan tidak ada biaya politik tinggi, maka persoalan yang kadang-kadang terjerat tindak pidana korupsi salah satu dampak negatif dari pilkada langsung biaya politik tinggi untuk tim sukses, untuk kampanye, macam-macam, mahar mungkin, banyak sekali," kata Tito.
"Nah itu rekan-rekan tidak melakukan itu. Oleh karena itu, dengan tidak adanya biaya politik ini, kita sangat berharap betul rekan-rekan dan kita doakan tidak ada yang terkena tindak pidana korupsi, Insyaallah. Kita doakan," tuturnya.
Tito mengatakan Pj kepala daerah bukan dipilih melalui proses pilkada, tetapi melalui penugasan yang berdasarkan UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada. Menurut Tito, penunjukan Pj kepala daerah itu memiliki kelemahan, yaitu legitimasi dari rakyat jika dibandingkan dengan pilkada langsung. Oleh karenanya, Tito meminta tak ada praktik transaksional yang dilakukan Pj kepala daerah.
"Di satu sisi, legitimasi karena bukan dipilih oleh rakyat langsung, legitimasi dari publik itu menjadi lebih rendah dibanding yang dipilih rakyat langsung. Di sisi lain, juga menguntungkan karena biaya politik hampir tidak ada," ungkap Tito.
"Saya sudah sampaikan ke jajaran otonomi daerah pak Sekjen jangan ada yang transaksional. Kalau transaksional saya sendiri yang akan bawa ke KPK," imbuhnya.
Kemudian, Tito menilai penunjukan Pj kepala daerah ini merupakan pertarungan atau 'tes'. Sebab, dengan tidak adanya modal politik yang dikeluarkan Pj kepala daerah ini, maka menjadi 'tes' apakah praktik korupsi tetap dilakukan atau tidak.
Sebab, berkaca dengan oilkada langsung, kerap kali terjadi praktik korupsi yang dilakukan kepala daerah terpilih. Oleh karena itu, Tito mempertanyakan sistem mana yang lebih baik untuk pemilihan kepala daerah.
"Kalau sampai ini juga untuk menjadi pertarungan dan menjadi tes tentang sistem demokrasi kita, terutama di daerah mekanisme pemilihan kepala daerah yang mana yang baik. Yang langsung atau kah dipilih DPRD atau kah ditunjuk. Yang ini lah mekanisme ditunjuk," ujar Tito.
"Kalau ternyata mohon maaf ada yang sampai korupsi maka konsekuensinya kepada sistem yaitu sistem penunjukan langsung ternyata tidak mengurangi tindak pidana korupsi.
Oleh karena itu, rekan-rekan, sebenarnya menjadi duta duta untuk membuktikan bahwa salah satu mekanisme penunjukan penugasan itu bisa menekan tindak pidana korupsi. Inilah tes bagi kita semua tes kepada sistem," imbuhnya.
Sementara itu, Tito juga meminta pj kepala daerah bijak dan berhati-hati melakukan mutasi di jajarannya. Sebab, menurutnya, mutasi yang dilakukan pj kepala daerah juga kerap kali menimbulkan gejolak.
"Saya minta betul rekan-rekan yang pernah pengalaman menjadi penjabat paham, tapi yang belum, hati-hati untuk melakukan mutasi pegawai, karena kan punya power pengen ganti orang, beda di jabatan sipil, ini datangnya dari berbagai kalangan latar belakang, kita tentunya ingin mendapat kabinet yang satu frekuensi dan mendukung, tapi jangan sampai terjadi mutasi dan menimbulkan gejolak. Oleh karena itu, perlu wise, perlu bijak," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, turut hadir Ketua KPK Firli Bahuri, yang berpesan agar pj kepala daerah jangan melakukan korupsi. Firli mengatakan pj kepala daerah yang ditunjuk tidak mengeluarkan biaya politik, sehingga jika masih melakukan korupsi, maka sama saja dengan kepala daerah yang terpilih melalui mekanisme pilkada langsung.
"Sekali lagi saya katakan, Pak, kalau Bapak sukses ini Pak, bisa jadi gagasan Mendagri yang menerbitkan penjabat kepala daerah dengan cara ditunjuk ini bisa jadi akan mengalahkan pilkada langsung, kita tidak tahu. Tapi kalau Bapak tetap korupsi, maka biaya politik mahal dengan pilkada itu termentahkan, sama aja," kata Firli.
"Gubernur di pilkada langsung, bupati di pilkada langsung, wali kota pilkada langsung sama modelnya dengan penjabat yang ditunjuk, korupsi, nah lebih parah lagi korupsi meningkat maka program ini bisa batal. Tolong Bapak dan Ibu sekalian ini diberikan mandat ini, tolong dijaga," tutur Firli.
(yld/imk)