Jakarta -
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyetujui wacana pembubaran KPK yang sempat disampaikan oleh eks pegawai KPK Rasamala Aritonang. Dia menyinggung perbandingan gaji KPK dengan pegawai kejaksaan jadi alasannya.
"Alasan-alasan digabung ke Kejaksaan Agung adalah asas manfaat. Gaji KPK sangat tinggi, sehingga dengan melebur ke Kejaksaan Agung, akan membawa dampak gaji yang tinggi terhadap pegawai di Kejaksaan Agung," kata Boyamin Saiman dalam keterangannya, Jumat (10/6/2022).
Menurut data yang dirangkum MAKI, besaran gaji pegawai KPK lebih tinggi dibandingkan pegawai di Kejaksaan Agung. Adapun rinciannya sebagai berikut:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
- Pelaksana (penyidik dan penuntut) di KPK berkisar Rp 25 juta, sementara di Kejaksaan Agung adalah Rp 11 juta;
- Pejabat eselon II KPK bergaji Rp 40 juta, sementara di Kejagung bergaji Rp 25 juta
- Pimpinan KPK bergaji sekitar Rp 100 juta, sedangkan Jaksa Agung bergaji Rp 35 Juta.
KPK, tambah Boyamin, memiliki anggaran penanganan korupsi yang dua kali lipat lebih besar dibanding Kejaksaan Agung.
Anggaran KPK untuk penanganan perkara korupsi sekitar Rp 70 miliar, sedangkan Gedung Bundar (Kejagung) berkisar Rp 30 miliar (termasuk menangani pidana di luar korupsi: HAM, pajak, kepabeanan).
Oleh sebab itu, Boyamin mendukung narasi Rasamala soal pembubaran KPK. Dia juga mengusulkan agar pegawai KPK dijadikan sebagai pegawai Kejaksaan Agung.
"Maka MAKI mendukung usulan pembubaran KPK dan kemudian personel pegawai KPK digabung dengan Gedung Bundar (tempat penanganan perkara korupsi/Pidsus Kejaksaan Agung)," kata Boyamin.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Menurutnya, peleburan KPK ke Kejagung itu dapat bermanfaat dari sisi pendapatan. Tidak hanya itu, Boyamin mengklaim penggabungan dua instansi itu akan banyak menghasilkan prestasi.
"Dengan KPK dilebur ke Kejaksaan Agung, akan membawa dampak gaji naik sehingga akan lebih berprestasi," tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, eks pegawai KPK Rasamala Aritonang mengusulkan agar KPK dibubarkan buntut hasil survei IPI terkait menurunnya kepercayaan publik terhadap KPK. Menurutnya, pembubaran itu jadi opsi terakhir, tapi ada syaratnya.
"Membubarkan KPK bisa jadi opsi terakhir, syaratnya?" tulis Rasamala melalui akun Twitternya dan sudah mengizinkan detikcom mengutip, Jumat (10/6/2022).
Ada tiga syarat. Syarat pertama, Rasalama menilai pemerintah harus mengevaluasi pimpinan dan manajemen KPK. Pemerintah juga diminta menegur, bila perlu mengganti yang bermasalah.
"Pertama, pemerintah melakukan evaluasi terhadap pimpinan dan manajemen KPK, harus ditegur, jika perlu diganti supaya efektif. Kedua, pemerintah tanyakan, apakah manajemen KPK bisa memperbaiki kinerjanya, apa rencananya, dan berapa lama untuk perbaiki, jika tidak mampu, ganti," papar Rasamala.
Syarat ketiga, UU KPK 19/2019 harus segera diperbaiki. Sebab, UU ini memberikan dampak negatif bagi KPK.
"Ketiga, Undang-Undang 19/19 terbukti berdampak negatif terhadap KPK dalam upaya pemberantasan korupsi, untuk itu UU harus diperbaiki, revisi segera. Survei yang dilakukan @BurhanMuhtadi juga yang lainnya harus digunakan untuk perbaikan, KPK lembaga eksekutif jadi pemerintah juga harus tanggung jawab mengawasi," katanya.
Rasamla menegaskan usulan ini tidak memiliki tujuan tertentu. Dia mengaku pendapatnya ini adalah sebagai warga negara dan mantan pegawai KPK yang prihatin akan kondisi KPK saat ini.
"Itu usulan sebagai warga negara, sebagai 'mantan' saya tentu sayang KPK, tapi sebagai warga masyarakat tentu kita harus tetap rasional demi memajukan bangsa ini," ucapnya.
Sebelumnya, Rasamala mengusulkan KPK bubar. Hal ini disebabkan hasil survei yang dilakukan lembaga Indikator Politik Indonesia (IPI) menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap KPK menurun.
"Saya usul, KPK dibubarkan saja," ujar Rasamala melalui akun Twitternya dan sudah mengizinkan detikcom mengutip, Kamis (9/6).
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini