Kolonel Infanteri Priyanto, Perwira memengah TNI Angkatan Darat, divonis hukuman penjara seumur hidup dan dipecat dari korps militer. Perbuatannya membunuh Handi dan Salsa, dua pasangan remaja di Nagreg, Jawa Barat (Jabar) dinilai jauh dari perikemanusiaan Dan kesatria.
"Menyatakan Terdakwa Kolonel Inf Priyanto secara hukum telah terbukti secara sah meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kesatu pembunuhan berencana dilakukan secara bersama sama sebagaimana dalam dakwaan primair dalam dakwaan ke satu primair," ujar ketua majelis hakim Brigjen Faridah Faisal.
Hal itu disampaikan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Selasa (7/6).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan kedua perampasan kemerdekaan orang lain yang dilakukan bersama sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif kedua dan ketiga menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematiannya yang dilakukan bersama sama. Memidana terdakwa oleh krn itu dengan pidana pokok penjara seumur hidup pidana tambahan dipecat dari dinas militer," imbuh Hakim.
Priyanto dinyatakan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP, Pasal 333 KUJP, Pasal 333 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP. Sebelumnya oditur militer menuntut Kolonel Inf Priyanto dipenjara seumur hidup terkait kasus ini. karena meyakini Priyanto bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana, penculikan, menyembunyikan mayat.
Hakim mengatakan hal yang memberatkan vonis seumur hidup dan pemecatan Priyanto adalah perbuatan Priyanto merusak citra TNI Angkatan Darat. Hal yang memberatkan lainnya, perbuatan Priyanto bertentangan dengan kepentingan militer dan bertentangan dengan nilai nilai di masyarakat.
"Bahwa perbuatan terdakwa telah merusak citra TNI AD," ujar ketua majelis hakim.
Hakim menuturkan perilaku Kolonel Priyanto jauh dari tugas TNI, yang seharusnya wajib melindungi Rakyat. "Perbuatan terdakwa bertentangan dengan kepentingan militer yang senantiasa menjaga solidaritas kepentingan rakyat dalam rangka tugas pokok TNI. Aspek rasa keadilan masyarakat bahwa perbuatan terdakwa bertentangan dengan nilai-nilai di masyarakat," sambungnya.
Hakim juga menilai perbuatan Priyanto bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan tidak mencerminkan nilai Pancasila. Perbuatan Priyanto juga telah merusak ketertiban dan kedamaian masyarakat.
"Bahwa perbuatan terdakwa bertentangan dengan norma hukum yang tertuang dan tidak mencerminkan nilai pancasila, tidak mencerminkan nilai kemanusiaan yang beradab, dan norma agama. Bahwa perbuatan terdakwa merusak ketertiban dan kedamaian masyarakat," jelas hakim.
"Sikap batin pelaku tindak pidana bahwa perbuatan terdakwa dengan sengaja dalam keadaan sadar dan dapat dilakukan dengan rencana terlebih dahulu," tambahnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Hakim Nilai Priyanto Jauh Dari Cerminan Ksatria
Hakim Brigjen Faridah Faisal juga menyampaikan perbuatan yang telah dilakukan Priyanto bersama kedua anak buahnya tidak mementingkan keselamatan korban. Priyanto juga telah mengabaikan ketentuan hukum yang berlaku.
"Bahwa sifat dari perbuatan Terdakwa melakukan perbuatan yang sesungguhnya dalam rangka melaksanakan niatnya untuk menghilangkan jejak sehingga tidak memperdulikan lagi keselamatan dan nyawa orang lain dan mengabaikan ketentuan hukum yang berlaku," ujar hakim.
Baca juga: Seumur Hidup Bui untuk Serdadu Priyanto |
Pembunuhan berencana terhadap Handi dan Salsa yang dilakukan Priyanto diketahui juga sebagai upaya perlindungan kepada anak buahnya atas peristiwa kecelakaan yang terjadi. Hal itu juga untuk menghindari tanggung jawab anak buah Kolonel Priyanto secara hukum.
"Bahwa hakikat perbuatan Terdakwa melakukan dan turut serta melakukan pembunuhan dengan rencana terlebih dahulu adalah sebagai upaya Terdakwa untuk melindungi Saksi Koptu Andreas untuk menghindari tanggung jawabnya secara hukum atas kecelakaan yang mengakibatkan tewasnya Salsabila dan korban Handi Saputra masih hidup namun dalam keadaan tidak sadar," jelas hakim.
Atas dasar itu, hakim menilai perbuatan Priyanto jauh dari sifat kesatria dan berperikemanusiaan. Priyanto juga telah menunjukkan sikap arogansinya.
"Hal ini menunjukkan sikap arogansi dan mengikuti keinginan hawa nafsu semata, sikap egoisme berlebihan, tanpa mempedulikan nasib korban dan keluarganya serta mencerminkan seorang oknum prajurit yang jauh dari sifat dari kestaria dan berperikemanusiaan," ucap hakim.
Hakim Sebut Tak Ada Alasan Pemaaf untuk Kolonel Priyanto
Hakim juga mengatakan tidak ada alasan pembenar maupun alasan pemaaf atas perbuatan Priyanto untuk menjadikannya lepas dari segala tuntutan hukum. Hakim menegaskan Kolonel Priyanto harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai hukum yang berlaku.
"Menimbang bahwa selama dalam persidangan tidak ditemukan adanya alasan pembenar maupun alasan pemaaf atas perbuatan Terdakwa yang menjadikan Terdakwa terlepas dari tuntutan pidana atau lepas dari tuntutan hukum," tutur hakim.
"Dan oleh karena Terdakwa dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya sebagai subjek hukum dan dan sistem hukum di NKRI oleh karena Terdakwa telah dinyatakan bersalah, maka Terdakwa harus dipidana," sambungnya.
Sedangkan hal yang meringankan adalah Priyanto belum pernah dipidana maupun dijatuhi hukuman disiplin selama berdinas selama 28 tahun. Priyanto juga menyesali perbuatannya.
"Terdakwa telah berdinas selama kurang lebih 28 tahun dan belum pernah dipidana maupun dijatuhi hukuman disiplin," ucap hakim.
"Terdakwa menyesal atas perbuatannya," sambungnya.
Priyanto Pikir-pikir untuk Banding atas Vonis Hakim
Brigjen Faridah Faisal menjelaskan Priyanto dapat menerima, menolak, atau pikir-pikir atas putusan yang sudah dibacakan. Hakim Faridah mempersilahkan Priyanto berdiskusi bersama tim penasihat hukumnya untuk mengajukan sikap.
"Terdakwa didampingi oleh penasihat hukum ya terdakwa mempunyai hak atas putusan ini. Pertama terdakwa bisa menyatakan menerima putusan, terdakwa bisa menyatakan menolak putusan dan menyatakan banding, yang ketiga terdakwa bisa menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari," ucap dia.
"Sampai dengan tujuh hari ke depan terdakwa tidak menyatakan sikap menerima atau menolak putusan, terdakwa dianggap menerima putusan. Silakan koordinasi dengan penasihat hukumnya," sambungnya.
Priyanto memutuskan untuk pikir-pikir untuk banding. Priyanto akan pikir-pikir selama tujuh hari. "Pikir pikir, Yang Mulia," jelas Priyanto.
Kasus ini bermula ketika Kolonel Priyanto dan dua anak buahnya menabrak Handi dan Salsa di Nagreg. Bukannya menolong korban, Kolonel Priyanto cs malah membawa mereka hingga keluar dari Jabar dan membuang tubuh kedua korban ke anak Sungai Serayu. Salsa dibuang ke sungai dalam kondisi meninggal dunia.
Oditur pun menyatakan hal yang sama. Oditur akan pikir-pikir atas putusan tersebut.
"Oditur juga mempunyai hak sikap yang sama, silakan oditur," ujar hakim Faridah.
"Pikir-pikir," jawab oditur.
Hilang Hak Tunjangan-Jaminan Pensiun Usai Dipecat dari TNI
Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta memastikan Kolonel Inf Priyanto tidak mendapatkan tunjangan dan jaminan pensiun usai dirinya dipecat dari TNI karena terbukti membunuh sejoli Handi Saputra (18) dan Salsabila (14) di Nagreg, Jawa Barat. Seluruh hak rawat kedinasan Priyanto dipastikan akan dicabut.
"Iya, jadi konsekuensi dair pemecatan itu semua hak-hak rawatan kedinasannya itu dicabut. Jadi sudah tidak ada lagi untuk menerima pensiun atau pun tunjangan-tunjangan lainnya," jelas Jubir Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Chk Hanifan kepada wartawan usai sidang vonis.
Hanifan mengatakan pihaknya masih menunggu sikap dari Priyanto maupun oditur atas putusan yang telah dibacakan. Seluruh hak Priyanto yang diberikan saat berdinas di TNI akan diberhentikan setelah keluarnya putusan yang berkekuatan hukum tetap.
"Ini kan masih ada upaya hukum ya dari putusan ini. Kita lihat tadi mereka masih berpikir berarti masih ada waktu 7 hari terhitung dari hari ini ke depan masih ada waktu untuk berpikir, menyatakan, mengambil sikap menerima putusan atau mengambil upaya hukum banding. Hak-hak mereka itu diberhentikan setelah ada putusan berkekuatan hukum tetap," jelasnya.
Lebih lanjut, Hanifan mengatakan Priyanto akan menjalani pidananya di lapas sipil, bukan lapas militer. Hal itu, jelas Hanifan, lantaran Priyanto sudah dipecat dari dinas TNI.
"Nanti setelah dalam waktu 7 hari berkekuatan hukum tetap terdakwa menjalani pidananya itu bukan lagi di penjara militer, namun di lapas sipil karena dia sudah dipecat, bukan lapas militer," ucapnya.