Harlah Pancasila, Waket MPR: Harus Jadi Momentum Tegakkan Nilai Pancasila

Harlah Pancasila, Waket MPR: Harus Jadi Momentum Tegakkan Nilai Pancasila

Atta Kharisma - detikNews
Rabu, 01 Jun 2022 19:59 WIB
Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat
Foto: MPR
Jakarta -

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan Hari Lahir Pancasila harus menjadi momentum untuk menegakkan nilai-nilai Pancasila. Menurutnya, Pancasila merupakan ideologi sekaligus panduan etis bagi seluruh elemen bangsa, khususnya dalam menjawab setiap tantangan di masa kini dan mendatang.

"Peringatan hari lahir Pancasila harus menjadi momentum kita untuk menegakkan nilai-nilai Pancasila di negeri ini. Karena nilai-nilai Pancasila sudah dan akan selalu menjadi acuan bagi cara hidup manusia Indonesia," ungkap Lestari dalam keterangannya, Rabu (1/6/2022).

Hal tersebut ia sampaikan saat memberi sambutan pada diskusi daring 'Pancasila dan Tantangan Zaman' yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 dalam rangka Hari Lahir Pancasila dan Peluncuran Buku 'Postulat Hukum Pancasila' dari Sekolah Sukma Bangsa Bireuen, Aceh, Rabu (1/6).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diskusi tersebut dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Dr. Irwansyah dan dihadiri oleh Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga sekaligus Penulis Buku 'Postulat Hukum Pancasila' Prof. Ratno Lukito, Kepala Pusat Studi Pancasila UGM Agus Wahyudi dan Pakar Hukum Tata Negara Dr. Atang Irawan sebagai narasumber.

Selain itu, hadir pula Hakim Tipikor Bandung Dr. Ihat Subihat dan Co Founder The Center for Indonesian Crisis Strategic Resolution Makmun Rasyid sebagai penanggap.

ADVERTISEMENT

Mengutip perkataan Ratno Lukito dalam buku Postulat Hukum Pancasila, Lestari menyebutkan Indonesia sebagai negara dengan kompleksitas sejarah lokal, memiliki Pancasila sebagai basis ideologi yang merangkum rule of law dan rule of recognition dengan nilai-nilai dasar dalam sebuah filosofi.

Rerie, sapaan akrab Lestari, mengatakan sebagai ideologi dan filosofi kehidupan bernegara Pancasila merupakan legitimasi terwujudnya bangsa dan negara Indonesia yang diperlihatkan dalam bentuk tindakan dari para pendahulu bangsa saat sepakat membentuk negeri ini.

Ia menuturkan Indonesia terbentuk dari satu kesepakatan dari para pendiri bangsa yang memiliki beragam latar belakang untuk merebut kemerdekaan dari penjajah. Setelah merdeka, para pendiri bangsa itu melahirkan Pancasila dengan nilai-nilai yang dikandungnya sebagai pondasi dalam membangun negeri.

Rerie pun menegaskan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila harus bisa diamalkan secara berkelanjutan dan lintas zaman dalam setiap langkah mengisi kemerdekaan. Sebab, ideologi dan filosofi kehidupan seperti Pancasila pada perjalanannya selalu saja melewati berbagai ujian dalam ruang dan waktu.

Hukum Indonesia yang Jauh dari Pancasila

Dalam kesempatan yang sama, Ratno Lukito menyampaikan hingga saat ini belum terjadi revolusi hukum di Indonesia. Hal ini, lanjutnya, dikarenakan hukum yang berlaku di Indonesia masih mewarisi nilai-nilai hukum di zaman Belanda.

Ia juga menyoroti draf revisi RUU KUHP yang sudah melewati belasan kali kajian, namun belum juga berhasil menjadi undang-undang hingga saat ini.

"Padahal bangsa Indonesia memiliki Pancasila yang nilai-nilai yang dikandungnya bisa menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan sebagai sumber hukum di negeri ini," imbuhnya.

Di sisi lain, Agus Wahyudi mengungkapkan hukum merupakan problem besar di Indonesia. Ia menilai banyak permasalahan yang terjadi di negeri ini sangat berkaitan dengan hukum.

"Hal itu terjadi karena proses transisi dari hukum di masa kolonial ke masa hukum nasional yang berlaku saat ini, belum mendapat penjelasan secara rinci terkait dasar-dasar hukum yang diberlakukan. Akibatnya, banyak pihak menginterpretasi hukum yang ada sesuai kepentingan masing-masing," jelasnya.

Karenanya, tegas Agus Wahyudi, nilai-nilai Pancasila bisa menjadi inspirasi pada proses pengembangan hukum di Indonesia.

Sementara itu, Atang Irawan berpendapat Undang-Undang 1945 dalam tatanan hukum nasional menjadi panduan setiap proses pembuatan kebijakan yang pelaksanaannya harus mengacu pada nilai-nilai Pancasila. Namun sayangnya, penerapan kebijakan di negeri ini seringkali pelaksanaannya menyimpang dari nilai-nilai Pancasila.

"Sebagai contoh nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa itu, mengandung makna keberagaman dan toleransi. Namun pada pelaksanaannya, pendirian tempat-tempat ibadah di negeri ini kerap kali menghadapi kendala," ungkapnya.

Oleh karena itu, upaya membumikan nilai-nilai Pancasila dalam setiap kebijakan yang diberlakukan sangat penting, dengan selalu mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.

Di lain pihak, Ihat Subihat mengungkapkan ada dua tantangan besar yang harus dihadapi Pancasila yaitu tantangan internal dan eksternal.

"Tantangan internal terjadi karena rakyat Indonesia mengalami amnesia sejarah, sehingga saat ini banyak terjadi konfrontasi ideologi, bahkan dalam bentuk ancaman untuk memecah belah bangsa dan penghancuran sumber daya alam," terangnya.

Baca Selengkapnya

Sedangkan tantangan dari luar, sambung Irhat, berupa budaya asing yang masuk seiring kemajuan teknologi di tengah upaya bangsa mewujudkan generasi yang memiliki nilai-nilai budi pekerti, ramah dan gotong-royong.

Sedangkan, Makmun Rasyid mengungkapkan di kalangan milenial tumbuh pemahaman Pancasila sebagai sumber hukum masih sebagai lip service saja. Padahal, Pancasila sebagai dasar negara tak hanya sekadar inspirasi, tapi juga harus diimplementasikan.

Ia juga mengaku prihatin terhadap hasil salah satu survei di kalangan milenial yang menunjukkan bahwa hanya Sila Pertama Pancasila Ketuhanan Maha Esa yang dikenal oleh kalangan milenial. Sementara, empat sila lainnya tidak banyak dikenal oleh kalangan milenial.

Kondisi itu, lanjut Makmun, menimbulkan kekhawatiran bahwa kelompok milenial yang tidak memahami Pancasila berpotensi melakukan tindakan yang menyimpang dari nilai-nilai yang disepakati di negeri ini.

Wartawan senior Saur Hutabarat menyoroti postulat kemanusiaan pada sila ke-2 Pancasila.

"Apakah hukuman mati sesuai dengan sila ke-2 Pancasila Kemanusiaan yang adil dan beradab?" tanyanya.

Menurutnya, hukuman mati tidak sesuai dengan nilai Kemanusiaan yang terkandung dalam Pancasila. Karenanya hukuman mati harus dicabut dari hukum positif di tanah air.

"Apalagi, di era modern hukuman mati di satu negara dinilai melanggar hak asasi manusia (HAM)," pungkasnya.

Halaman 2 dari 3
(prf/ega)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads