PKS menolak pengesahan revisi Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3). PKS menilai perubahan kedua Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan itu hanya melegitimasi UU Cipta Kerja yang dibatalkan bersyarat oleh MK.
"Perubahan UU P3 tidak lebih hanya untuk legitimasi UU Ciptaker yang sudah dibatalkan secara bersyarat oleh MK," kata anggota Baleg DPR Fraksi PKS Bukhori Yusuf saat dihubungi, Rabu (25/5/2022).
PKS juga menilai revisi UU P3 seharusnya bisa dibahas secara mendalam dengan mengundang pakar hingga akademisi di bidang hukum, sehingga pembahasan itu menghasilkan hasil yang lebih jernih dan komprehensif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Fraksi PKS mengusulkan agar dilakukan pembahasan yang lebih mendalam terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dengan mengundang para pakar hukum, akademisi di bidang ilmu perundang-undangan, serta praktisi untuk mendapatkan pandangan yang lebih jernih dan komprehensif," ujarnya.
Lebih lanjut, Ketua DPP PKS ini juga menilai pembahasan revisi UU P3 terkesan buru-buru atau kejar tayang. Dia menyayangkan hal tersebut.
"Pembahasan RUU ini terasa dilakukan secara tergesa-gesa dan kejar tayang untuk segera disahkan. Padahal seharusnya, DPR dapat menjalankan fungsi legislasi yang telah dijamin dalam konstitusi dengan lebih cermat dan hati hati karena menyangkut keberlakuan suatu undang-undang dalam waktu yang panjang dan kemaslahatan bagi masyarakat luas," ucapnya.
Simak alasan PKS selengkapnya di halaman berikutnya.
Simak Video: Diwarnai Penolakan PKS, Revisi UU PPP Resmi Jadi Usul Inisiatif DPR
Kemudian PKS mengungkap perubahan UU P3 ini seharusnya bisa dijadikan landasan untuk sekaligus menyelesaikan undang-undang yang tumpang tindih. Bukan hanya melegitimasi UU Cipta Kerja.
"Selain itu, sebaiknya revisi ini tidak dimaksudkan semata-mata untuk memberikan payung hukum terhadap UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, namun sebagai upaya untuk menyusun tata cara pembentukan peraturan perundang undangan dan menyelesaikan tumpang tindih peraturan perundang-undangan yang ada dalam rangka perbaikan kualitas legislasi agar memihak kepada kepentingan rakyat," ucapnya.
"Dengan disahkannya perubahan undang-undang ini, tetap harus ada pembahasan ulang secara benar terhadap UU tentang Cipta Kerja yang telah dinyatakan cacat formil/inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 91/PUU XVIII/2020 perihal Pengujian Formil UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap UUD Tahun 1945," lanjut Bukhori.
Sebelumnya, revisi UU P3 telah disahkan dalam rapat paripurna, Selasa (24/5). Pimpinan Baleg DPR M Nurdin menyampaikan laporan terkait hasil pembahasan tingkat. Dia menyebut hasil pembahasan tingkat satu disetujui oleh delapan fraksi. Adapun satu fraksi menolak adalah PKS.
"Setelah melakukan pembahasan 365 DIM dengan pemerintah pada 13 April 2022 malam hari, Baleg menggelar raker bersama pemerintah dan DPR RI, pemerintah diwakili fisik Menko Perekonomian, Menko Polhukam, dan perwakilan Kemenkumham," kata Nurdin.
"Dalam rapat kerja tersebut delapan fraksi, yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, Demokrat, PAN, dan PPP, menerima hasil kerja panja dan menyetujui RUU P3 agar disampaikan ke pimpinan DPR untuk pembahasan tingkat dua dalam rapat paripurna. Adapun Fraksi PKS belum dapat menyetujui RUU P3 dilanjutkan dalam pembicaraan tingkat dua. Namun, berdasarkan tatib DPR, rapat kerja memutuskan menyetujui hasil pembicaraan tingkat satu untuk dilanjutkan ke tingkat dua," lanjut Nurdin.
Puan lantas mempertanyakan kepada anggota Dewan terkait laporan tersebut. Seluruh anggota Dewan pun menyampaikan persetujuan.
"Kami tanyakan kepada seluruh anggota apakah RUU Perubahan kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dapat disetujui untuk disahkan jadi UU?" tanya Puan.
"Setuju," jawab anggota Dewan.