Ngaku Panik, Kolonel Priyanto Bantah Berniat Culik Handi-Salsa

Ngaku Panik, Kolonel Priyanto Bantah Berniat Culik Handi-Salsa

Nahda Rizki Utami - detikNews
Selasa, 24 Mei 2022 15:25 WIB
Jakarta -

Kolonel Inf Priyanto membantah telah melakukan penculikan terhadap sejoli Handi Saputra (18) dan Salsabila (14) akibat peristiwa kecelakaan lalu lintas di Nagreg, Jawa Barat. Pihak Priyanto menilai dakwaan oditur militer keliru.

Diketahui, selain didakwa dengan Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP, Pasal 333 KUHP, dan Pasal 181 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, Priyanto didakwa dengan Pasal 328 KUHP tentang penculikan. Namun pihak Priyanto membantah unsur penculikan dalam dakwaan oditur militer.

"Bahwa Oditur Militer keliru memahami tentang unsur Pasal 328 KUHP (penculikan) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Oditur militer sama sekali tidak menanggapi nota pembelaan kami secara yuridis dan substantif," kata pengacara Priyanto, Lettu Chk Feri Arsandi, saat membacakan duplik di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Timur, Selasa (24/5/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat kejadian, Priyanto mengaku panik karena menurutnya Handi dan Salsa sudah meninggal akibat kecelakaan. Dia pun memutuskan membawa jenazah Handi dan Salsa dan membuang jenazah ke sungai.

"Saat kejadian, terdakwa panik dan bingung karena korban sudah meninggal dunia sehingga terdakwa memutuskan untuk membawa jenazah kedua korban kecelakaan ke daerah Banyumas dan membuang ke Sungai Serayu," jelas Feri.

ADVERTISEMENT

Oleh karena itu, menurut Feri, Priyanto tidak memiliki niat untuk menculik Handi dan Salsa sebagaimana Pasal 328 KUHP. Feri meminta majelis hakim membebaskan kliennya.

"Karena itu, terdakwa baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama tidak pernah memiliki niat atau motif atau tujuan untuk melarikan atau menculik orang sebagaimana dimaksud dalam unsur kedua Pasal 328 KUHP," ujar Feri.

"Dan demi hukum, terdakwa dinyatakan bebas dari dakwaan kedua alternatif pertama," sambungnya.

Bantah Pembunuhan Berencana dan Sengaja Membunuh

Sebelumnya, penasihat hukum Kolonel Priyanto, Letda Aleksander Sitepu, membantah tudingan bahwa riyanto terlibat dalam pembunuhan berencana. Dia mengutip pendapat ahli hukum pidana Adami Chazawi soal unsur berencana dalam pasal itu. Ada tiga syarat yang harus terpenuhi terkait berencana. Pertama, soal memutuskan kehendak dalam suasana tenang, kedua ada tenggang waktu yang cukup, dan ketiga pelaksanaan kehendak dalam suasana tenang.

Selengkapnya halaman selanjutnya.

Aleksander mempertanyakan tuntutan Oditur yang hanya melihat dari sisi waktu kasus ini. Baginya, untuk membuktikan unsur ini tak cukup hanya melihat kehendak dan pelaksanaan kehendak.

"Bahwa Oditur Militer dalam surat tuntutan halaman 66 dalam uraian fakta hanya melihat dari sisi waktu, yaitu selama 5 jam 30 menit, memberikan peluang yang cukup bagi Terdakwa untuk merencanakan perbuatan mereka," ujarnya.

"Bahwa dalam membuktikan unsur dengan rencana terlebih dahulu, tidak cukup hanya melihat tenggang waktu yang cukup antara kehendak dan pelaksanaan kehendak, tapi juga harus ditinjau dari suasana kebatinan si penindak. Selain itu, juga tentunya dalam unsur dengan rencana terlebih dahulu sudah harus ditentukan kapan waktu kehendak itu dilaksanakan, di mana dilaksanakan, dan bagaimana cara kehendak itu dilaksanakan," lanjutnya.

Selanjutnya, Priyanto didakwa dengan Pasal 338 KUHP. Pasal ini mengatur terkait pidana pembunuhan, yang dimaknai sebagai perbuatan sengaja merampas nyawa orang lain, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara.

Aleksander mempertanyakan unsur kesengajaan dalam kasus ini. Dia menjelaskan beberapa jenis kesengajaan.

"Bahwa menurut memorie van toelichting, kata sengaja dimengerti sebagai willen dan weten, yaitu sebagai menghendaki dan mengetahui. Dalam doktrin ilmu pengetahuan hukum pidana dikenal adanya jenis kesengajaan, yakni kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan sebagai kepastian, kesengajaan sebagai kemungkinan," jelasnya.

Berdasarkan jenis kesengajaan itu, Aleksander yakin perbuatan priyanto dilandasi oleh motif.

"Dari unsur sengaja tersebut, harus bisa dipastikan apakah Terdakwa betul-betul mengetahui dan menghendaki apa yang akan terjadi dan apa akibatnya. Namun, sebelum melakukan perbuatan yang dikehendaki tersebut dengan unsur sengaja melakukan perbuatan pidana, perlu diketahui apa yang menyebabkan dilakukan kejahatan yang disebut sebagai motif," tuturnya.

"Bahwa sekalipun motif bukan unsur delik, akan tetapi perlu juga digali apakah ada atau tidak faktor penyebab terjadinya suatu tindak pidana," sambungnya.

Halaman 2 dari 2
(yld/yld)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads