Kemendagri Atur Nama di KTP demi Hindari Nama Aneh seperti Gila hingga Asu

Kemendagri Atur Nama di KTP demi Hindari Nama Aneh seperti Gila hingga Asu

Eva Safitri - detikNews
Senin, 23 Mei 2022 20:44 WIB
Jakarta -

Kemendagri mengeluarkan aturan terkait penulisan nama di kartu tanda penduduk (KTP). Hal itu guna menghindari adanya nama-nama yang aneh dan memberikan perlindungan sejak dini pada anak.

Aturan itu terdapat dalam Permendagri No 73 Tahun 2022. Adapun Kemendagri mengungkap temuan sejumlah nama yang disebut aneh mulai dari karakter yang terlalu banyak hingga ada yang bertentangan dengan norma kesusilaan.

"Nama merupakan penyebutan untuk memanggil seseorang sebagai identitas diri. Berdasarkan basis data kependudukan (database SIAK), terdapat nama-nama yang jumlah huruf terlalu banyak, panjang melebihi ketentuan karakter pada aplikasi dan formulir dokumen, contoh: Ikajek Bagas Paksi Wahyu Sarjana Kesuma Adi, Emeralda Insani Nuansa Singgasana Pelangi Jelita Dialiran Sungai Pasadena," kata Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh dalam keterangan tertulisnya, Senin (23/5/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Terdapat pula nama yang terdiri dari 1 huruf dan nama yang disingkat sehingga dapat diartikan berbagai macam, contoh A, M Panji, A Hakam AS Arany, KD Katherina Hasan. Juga ada nama yang mempunyai makna negatif, contoh: Jelek, Orang Gila, H Iblis, Aji Setan, Neraka IU. Banyak pula nama yang bertentangan dengan norma kesusilaan, contoh Pantat, Aurel Vagina, Penis Lambe. Ada juga nama yang merendahkan diri sendiri dan bisa menjadi bahan perundungan, contoh Erdawati Jablay Manula, Lonte, Asu, Ereksi Biantama," sambungnya.

Selain itu ada nama-nama yang berpengaruh negatif pada kondisi anak, contoh Tikus, Bodoh, Orang Gila. Ada juga yang menamakan anak menggunakan nama Lembaga negara, mewakili atau menyerupai jabatan, pangkat, penghargaan, contoh: Mahkamah Agung, Bapak Presiden, Polisi, Bupati, Walikota.

ADVERTISEMENT

Zudan mengatakan nama yang terlalu panjang akan menyebabkan sulitnya penulisan nama lengkap pada basis data maupun dokumen fisik (Akta lahir, KTP-el, KIA, SIM, paspor, STNK, ijazah dan ATM Bank). Serta juga menyebabkan perbedaan penulisan nama seseorang pada dokumen yang dimiliki oleh satu orang yang sama akibat keterbatasan jumlah karakter pada masing-masing dokumen.

Oleh karena itu dibuat aturan pencatatan nama dokumen kependudukan. Dengan begitu, kata Zudan, identitas yang dimiliki seseorang dapat memberikan kepastian hukum.

"Setiap penduduk memiliki identitas diri dan negara harus memberikan pelindungan dalam pemenuhan hak konstitusional dan tertib administrasi kependudukan. Selain itu, pencatatan nama pada dokumen kependudukan perlu diatur sebagai pedoman bagi penduduk dan pejabat yang berwenang melakukan pencatatan untuk memudahkan pelayanan publik," ujarnya.

"Tujuan aturan ini dibuat untuk sebagai pedoman pencatatan nama, pedoman dalam penulisan nama pada dokumen kependudukan, meningkatkan kepastian hukum pada dokumen kependudukan, memudahkan dalam pelayanan administrasi kependudukan, perlindungan hukum, pemenuhan hak konstitusional dan mewujudkan tertib administrasi kependudukan," imbuh Zudan.

Dukcapil imbau nama minimal dua kata, simak di halaman berikut

Nama Diimbau Minimal Dua Kata

Zudan akan menyosialisasikan secara masif Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 ini. Dia menekankan bahwa pencatatan nama pada dokumen kependudukan mesti sesuai prinsip norma agama, kesopanan, kesusilaan, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Antara lain syaratnya mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir, jumlah huruf paling banyak 60 karakter termasuk spasi dan nama paling sedikit dua kata," jelasnya.

Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan anak dalam pelayanan publik lainnya. Zudan memberi contoh saat pendaftaran sekolah. Ketika si anak diminta guru menyebutkan namanya, dalam pembuatan ijazah, paspor dan lain sebagainya.

"Jika ada nama orang hanya satu kata, disarankan, diimbau untuk minimal dua kata, namun jika pemohon bersikeras untuk satu kata, boleh," ucapnya.

Hal ini hanya bersifat imbauan dan namanya tetap bisa dituliskan dalam dokumen kependudukan.

"Alasan minimal dua kata adalah lebih dini dan lebih awal memikirkan, mengedepankan masa depan anak, contoh ketika anak mau sekolah atau mau ke luar negeri untuk membuat paspor minimal harus dua suku kata, nama harus selaras dengan pelayanan publik lainnya," tutur Zudan.

Halaman 2 dari 2
(eva/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads