3 Poin Penting Kesepakatan Pemilu 2024 di Rapat Konsinyering

3 Poin Penting Kesepakatan Pemilu 2024 di Rapat Konsinyering

Tim detikcom - detikNews
Minggu, 15 Mei 2022 20:34 WIB
Petugas Kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) melakukan perhitungan surat suara di Manggarai Selatan, Jakarta, Rabu (11/72012). dari empat TPS di Kelurahan Manggarai pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli memperoleh 481 suara sementara Pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahja memperoleh 472 suara di daerah tersebut. file/Jhoni Hutapea/detikcom
Ilustrasi kertas suara. (Foto: Jhoni Hutapea)
Jakarta -

Komisi II DPR yang membidangi urusan pemilu, pemerintah, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru saja menggelar rapat konsinyering saat masa reses. Rapat itu digelar di hotel daerah Jakarta yang berlangsung sejak Jumat, 13 Mei, hingga Minggu, 15 Mei 2022. Dalam rapat tersebut, sejumlah poin penting terkait tahapan pemilu 2024 disepakati. Berikut poinnya.

Anggaran Pemilu 2024 Rp 76 T

Rapat konsinyering antara DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu, menyepakati anggaran pemilu 2024 sebesar Rp 76 triliun. "Disepakati sesuai usulan anggaran dari KPU sesuai tahapan total Rp 76.656.312.294.000," kata Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Junimart Girsang, saat dihubungi, Minggu (15/5/2022).

Junimart mengatakan anggaran itu dicairkan secara bertahap. Dia memerinci anggaran itu digelontorkan sebanyak Rp 8 triliun pada tahun ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara, pada tahun 2023, anggaran dikucurkan sebesar Rp 23 triliun. Pada 2024 yakni sebesar Rp 44 triliun.

"Tahun 2022 sebesar Rp. 8.061.085.734.000, 2023 sebesar 23.857.317.226.000, 2024 sebesar 44.737.909.334.000," lanjut Junimart.

ADVERTISEMENT

Untuk diketahui, keputusan yang diambil dalam rapat konsinyering masih belum bersifat final. Keputusan resmi akan diketuk palu dalam rapat kerja saat masa sidang DPR dibuka atau tak dalam masa reses. Rapat kerja itu melibatkan Komisi II DPR bersama pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan penyelenggara pemilu.

Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi NasDem, Saan Mustopa, menyebut rapat kerja itu akan digelar akhir Mei mendatang. Hal itu mengingat tahapan pemilu dimulai pada Juni.

"Iya nanti rapat lagi, baru kita putuskan di akhir Mei. Biar nanti masuk masanya, di Juni itu sudah siap semua," kata Saan kepada wartawan, Minggu (15/5/2022).

Sebelumnya, pengesahan anggaran pemilu tertunda seiring wacana penundaan pemilu. KPU sempat mengajukan anggaran sekitar Rp 86 triliun, tetapi dikritik pemerintah dan DPR.

Mereka kembali mengajukan anggaran Rp 76 triliun dalam beberapa rapat terakhir. Namun usulan itu belum kunjung ditandatangani pemerintah dan DPR.

Lihat juga video 'PKB Belum Tentukan Sikap untuk Gabung Koalisi Indonesia Bersatu':

[Gambas:Video 20detik]



Simak selengkapnya di halaman berikut.

Durasi Masa Kampanye Dipangkas Jadi 75 Hari

Selain soal anggaran pemilu, rapat konsinyering tersebut menyepakati masa kampanye pemilu 2024 dipangkas menjadi 75 hari. Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa menjelaskan kesepakatan tersebut dilatarbelakangi sejumlah pertimbangan. Menurut Saan, durasi masa kampanye dipersingkat untuk menghindari polarisasi di masyarakat imbas tahun politik sebagaimana yang terjadi pada 2019 dan 2014 lalu.

"Itu mayoritas fraksi, ya, meminta itu (75 hari). Pertama, menghindari polarisasi. Kampanye yang terlalu lama itu kan bisa menimbulkan polarisasi di masyarakat. Ini membahayakan dalam konteks keutuhan dan sebagainya. Ini introspeksi 2019 dan 2014, kan," kata Saan saat dihubungi, Minggu (15/5).

Saan mengatakan masa durasi kampanye yang singkat juga diharap akan lebih efisien di tengah situasi pemulihan pandemi. "Terkait juga dengan efisiensi. Ini pemilu kita kan masih suasana pemulihan saat masa pandemi. Dan tentu belum stabil semua baik dari sisi ekonomi, sosial. Bahkan kita juga belum tahu pandemi ke depannya seperti apa, maka perlu juga dilakukan efisiensi dengan tidak mengurangi kualitas dari kampanye itu sendiri," ujar Ketua DPW NasDem Jawa Barat itu.

Lebih lanjut, Saan menyebut pihaknya meminta pemerintah dan penyelenggara pemilu melakukan efisiensi produksi dan distribusi logistik pemilu. Salah satunya terkait pencetakan kertas suara.

"Dalam rangka itu, kita juga minta pemerintah menyiapkan regulasi ya, terutama pengadaan dan distribusi logistik terkait dengan kandisasi seperti kertas suara, formulir, dan sebagainya," ujar Saan.

Pemerintah juga diminta menyiapkan regulasi terkait tahapan pemilu. Saan menyebut masih akan menunggu hasil simulasi pelaksanaan kampanye berdurasi 75 hari yang dilakukan oleh KPU.

"Kita minta pemerintah menyiapkan regulasi itu dalam rangka mendukung kampanye yang 75 hari itu. Nanti itu disimulasikan, nanti lihat simulasinya seperti apa, karena kan pemerintah juga ada usulan 90 hari," katanya.

Terkait persidangan atas sengketa yang muncul saat masa kampanye, Saan mengatakan pihaknya sedang menkonsultasikan ihwal itu dengan Mahkamah Agung. Dia berharap proses persidangan di PTUN dapat dipercepat terkait kasus kepemiluan 2024.

"Kami meminta KPU untuk mensimulasikan durasi masa kampanye 75 hari tapi dengan syarat nanti yang bersengketa di PTUN-nya bisa cepat selesai juga. Jadi dengan durasi masa kampanye 75 hari, terus ada sengketa, itu bisa disingkat waktunya soal penanganan sengketanya dengan Mahkamah Agung kan," katanya.

"Nah makanya untuk soal sengketa di PTUN, nanti DPR akan coba konsultasi dengan Mahkamah Agung," imbuh Saan.

Dihubungi terpisah, Junimart Girsang pun menyebut bahwa durasi masa kampanye yang singkat berorientasi untuk mengefisienkan waktu dan anggaran.

"Dari hasil diskusi, kajian kami dalam konsinyering tersebut, Komisi II menyampaikan masa kampanye cukup 75 hari saja dengan pertimbangan efisiensi waktu dan anggaran. Masa kampanye tersebut mengingat masih dalam masa dan/atau transisi pandemi ke endemi. Untuk kampanye, fisik 60 hari, virtual 15 hari," kata Junimart.

Tak Pakai Sistem E-Voting

Saan memastikan pelaksanaan Pemilu 2024 tak menggunakan sistem pencoblosan elektronik atau e-voting. Menurutnya, saat ini masih ada sejumlah kendala untuk merealisasikan e-voting pada 2024.

"Kalau e-voting itu kan nggak mungkin ya karena kita memang masih banyak kendala. Kemungkinan kita menggunakan teknologi informasi, digitalisasi itu melalui beberapa tahapan, mungkin dari soal pemutakhiran data pemlih, verifikasi partai politik, dan hal lain, yang diupayakan kan soal rekapitulasi elektronik tapi ini kan membutuhkan payung hukum. Nah nanti kita coba diskusikan gimana," kata dia.

Saan mengatakan pihaknya telah meminta kepada KPU terkait tahapan pemilu apa saja yang dapat menggunakan sistem teknologi informasi. KPU saat ini memiliki sejumlah sistem teknologi informasi terkait kepemiluan seperti Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) dan Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap).

"Kami juga sudah minta KPU, tahapan mana yang nanti bisa menggunakan teknologi informasi, kayak Sipol kan sudah pasti, terus nanti pemutakhiran data. Kemudian juga Sirekap," lanjutnya.

Halaman 2 dari 2
(fca/fca)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads