Setelah 'tertidur' selama tiga dekade, klan Ferdinand Marcos bangkit di Filipina. Ferdinand 'Bongbong' Marcos Junior berhasil memenangi Pilpres 2022 di negaranya. Apakah klan Soeharto di Indonesia juga bisa bangkit seperti klan Marcos di Filipina?
Ferdinand Marcos dan Soeharto sama-sama pernah berkuasa selama lebih dari satu dekade di negara masing-masing. Dahulu kala, Ferdinand Marcos berkuasa pada 1965 sampai 1986. Saat rezim Marcos berkuasa, sentimen antikomunisme revolusioner dia gaungkan. Dia mematikan media massa dan menangkap lawan politik. Pada masanya pula, korupsi dan kroniisme meluas. Uang negara disedot ke rekening pribadi Marcos di Swiss.
Pada 1986, Marcos kembali terpilih menjadi Presiden Filipina. Namun pemilu yang diduga dipenuhi kecurangan, intimidasi, dan kekerasan ini menjadi titik klimaks bagi dirinya. Marcos akhirnya diturunkan dari jabatannya dalam Revolusi EDSA (Epifanio de los Santos Avenue) pada tahun yang sama. Bersama istrinya, Imelda, Marcos melarikan diri dari Filipina. Marcos meninggal di pengasingannya di Hawaii pada 1989.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Soeharto, Presiden ke-2 RI, berkuasa selama 32 tahun. Soeharto lengser pada 1998 seiring momentum reformasi. Saat reformasi, rakyat protes soal krisis ekonomi serta korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang berurat-akar. Selepas Soeharto tak lagi menjabat presiden, sejumlah anaknya juga menjajaki politik praktis.
Lampu Kuning untuk RI!
Staf Peneliti di Pusat Riset Politik-Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN), Wasisto Raharjo Jati, menilai terpilihnya Ferdinand 'Bongbong' Marcos Jr di Filipina sebagai peringatan untuk demokrasi di Indonesia. Soalnya, gejala politik ini sudah kian umum di Asia Tenggara.
"Secara regional, bangkitnya klan Marcos, begitu pula dengan pemerintahan militeristik di Myanmar dan Thailand, sekarang ini menunjukkan adanya lampu kuning terhadap perkembangan demokrasi di ASEAN, termasuk pula Indonesia," kata Wasisto membagikan perspektifnya kepada detikcom, Kamis (12/5//2022).
Wasisto melihat adanya kemunduran demokrasi di kawasan regional Asia Tenggara. Ada kecenderungan yang tampak di permukaan, masyarakat Asia Tenggara cenderung suka dengan sosok yang 'kuat'. Tidak mustahil, kecenderungan ini juga bisa mempengaruhi Pilpres 2024.
"Kepemimpinan orang kuat dan machoisme kekuasaan kini menjadi pola umum yang bisa berpotensi terjadi di Indonesia pada 2024," kata Wasisto.
Di Filipina, ada jarak antara pelengseran Marcos 1986 dan Pemilu Filipina 2022. Generasi muda Filipina kini berjarak dengan sejarah catatan buruk rezim Marcos dahulu kala. Di Indonesia, momen lengsernya Soeharto pada 1998 juga sudah lama terjadi.
![]() |
Anak-anak muda berpotensi tidak paham pada isu-isu yang melatarbelakangi dorongan rakyat agar Soeharto lengser kala itu. Generasi muda saat ini menjadi generasi yang ahistoris. Generasi ahistoris ini rentan sekali terjangkit hoax yang membelokkan catatan sejarah. Kalau begitu kondisinya, sejarah bisa berulang! Apalagi kampanye media sosial juga mudah sekali dilakukan.
"Hal inilah yang rentan terkena disinformasi soal kampanye glorifikasi Orba dan atribut otoritarianisme yang menekankan stabilitas sosial dan pertumbuhan ekonomi," kata Wasisto.
Tulisan-tulisan 'Piye kabare? Enak jamanku to? dengan gambar Soeharto menjadi kian akrab. Narasi soal kebutuhan pangan yang tercukupi di era Orde Baru, keamanan yang stabil, maupun ekonomi yang berimbang seolah membangkitkan romantisme masa lalu.
![]() |
Selanjutnya, apakah klan Soeharto masih kuat?:
Tonton Video: Anak Diktator Ferdinand Marcos Jr Memenangkan Pilpres Filipina
Tapi, apa klan Soeharto masih kuat?
Wasisto menilai klan Soeharto berbeda dengan klan Marcos. Klan Marcos punya jejaring keluarga besar yang mengakar kuat di daerah-daerah meski Marcos sudah lama lengser.
"Klan Soeharto maupun klan politik lainnya tidak semuanya terjun ke politik praktis sehingga tidak terjadi transfer menjalankan kekuasaan ke generasi berikutnya," kata Wasisto.
Dulu, anak Soeharto bergabung di Golkar. Mereka adalah Tommy Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana (Tutut), Bambang Trihatmodjo, dan Siti Hediati Hariyadi (Titiek) Soeharto. Kini mereka sudah keluar dari Golkar.
![]() |
Mungkin klan Soeharto sudah tidak terlalu kuat. Namun bagaimana dengan oligarki era Orde Baru yang berhasil mereorganisasi di era reformasi sampai sekarang? Apakah mereka bisa bangkit dan membangkitkan Orde Baru?
"Oligark di masa sekarang ini cenderung terdesentralisasi sehingga banyak aktornya," kata Wasisto.
Marcos Jr Bisa Menang karena Budaya Politik Ini
Guru besar hubungan internasional Universitas Indonesia (UI) Evi Fitriani menyebut budaya politik di Filipina turut mempengaruhi kesuksesan Ferdinand 'Bongbong' Marcos Jr.
![]() |
Evi menyebut sejumlah klan yang memiliki kekuasaan politik tersebut juga kuat secara finansial. Mereka disebut juga menguasai kongres hingga parlemen. Jadi hal itu memudahkan Marcos Jr untuk berkuasa kembali di Filipina seperti ayahnya. Ada dua klan kuat di Filipina, yakni klan Marcos dan klan Aquino.
"Jadi mereka kayak tuan tanah itu, terus menguasai akses ke sumber ekonomi dan mereka secara tradisional ya menguasai kongres, menguasai parlemen, dan itu ada di keluarga-keluarga tertentu saja. Jadi politiknya mutar-mutar di situ saja sebetulnya," tutur Evi, Selasa (10/5).
"Karena mereka memang sistem politiknya sangat terkonsentrasi di tangan beberapa keluarga, klan, political clan," imbuhnya.
Menurut Evi, walaupun Marcos telah digulingkan pada 1986, Marcos Jr tetap bisa memenangi Pilpres Filipina. Sebab, keluarga Marcos yang kuat secara finansial, juga kuat secara politik, akan memudahkan jalan Marcos Jr memimpin Filipina.
"Jadi walaupun Marcos itu waktu itu sudah jatuh, karena keluarganya kaya, secara politik kuat, anaknya kan tetap jadi gubernur kan. Beberapa periode yang lalu menjadi anggota senat dan sekarang akhirnya running lagi," sebutnya. Marcos Jr, yang baru saja menang pilpres, juga pernah menjabat gubernur, anggota kongres, dan senator.