Ragam Komentar ke Deddy Corbuzier Usai Konten LGBT Bikin Geger

Ragam Komentar ke Deddy Corbuzier Usai Konten LGBT Bikin Geger

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 11 Mei 2022 20:42 WIB
Podcast Deddy Corbuzier
Deddy Corbuzier. (YouTube Deddy Corbuzier)
Jakarta -

Video podcast wawancara Deddy Corbuzier dengan pasangan gay membuat gaduh karena dinilai memuat konten LGBT. Berbagai komentar tertuju ke Deddy Corbuzier atas hasil wawancaranya yang dianggap sejumlah pihak mengandung nilai-nilai LGBT.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Cholil Nafis sempat mengkritik tayangan podcast Deddy Corbuzier yang mengundang pasangan LGBT Ragil Mahardika dan Frederik Vollert.

Cholil menilai LGBT ketidaknormalan yang harus diobati. Kritikan itu diunggah Cholil dalam akun Twitternya, Senin (9/5). Cholil mengizinkan cuitannya dikutip.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya masih menganggap LGBT itu ketidaknormalan yang harus diobati bukan dibiarkan dengan dalih toleransi," kata Cholil.

Cholil tidak membenarkan alasan pasangan gay itu karena bawaan lahir. Menurutnya, setiap manusia sudah diciptakan untuk berpasang-pasangan lelaki dengan wanita. Cholil lantas menilai seharusnya tidak menampilkan pasangan gay di ruang publik.

ADVERTISEMENT

"Meskipun itu bawaan lahir, bukan itu kodratnya. Manusia itu yang normal adalah laki berpasangan dengan perempuan begitu juga sebaliknya," ujarnya.

"Janganlah kita ikut menyiarkan pasangan LGBT itu," ujarnya.

Cholil berharap Deddy Corbuzier paham bahwa Islam melarang LGBT. Menurutnya, LGBT harus diamputasi, bukan ditoleransi.

"Yang jelas pasangan itu sudah masuk podcast-nya. Saya berharap yang punya podcast itu paham kalau Islam melarang dan mengutuk LGBT. LGBT itu harus diamputasi bukan ditoleransi," tuturnya.

Deddy Corbuzier Hapus Video

Deddy Corbuzier akhirnya meminta maaf mengenai kecaman yang dialamatkan warga kepadanya. Dalam pernyataannya, Deddy Corbuzier menolak disebut mendukung kegiatan LGBT.

"Seperti biasa ketika gaduh di sosmed..Saya minta maaf. Kebetulan masih dalam suasana bulan Syawal," tulis Deddy Corbuzier di Instagram-nya, Selasa (10/5).

"Sejak awal saya bilang tidak mendukung kegiatan LGBT. Saya hanya melihat mereka sebagai manusia. Hanya membuka fakta bahwa mereka ada di sekitar kita dan saya pribadi merasa tidak berhak men-judge mereka," lanjutnya.

Deddy Corbuzier juga mengungkapkan bakal menurunkan video yang sudah membuat gaduh itu. Kini, terlihat video itu sudah tidak ada di channel YouTube miliknya.

"I'm taking down the video. But I still believe they are human. Hope they will find a better way. Sorry for all," tutupnya.

Simak selengkapnya, di halaman selanjutnya:

Saksikan Video 'PKS Pertanyakan Konten Gay Deddy Corbuzier: Inisiatif atau Pesanan?':

[Gambas:Video 20detik]



Mahfud Md: Belum Dilarang oleh Hukum

Menteri Koordinator Bidang, Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menyebut LGBT dan konten yang menayangkannya belum dilarang oleh hukum. Dilihat detikcom, Rabu (11/5), hal itu dijelaskan Mahfud melalui akun Twitter resminya @mohmahfudmd. Dia memberi penjelasan menanggapi pernyataan Said Didu.

Mulanya, Said Didu mengomentari pernyataan Mahfud yang menyebut Indonesia adalah negara demokrasi. Said Didu mengatakan demokrasi bukan berarti dapat bebas melakukan apa saja. Said menyebut semua tindakan harus dibatasi oleh hukum, etika, dan agama.

Mahfud lalu membalas cuitan Said Didu, dia menilai pemahaman Said Didu bukan sebagai pemahaman hukum. Mahfud juga menyebut saat ini LGBT dan penyiarannya belum dilarang oleh hukum, sehingga kasus konten YouTube Deddy Corbuzier dinilai bukan kasus hukum.

Berikut pernyataan lengkap Mahfud Md melalui akun Twitter-nya:
(Tulisan telah disesuaikan dengan ejaan yang benar)

Pemahaman Anda bukan pemahaman hukum. Coba saya tanya balik: mau dijerat dengan UU nomor berapa Deddy dan pelaku LGBT? Nilai-nilai Pancasila itu belum semua menjadi hukum. Demokrasi harus diatur dengan hukum (nomokrasi). Nah LGBT dan penyiarnya itu belum dilarang oleh hukum. Jadi ini bukan kasus hukum

Berdasar asas legalitas orang hanya bisa diberi sanksi heteronom (hukum) jika sudah ada hukumnya. Jika belum ada hukumnya maka sanksinya otonom (seperti caci maki publik, pengucilan, malu, merasa berdosa, dll). Sanksi otonom adalah sanksi moral dan sosial. Banyak ajaran agama yang belum menjadi hukum.

Contoh lain, Pancasila mengajarkan bangsa Indonesia "berketuhanan" tapi tak ada orang dihukum karena tak bertuhan (ateis). Mengapa? Ya, karena belum diatur dengan hukum. Orang berzina atau LGBT menurut Islam juga tak bisa dihukum karena hukum zina dan LGBT menurut KUHP berbeda dengan konsep dalam agama.

Ketua PBNU Maklumi Deddy Corbuzier

Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur) mengapresiasi langkah Deddy Corbuzier meminta maaf dan menghapus konten YouTube terkait isu LGBT yang menuai polemik. Gus Fahrur memaklumi kekhilafan Deddy karena masih mualaf.

"Dia telah minta maaf, ini patut diapresiasi sebagai langkah positif dan kesatria. Sebagai manusia biasa, mungkin dia khilaf atau belum mengerti tentang hukum Islam terhadap LGBT, ini harus dimaklumi karena dia masih mualaf," kata Gus Fahrur dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (11/5)

Gus Fahrur mendukung Deddy terus berkreasi dan mencerahkan masyarakat. Menurut dia, satu kesalahan tidak harus menghapus seribu kebaikan sebelumnya.

Simak selengkapnya, di halaman selanjutnya:

"Semoga ke depannya dia semakin berhati hati dalam berkarya dan terus berkembang dengan konten yang bermanfaat bagi masyarakat," ujar Gus Fahrur.

"Dia seorang mentalis yang hebat, kritis, dan kreatif," sambung dia.

MK Sudah Serukan DPR untuk Atur LGBT di KUHP

Lima tahun lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memerintahkan DPR untuk segera mengatur LGBT dalam hukum Indonesia. Sebagaimana dikutip detikcom dari putusan MK, Rabu (11/5), perintah itu dituangkan dalam Putusan Nomor 46/PUU-XIV/2016 yang diketok pada 2017.

Putusan itu atas permohonan pemohon yang merupakan guru besar IPB Bogor, Prof Euis Sunarti dkk. Para pemohon meminta agar MK meluaskan makna zina yaitu semua hubungan seks di luar pernikahan dikenai pidana.

Termasuk pula hubungan sesama jenis agar bisa diatur di KUHP. Salah satu alasan menggugat ke MK karena pemohon menilai RUU KUHP di DPR sangat lama. Bahkan sejak 50 tahun silam. Apa kata MK?

"Argumentasi bahwa proses pembentukan undang-undang memakan waktu lama tidak dapat dijadikan alasan pembenar bagi Mahkamah untuk mengambil-alih wewenang pembentuk undang-undang," demikian pertimbangan MK.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads