Sanggar Anak Harapan berdiri dari mimpi pendirinya yang tidak ingin anak-anak mencari rezeki di jalanan. Kondisi lingkungan yang tidak aman serta keluarga yang menuntut anak untuk membantu mencari penghasilan, membuat mereka tidak memiliki banyak pilihan. Perempuan berusia 33 tahun itu mengatakan, anak-anak yang mencari uang di jalan sering kali menjadi objek kekerasan.
Lina Desinah atau yang akrab dipanggil Desboy sangat paham bagaimana budaya hidup di keluarga menjadi faktor pendorong terenggutnya hak anak di kampungnya, Tanah Merah. Sebagai penggagas sanggar, Desboy mengaku bisa menampung belasan anak jalanan usia 7 - 12 tahun saat pertama kali Sanggar Anak Harapan berdiri.
Dicky Takiyudin, adik Desboy yang sejak awal bergabung sebagai anak sanggar mengakui, kini sanggar mampu menampung lebih banyak anak. Bedanya, Sanggar Anak Harapan tidak lagi berperan sebagai shelter melainkan berubah menjadi sekolah bagi anak-anak kelahiran Tanah Merah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tingkat keberhasilan Desboy menurut gua, pencapaiannya saat ini bagaimana dia bisa menyalurkan anak-anak. Saat ini yang berhasil gua liat 3 orang, 79 anak mungkin 100 sama angkatan sebelumnya. Seratus anak dapat beasiswa orang tua asuh. Membantu mereka secara pendidikan dan kebutuhan selama sebulan, apalagi selama pandemi ini di bantu secara vitamin atau segala macem dibantu," ujar Dicky dalam program Sosok, Minggu (8/5/2022).
Bukan tanpa usaha, untuk mempertahankan kegiatan di sanggarnya, Desboy harus mencari penghasilan tambahan. Selain itu, ada berbagai strategi yang diusahakan Desboy agar sanggar dapat dikenal oleh para dermawan yang ingin mendukung pendidikan anak-anak agar tidak turun ke jalan.
Agnes dan Regina, guru relawan yang sudah setahun mendidik anak-anak tanah Merah lewat Sanggar Anak Harapan mengakui. Desboy adalah orang yang rela bekerja keras agar pendidikan anak-anak di kampungnya tidak berhenti.
"Kak Desboy orang yang nggak pernah menyerah dan terus menerus berusaha untuk orang lain tanpa mempedulikan dirinya sendiri. Dia kerja, gajinya tuh untuk anak-anak, untuk menghidupi sanggar. Benar-benar kerja keras, meskipun kita tau dia lagi capek badannya, sakit, tetap pergi kerja," kata Agnes.
Sementara itu, Regina menjelaskan, Desboy bukan hanya motor penggerak sanggar melainkan teladan bagi para muridnya,"Iya saya setuju dan kalau menurut saya pribadi dia lebih dia sosok yang mengayomi."
Lain halnya dengan Desboy, ada nilai lebih yang diperolehnya saat memperjuangkan pendidikan anak-anak usia belia di kampungnya. Ia menuturkan, berbagai Tindakan yang dilakukannya ini adalah obat bagi masa lalunya yang tidak sempat memperoleh pendidikan formal dengan layak.
"Kebales sih, kebales harusnya saat aku kecil ada beberap orang yang seperti itu. Selama ini kan coba seperti menyalahkan keluarga sendiri kan. 'Aduh keluarga gue nggak mampu nih, makanya gua kaga sampe kuliah saat itu'. Setelah punya sanggar ini dan kuliah tentang psikologi jadi berpikir, oh ternyata orang tua gua itu sesusah itu lho. Setertekan itu lho hidupnya kaya gitu," katanya.
Bagi Desboy, pengalaman masa mudanya menjadi pelajaran berharga bagi kehidupannya di masa kini. Ia menyadari, orang tua berperan penting terhadap perkembangan anak-anak didiknya. Maka, ia pun berusaha merangkul dan memberi pemahaman kepada para orang tua murid untuk saling bekerja sama demi masa depan anak-anak mereka.
"Oke bu anaknya taruh di sanggar itu harus keputusan bersama dan harus di sadari. Artinya kita sama-sama menjadi orang tua buat anak ini, baik yang kandung maupun yang ngasuh, kita nyari suasana yang terbaik buat anak kita," terang Desboy sambil mencontohkan diskusinya dengan para orang tua murid.
Saksikan Kisah Lengkapnya: Sosok Desboy, Pelindung Anak Jalanan Tanah Merah