Jakarta -
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) memastikan akan mengevaluasi pewawancara buntut status Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK), Budi Santoso Purwokartiko, yang bernada SARA. LPDP memastikan pernyataan itu merupakan statement pribadi Budi Santoso Purwokartiko.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Utama LDPD Andin Hadiyanto. Dia awalnya menjelaskan bahwa lembaga LPDP merupakan lembaga profesional dan berintegritas berdasarkan Pancasila yang tidak menyetujui sikap ujaran kebencian dan SARA.
"LPDP adalah lembaga pengelola dana abadi pendidikan yang berasal dari APBN dan dikelola secara profesional dan berintegritas, berdasarkan Pancasila dan nilai Kebangsaan Indonesia yang Bhinneka dan Bersatu, yang menghargai dan menghormati perbedaan. LPDP menjunjung tinggi etika dan adab kepatutan serta toleransi dan tidak memperkenankan dan tidak menyetujui sikap dan ujaran kebencian, serta sikap diskriminasi, termasuk sentimen berdasarkan SARA," kata Andin dalam keterangannya, Minggu (1/5/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Andin memastikan apa yang disampaikan oleh Budi Santosa Purwokartiko merupakan opini pribadi. Menurutnya, tindakan tersebut akan mempengaruhi reputasinya sebagai interviewer di program beasiswa LPDP.
"Meskipun tulisan Saudara Budi Santosa Purwokartiko adalah opini pribadi, namun berpotensi menimbulkan risiko reputasi terhadap kegiatan ybs sebagai interviewer program beasiswa Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA), yaitu program untuk mendanai mahasiswa Indonesia yang melakukan mobilitas di universitas terkemuka di luar negeri selama kurang-lebih satu semester," ucapnya.
Lebih lanjut, Andin menyebut seharusnya proses seleksi beasiswa LPDP dilakukan secara objektif, adil, dan menghargai keberagaman sesuai nilai-nilai kebangsaan. Karena itu, dia menegaskan ada kode etik yang harusnya dipatuhi interviewer program beasiswa LPDP.
"Sesuai ketentuan, interviewer juga harus mematuhi kode etik dalam melaksanakan tugas dan diharapkan melakukan seleksi wawancara secara profesional dan objektif," imbuhnya.
Atas dasar itu lah, Andin memastikan pihaknya akan mengevaluasi setiap interviewer LPDP, termasuk Budi Santosa Purwokartiko.
"LPDP akan terus berkoordinasi dengan Kemendikbudristek untuk terus mengevaluasi dan mengawasi pelaksanaan tugas para interviewer untuk menjamin pelaksanaan seleksi program beasiswa yang dikolaborasikan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku," tuturnya.
Simak selengkapnya isi status Rektor ITK yang menuai sorotan di halaman berikutnya.
Lihat juga Video: Arteria ke Masyarakat Sunda: Maaf, Tidak Ada Maksud untuk Rasis
[Gambas:Video 20detik]
Status Medsos Rektor ITK
Untuk diketahui, Rektor ITK Budi Santosa Purwokartiko dianggap rasis karena status di media sosialnya saat menceritakan pengalamannya sebagai pewawancara calon penerima beasiswa LPDP. Seperti apa tulisan Budi itu?
Berikut isi status Budi yang dinilai rasis itu:
Saya berkesempatan mewawancara beberapa mahasiswa yang ikut mobilitas mahasiswa ke luar negeri, program Dikti yang dibiayai LPDP ini banyak mendapat perhatian dari para mahasiswa. Mereka adalah anak-anak pinter yang punya kemampuan luar biasa, jika diplot dalam distribusi normal, mereka mungkin termasuk 2,5% sisi kanan populasi mahasiswa.
Tidak satu pun saya mendapatkan mereka ini hobi demo yang ada adalah mahasiswa dengan IP yang luar biasa tinggi di atas 3.5 bahkan beberapa 3.8 dan 3.9. Bahasa Inggris mereka cas cis cus dengan nilai IELTS 8, 8.5 bahkan 9. Duolingo bisa mencapai 140, 145 bahkan ada yang 150 (padahal syarat minimum 100), luar biasa. Mereka juga aktif di organisasi kemahasiswaan (profesional), sosial kemasyarakatan dan asisten lab atau asisten dosen.
Mereka bicara tentang hal-hal yang membumi: apa cita-citanya, minatnya, usaha-usaha untuk mendukung cita-citanya, apa kontribusi untuk masyarakat dan bangsanya, nasionalisme dan sebagainya. Tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati. Pilihan kata-katanya juga jauh dari kata-kata langit: insaallah, barakallah, syiar, qadarullah, dan sebagainya. Generasi ini merupakan bonus demografi yang akan mengisi posisi-posisi di BUMN, lembaga pemerintah, dunia pendidikan, sektor swasta beberapa tahun mendatang.
Dan kebetulan dari 16 yang saya harus wawancara, hanya ada 2 cowok dan sisanya cewek. Dari 14, ada 2 tidak hadir, jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar-benar openmind, mereka mencari Tuhan ke negara-negara maju seperti Korea, Eropa barat dan US, bukan ke negara yang orang-orangnya pandai bercerita tanpa karya teknologi.
Saya hanya berharap mereka nanti tidak masuk dalam lingkungan yang
- Membuat hal yang mudah jadi sulit
- Bekerja dari satu rapat ke rapat berikutnya tanpa keputusan
- Mementingkan kulit daripada isi
- Menyembah Tuhan tapi lupa pada manusia
- Menerima gaji dari negara tapi merusak negaranya
- Ingin cepat masuk surga tapi sakit tetap cari dokter dan minum obat
- Menggunakan KPI langit sementara urusannya masih hidup di dunia
Semoga tidak tercemar
Pernyataan Rektor ITK soal Statusnya yang Viral
Untuk diketahui, Budi Santosa Purwokartiko turut buka suara terkait statusnya yang viral. Dia mengatakan pernyataan dalam statusnya merupakan opini pribadi, bukan sebagai rektor.
"Itu adalah opini pribadi saya ya, tidak sebagai rektor, maksud saya tidak ingin merendahkan orang yang pakai jilbab atau diskriminasi tidak ada maksud itu, saya hanya bercerita saja kebetulan kok ke-12 nya (mahasiswi) itu nggak pakai kerudung," jelas Budi saat dihubungi detikcom, Sabtu (30/4).
Budi menjelaskan awal mula celotehan yang membuat jagat maya heboh. Saat ia melakukan wawancara calon peserta student mobility.
Menurut Budi, respons atas statusnya tersebut merupakan kesalahpahaman. Dia tak bermaksud menjelek-jelekkan wanita mengenakan kerudung.
"Mereka itu sangat salah paham. Saya menggunakan (kalimat) yang jadi masalah kan, mereka tidak ada yang pakai kerudung ala manusia gurun kan ya? Jadi maksud saya tidak seperti orang-orang yang pakai tutup-tutup, kaya orang Timur Tengah yang banyak, pasir, angin, panas gitu ya," kata Budi.
"Ya gaya anak-anak muda seperti dulu. Di situ saya tidak ada kata-kata bahwa yang menggunakan kerudung saya akan nilai jelek atau saya ini nggak ada loh. Saya ngomong seperti itu sama sekali tidak ada. Saya hanya menceritakan bahwa kebetulan dari 12 itu tidak ada yang pakai kerudung," katanya.
Selain itu, menurut Budi, statusnya yang menjadi heboh adalah konsekuensi bahasa yang ia tuliskan. Tulisan itu dianggap Budi dijadikan alat beberapa oknum memvonis jika tulisannya itu menjatuhkan wanita yang mengenakan kerudung.
"Itu konsekuensi dari bahasa tulis ya. Mungkin persepsinya akan berbeda-beda ya. Tapi banyak yang memotong, maksudnya men-screenshot kemudian di kasih pengantar seakan-akan saya tidak adil, diskriminatif. Itu yang menurut saya, saya sayangkan. Dan orang tidak membaca tulisan aslinya."
"Padahal saya menilai tidak berdasarkan dia pakai kerudung atau nggak. Nggak ada, karena poin-poin yang dinilai bukan itu. Bahkan pertanyaan mengenai agama aja nggak ada. Jadi anak-anak yang nggak pakai kerudung itu kemungkinan besar juga ada anak-anak muslim ya. Tapi ya kita nggak tau karena kita nggak tanya tentang agama sama sekali. Kita hanya nanya apa yang akan mereka lakukan, programnya apa, nanti kalau pulang kontribusi buat masyarakat apa, buat perguruan tingginya apa, buat bangsanya apa," sambungnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini