Pak hakim dari Pengadilan Negeri (PN) di kawasan Sumatera Selatan (Sumsel) berinisial BPT dijatuhi sanksi penundaan kenaikan gaji selama 1 tahun. BPT terbukti merekam temannya yang juga bu hakim sedang mandi di rumah dinas. BPT tidak dipecat dan masih sekantor dengan korban.
Berdasarkan catatan detikcom, Rabu (27/4/2022), perbuatan BPT masuk rumusan delik UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yaitu kategori kekerasan seksual berbasis elektronik.
Hal itu tertuang dalam Pasal 14 ayat 1a yang berbunyi:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(1) Setiap orang yang tanpa hak:
a. melakukan perekaman dan/atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar; dan/atau
Berikut bunyi lengkap pasal 14:
(1) Setiap Orang yang tanpa hak:
a. melakukan perekaman dan/atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar; dan/atau
b. mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual;
c. melakukan penguntitan dan/atau pelacakan menggunakan sistem elektronik terhadap orang yang menjadi obyek dalam informasi/dokumen elektronik untuk tujuan seksual,
dipidana karena melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Ancaman hukuman di atas diperberat menjadi 6 tahun penjara apabila:
1. untuk melakukan pemerasan atau pengancaman, memaksa; atau
2. menyesatkan dan/atau memperdaya, seseorang supaya melakukan, membiarkan dilakukan, atau tidak melakukan sesuatu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
"Kekerasan seksual berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan delik aduan, kecuali Korban adalah Anak atau Penyandang Disabilitas," demikian bunyi Pasal 14 ayat 3.
Namun sayang, hakim BPT tidak bisa dikenai UU TPKS di atas. Pertama, UU itu belum diundangkan oleh Presiden dan perbuatan hakim UU TPKS terjadi sebelum UU disahkan DPR sehingga berlaku asas nonretroaktif, yaitu UU tidak berlaku surut.
Baca juga: MA Pecat Hakim yang Korupsi Rp 15 Juta |
Sebagaimana diketahui, BTP dan bu hakim bertetangga di rumah dinas. Bu hakim sudah memiliki suami yang juga hakim. Saat itu posisi pak hakim sedang isolasi mandiri (isoman).
Tiba-tiba pak hakim mendengar temannya mandi. Entah karena apa, ia mengintip bu hakim itu sedang mandi. Lalu ia mengeluarkan HP dan merekam.
"Tapi baru sebentar, ketahuan hakim wanita itu. Lalu dilaporkan ke ketua pengadilan," ujar Andi Samsan Nganro, yang juga Wakil Ketua MA bidang Yudisial itu kepada detikcom, Rabu (27/4/2022).
Namun, MA tidak memecat hakim cabul itu. Malah pelaku dan korban masih satu kantor. Adapun saksi yang dijatuhkan adalah sanksi tingkat sedang berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun.
Hukuman disiplin itu dijatuhkan untuk periode Maret 2022. MA menjatuhkan sanksi sedang kepada BPT berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun. MA menyatakan perbuatan BPT bersalah melanggar kode etik hakim. Yaitu yang tertuang dalam SKB Ketua MA-Ketua KY huruf C butir 1. Penerapan Umumu 1.1.4. Huruf C butir 5 Penerapan Umum 5.1.3. Jo PB MARI dan KY Pasal 5 ayat 3 huruf a dan Pasal 9 ayat 4 huruf b jo Pasal 18 ayat 2 huruf a dan e.
Simak video 'Poin-poin Penting UU TPKS yang Perlu Diketahui':