Jokowi Bentuk Dewas KPK demi Awasi Penyalahgunaan Kewenangan, tapi Kini...

Jokowi Bentuk Dewas KPK demi Awasi Penyalahgunaan Kewenangan, tapi Kini...

Haris Fadhil - detikNews
Selasa, 26 Apr 2022 13:58 WIB
Konferensi Pers Dewas KPK
Dewas KPK (Azhar/detikcom)
Jakarta -

Dewan Pengawas (Dewas) KPK panen kritik gara-gara dianggap lambat mengusut kasus dugaan pelanggaran dengan terlapor Pimpinan KPK. Padahal, ada harapan besar di balik pembentukan Dewas KPK.

Dewas KPK merupakan lembaga baru yang muncul lewat revisi UU KPK pada 2019 silam. Keberadaan Dewas KPK di dalam draf revisi UU KPK sempat dikritik, namun Presiden Joko Widodo (Jokowi) kekeh kalau Dewas KPK harus ada.

"Terhadap beberapa isu lain, saya juga memberikan catatan dan memiliki pandangan yang berbeda dengan substansi yang diusulkan oleh DPR," kata Jokowi dalam jumpa pers di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Perihal keberadaan Dewan Pengawas. Ini memang perlu, karena semua lembaga negara, Presiden, MA, DPR, bekerja dalam prinsip checks and balances. Saling mengawasi. Hal ini dibutuhkan untuk meminimalisir potensi penyalahgunaan kewenangan," tambah Jokowi.

Bandingkan dengan Pengawasan ke Presiden

Jokowi menyebut dirinya sebagai presiden juga diawasi. Dia mengatakan Dewan Pengawas KPK nantinya merupakan suatu hal yang wajar dalam hal tata kelola.

ADVERTISEMENT

"Ini saya kan Presiden, Presiden kan diawasi. Diperiksa BPK dan diawasi oleh DPR. Jadi kalau ada Dewan Pengawas saya kira itu sesuatu yang juga wajar. Dalam proses tata kelola yang baik," sebut Jokowi.

Sosok Anggota Dewas KPK

Jokowi pun memiliki catatan terkait Dewan Pengawas KPK. Saat itu, Jokowi menyatakan tak mau Dewan Pengawas nantinya diisi orang-orang politis maupun penegak hukum aktif.

"Oleh karena itu, di internal KPK juga perlu adanya Dewan Pengawas. Tapi, anggota Dewan Pengawas ini diambil dari tokoh masyarakat. Dari akademisi, ataupun pegiat antikorupsi. Bukan dari politis, bukan dari birokrat ataupun dari aparat penegak hukum aktif," sebut Jokowi.

"Kemudian pengangkatan anggota Dewan Pengawas ini dilakukan oleh Presiden dan dijaring melalui panitia seleksi. Saya ingin memastikan, tersedia waktu transisi yang memadai untuk menjamin KPK tetap menjalankan kewenangannya sebelum terbentuknya Dewan Pengawas," ujar dia.

Setuju Penyadapan Harus Izin Dewas

Jokowi juga menegaskan tidak setuju proses penyadapan di KPK harus meminta izin dari pihak eksternal. Atas dasar itu, Jokowi menyatakan KPK hanya perlu meminta izin dari Dewan Pengawas.

"Saya tidak setuju jika KPK harus meminta izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan. Misalnya izin ke pengadilan, tidak. KPK cukup meminta izin internal Dewan Pengawas untuk menjaga kerahasiaan," kata Jokowi.

Urusan penyadapan ini belakangan berubah lagi lewat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap uji materi pasal-pasal di dalam UU 19 tahun 2019 tentang KPK. Dalam putusannya, MK menghapus pasal yang menyatakan penyadapan harus mendapat izin Dewas. MK menyatakan penyadapan hanya perlu diberitahukan ke Dewas KPK setelah selesai dilakukan.

Simak juga 'Mahfud Md Minta Dewas KPK Tegas Lili Pintauli Langgar Etik atau Tidak':

[Gambas:Video 20detik]



Dewas KPK Panen Kritik

Setelah dibentuk dan dilantik pada 2019, Dewas KPK tak pernah lepas dari kritik. Salah satu pemicunya ialah Dewas KPK, yang diisi Tumpak H Panggabean Syamsuddin Haris, Harjono, Albertina Ho dan Indriyanto Seno Adji, kerap dianggap lambat menangani kasus yang diduga melibatkan pimpinan KPK.

Kritik terbaru datang dari mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan. Dia mengkritik tajam Dewas KPK yang menyebut Dirut Pertamina Nicke Widyawati tak kooperatif terkait pemeriksaan dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Dugaan pelanggaran itu terkait dugaan pemberian fasilitas nonton MotoGP bagi Lili.

"Bila benar pernyataan Dewas di bawah ini, maka itu karena kesalahan dari Dewas sendiri," sebut Novel melalui akun Twitter miliknya @nazaqistsha seperti dikutip, Selasa (26/4/2022).

Dalam unggahannya itu, Novel turut mencantumkan tautan berita media nasional yang memberi judul 'Dewas KPK: Dirut Pertamina Tak Kooperatif soal Lili Pintauli'. Novel mengkritik Dewas KPK yang kini tidak bisa dipercaya.

"Bagaimana orang akan kooperatif ketika Dewas tidak cukup bisa dipercaya? Jangan-jangan orang sudah bersaksi lalu Dewas malah berpihak ke Pimpinan KPK yang bermasalah. Duh," ucap Novel.

Kolega Novel, Yudi Purnomo Harahap, juga mengkritik Dewas KPK. Dia menyinggung rekam jejak Dewas KPK yang dianggap malah berpihak pada pelanggar kode etik.

"Daripada nuduh nggak kooperatif, lebih baik Dewas KPK introspeksi diri putusan mereka terhadap Pimpinan KPK apa selama ini, jauh dari memuaskan, jadi bagaimana orang bisa percaya jika melihat rekam jejak Dewas, apalagi kasus ini tentang Lili Komisioner KPK," sebut Yudi.

Mantan pegawai KPK yang senasib seperti Novel dan Yudi--yang dipecat karena gagal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK)--yaitu Rasamala Aritonang turut berbicara. Dia menyebut Dewas KPK melempem.

"Ketimbang menuding orang, Dewas mestinya refleksi. Bagaimana orang mau bantu jika loyo dan melempem. Bergerak dong, datangi Pertamina, audiensi minta tolong dibantu, ngomong baik-baik. Pemeriksaan etik bukan penyidikan yang duduk saja bisa suka-suka panggil orang apalagi direksi. Coba dibaca UU-nya," ucap Rasamala yang juga melalui akun Twitter-nya.

Kritik tajam itu terlontar sebab Dewas KPK sebelumnya menyatakan Lili Pintauli terbukti melakukan kebohongan dalam jumpa pers di KPK tetapi tidak dilanjutkan ke sidang etik dengan alasan sanksinya sudah termasuk pada perkara sebelumnya. Lili diketahui disanksi potong gaji gara-gara berkomunikasi dengan pihak berperkara di KPK serta menyalahgunakan jabatannya.

Halaman 2 dari 2
(haf/tor)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads