Saat ini kondisi COVID-19 sudah dapat dikatakan mulai terkendali berkat pemerintah yang berupaya keras menangani kondisi ini. Melalui bantuan logistik, alat kesehatan, obat-obatan, vaksin, dan berbagai kebijakan diberikan, pemerintah membantu masyarakat keluar dari krisis.
Tapi, di balik keberhasilan tersebut, sebenarnya ada Bea Cukai yang ikut turut campur tangan dalam membantu mengatasi kondisi COVID-19 di Indonesia. Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Hatta Wardhana mengungkapkan dalam fungsi trade facilitator, pihaknya berperan aktif membantu pemerintah dalam mengatasi pendemi COVID-19.
Berbagai fasilitas, inovasi, dan kemudahan pelayanan diberikan Bea Cukai dalam mendukung hal tersebut. Seperti kebutuhan masyarakat terhadap alat kesehatan (alkes) yang mengalami peningkatan signifikan baik produksi dalam negeri, maupun melalui impor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.04/2021, pemerintah melalui Bea Cukai memberikan fasilitas pembebasan bea masuk atas impor barang-barang kebutuhan penanganan COVID-19, sehingga kebutuhan dalam negeri dapat dipenuhi dan harga komoditas kembali stabil.
"Melalui pemberian insentif ini, biaya impor akan berkurang, sehingga dapat dialihkan untuk meningkatkan suplai kebutuhan lainnya. Hal ini menjadi salah satu upaya percepatan penanganan pandemi dan normalisasi kegiatan ekonomi, yang pada akhirnya berdampak pada pemulihan ekonomi nasional," ungkap Hatta dalam keterangan tertulis, Jumat (22/4/2022).
Bea Cukai juga mendukung pemerintah dalam program vaksinasi nasional untuk mencapai herd immunity di Indonesia. Hal ini diwujudkan melalui pemberian fasilitas pembebasan bea masuk dan/atau cukai, tidak dipungutnya PPN dan PPnBM, serta dibebaskan dari PPh 22, atas impor vaksin, yang diatur lebih lanjut dalam PMK nomor 188/PMK.04/2020.
Di tahun 2022, pemanfaatan fasilitas impor penanganan COVID-19 adalah sebesar Rp 893 miliar, yang terdiri dari fasilitas impor vaksin sebesar Rp 719 miliar dan fasilitas impor alkes sebesar Rp 174 miliar.
Dari total nilai realisasi, impor vaksin masih mendominasi (81%), diikuti alkes (19%) seperti obat-obatan, PCR test kit, tabung oksigen, dan alat terapi pernapasan (oxygen concentrator, generator, dan ventilator).
Sedangkan, untuk periode November 2020 hingga Maret 2022, Bea Cukai berhasil memfasilitasi impor vaksin sebanyak 506,60 juta dosis, terdiri dari 153,90 juta dosis bulk dan 349,59 juta dosis jadi. Nilai impornya mencapai Rp 47,40 triliun, dan nilai pembebasan bea masuk dan PDRI sebesar Rp8,94 triliun.
Dikutip dari laman covid19.go.id hingga 31 Maret 2022 lalu, telah dilakukan vaksinasi kepada 196,53 juta orang atau sebanyak 378,08 juta dosis.
Selain fasilitas fiskal, Hatta menyampaikan pihaknya juga memberikan percepatan pelayanan impor barang penanganan COVID-19 melalui pembangunan aplikasi perizinan. Menurutnya aplikasi ini mampu memberikan layanan secara cepat dan telah terintegrasi dengan lembaga terkait.
Hatta mengatakan Bea Cukai bersama LNSW membangun portal Perizinan Tanggap Darurat, yaitu layanan satu pintu yang memudahkan pengguna fasilitas mengajukan permohonan pembebasan bea masuk.
Ada juga Dashboard BNPB yang merupakan sistem untuk membantu pengguna fasilitas dalam memantau perkembangan proses pengajuan Rekomendasi BNPB yang menjadi syarat pengajuan impor alkes untuk penanganan COVID-19.
"Bea Cukai sendiri telah membangun Sistem Aplikasi Tanggap Covid, sebuah aplikasi berbasis web untuk pelayanan penerbitan Surat Keputusan Menteri Keuangan (SKMK) pembebasan bea masuk dan bea masuk ditanggung pemerintah (BM DTP)," terang Hatta.
Lainnya, ada BM DTP yaitu fasilitas bea masuk terutang yang dibayar oleh pemerintah atas impor barang dan bahan untuk keperluan produksi, yang diberikan kepada industri sektor tertentu yang layak dan terdampak pandemi COVID-19, ketentuannya telah diatur dalam PMK nomor 134/PMK.010/2020.
Kemudian untuk mengetahui akurasi pemberian fasilitas terhadap kebutuhan masyarakat, Bea Cukai bersama Ditjen Pajak dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) telah melakukan survei stimulus fiskal dan nonfiskal program pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun 2021.
Hasilnya, sebanyak 64 persen responden menyatakan manfaat terbesar insentif adalah manfaat likuiditas, diikuti 22 persen manfaat operasional, dan 14 persen manfaat produksi. Sedangkan dalam survei berdasarkan jenis fasilitas, sebanyak 89 persen responden menyatakan insentif paling bermanfaat adalah impor alat kesehatan.
Lebih lanjut, Hatta berharap berbagai fasilitas itu semakin dapat dimanfaatkan, sehingga mampu memberikan dampak positif yang lebih banyak kepada masyarakat, baik dalam penanganan kesehatan maupun kondisi pemulihan ekonomi akibat COVID-19.
"Pahami segala prosedur dan manfaatkan fasilitasnya! Jika membutuhkan informasi lebih lanjut, dapat menghubungi contact center Bravo Bea Cukai di 1500225. Mari bersama-sama bantu pemerintah dalam upaya pemulihan ini!" tegas Hatta.
(ncm/ega)