Upah minimum regional (UMR) menjadi acuan dalam pengupahan di sebuah provinsi. Namun atas beberapa hal, kadang ada yang mendapatkan gaji di bawah UMR. Apakah ini bisa menjadi delik pidana?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate yang dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com Berikut pertanyaan lengkapnya:
Saya adalah salah satu karyawan kontrak di perusahaan otomotif di Indonesia. Bulan ini saya memasuki usia 1 tahun saya bekerja di perusahaan tersebut dengan skema kontrak per 6 bulan pembaruan kontrak artinya saya sudah 2x tanda tangan kontrak.
Sebelum masuk ke pertanyaan yang akan saya tanyakan, saya adalah orang yang awam mengenai hukum dan peraturan perundang-undangan.
Poin pertanyaan saya adalah, selama 1 tahun bekerja di perusahaan tersebut gaji yang saya terima setiap bulan nya secara total include biaya transportasi dan uang makan kurang lebih Rp 2,4 juta dengan basic salary Rp 1,8 juta.
Menurut Peraturan Gubernur di kota domisili saya, UMK tahun 2022 di kota domisili saya adalah Rp 2.238.094.
Pertanyaan saya adalah apakah gaji yang saya terima setiap bulan nya sudah sesuai dengan UMK tersebut?
Karena setahu saya sebelum saya bekerja di perusahaan yang sekarang, basic salary saya adalah nilai dari UMK tersebut, jadi total take home pay saya adalah basic salary ditambah dengan tunjangan lainnya.
Menurut detikcom dan tim, perusahaan tempat saya bekerja sekarang apakah sudah benar secara hukum dan peraturan perundang-undangan dalam memberikan gaji kepada saya?
Mengenai case ini sudah saya komunikasikan dengan atasan saya untuk dapat diteruskan kepihak management perusahaan namun belum ada jawabannya.
Saya tidak benci kepada perusahaan tempat saya bekerja, saya hanya ingin supaya pertanyaan ini clear Karena berapa pun nilainya tetap saya syukuri.
Mohon untuk identitas saya agar disamarkan saja.
Lihat juga video 'Gelapkan 500 Kg Sawit, Pekerja di Labusel Sumut Dibakar Majikan!':
(asp/asp)