Mungkin ada benarnya anggapan orang yang mengatakan, manusia modern lebih cenderung menyingkirkan rasa malu. Padahal, semodern apapun dan sebesar apapun perubahan yang ada di sekitar kita, mestinya rasa malu itu sebagai harga diri utama kita paling permanen menyertai sepanjang perjalanan hidup kita. Rasa malu boleh pergi seiring dengan roh meninggalkan jasad kita. Hidup tanpa rasa malu adalah mayat berjalan, demikian sebuah syair Arab melukiskannya.
Ilustrasi kisah Nabi Yusuf dengan perempuan istana dapat dijadikan pelajaran. Dikisahkan dalam Al-Qur'an: "Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tiada melihat tanda (dari) Tuhannya." (Q.S. Yusuf/12: 24). Sesungguhnya tanda yang dilihat ialah bahwa ia melemparkan pakaian ke wajah sebuah patung yang ada di rumah. Lalu Yusuf AS. berkata kepadanya: Apa maksudmu berbuat begini?" Jawabnya: "Sesungguhnya aku merasa malu." Kata Yusuf: "Sesungguhnya aku lebih malu lagi kepada Allah." Selanjutnya ditegaskan dalam firman Allah dalam al-Qur'an. "Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan dalam keadaan malu-malu". (QS. Al-Qasas/28:25). Sesungguhnya dia merasa malu, sebab ada seorang yang menawarkan kepadanya jamuan, maka ia malu untuk tidak memenuhinya. Rasa malu termasuk salah satu sifat bagi tuan rumah sebagai penjamu.
Baca juga: Memupuk Qana'ah |
Kisah Nabi Yusu yang diabadikan di dalam Al-Qur'an itu menarik untuk dijadikan pelajaran bahwa segala perbuatan yang memalukan hanya akan membawa penyesalan dan keberanian untuk berkata "tidak" kepada hal-hal yang memalukan akan mendatangkan keajaiban positi dari Allah Swt untuk yang bersangkutan.Dalam hadis Nabi dikatakan: Al-Haya' min al-iman (rasa malu merupakan bagian dari iman). Jadi orang yang beriman ialah orang-orang yang mempu mempriteksi diri dari hal-hal yang memalukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semua dosa, maksiyat, dan kedurhakaan adalah memalukan. Bukan saja malu terhadap sesame manusia tetapi yang lebih penting ialah malu terhadap Zat Yang Maha Melihat, yakni Allah Swt. Yang membedakan antara orang-orang yang beriman dan yang tidak ialah perbuatannya. Jika ada yang mengaku beriman tetapi masih doyan dengan dosa berarti ada kemunaikan di dalam diri yang bersangkutan.
Dzun Nun al-Mishri, seorang ulama Taswuf mengatakan, pencinta akan berbicara dan pemalu akan diam." Al-Junaid pernah ditanya tentang rasa malu. Ia menjawab: "Malu adalah suatu keadaan yang melahirkan penglihatan terhadap nikmat dan membatasinya merupakan syukur terhadap nikmat tersebut. Ibn Atha' mengatakan, ilmu yang paling besar adalah rasa gentar dan malu.
Seorang laki-laki terlihat salat di luar masjid, lalu ditanya mengapa tidak masuk dan salat di dalam saja? Ia menjawab: "Aku malu masuk ke dalam rumah-Nya karena aku telah berdosa kepada-Nya." Seorang laki-laki terlihat tidur di tempat binatang buas, lalu ditanya, apakah tidak takut tidur di sini? Ia menjawab: "Ketahuilah, bahwa aku malu untuk takut selain diri-Nya." Allah Swt telah mewahyukan kepada Nabi Musa AS.: "Nasehatilah dirimu. Jika engkau menghiraukan nasehat itu, maka nasehatilah sesama manusia. jika tidak, maka malulah kepada-Ku untuk menasehati manusia." Disebutkan, jika seseorang duduk untuk menasehati sesama manusia, maka malaikat akan memanggilnya: "Nasehatilah dirimu sebagaimana engkau menasehati sesama saudaramu, jika tidak, maka malulah kepada Tuhanmu, sebab Dia melihatmu." Al-Fudhail mengatakan, di antara tanda celaka seseorang adalah kerasnya hati, bengisnya mata, kurangnya rasa malu, besarnya hasrat duniawi, dan panjang angan-angan." Rasa malu sekarang sepertinya menjadi barang langka. Yang banyak kita saksikan ialah memamerkan perbuatan memalukan. Jika perbuatan memalukan menjadi pemandangan umum di dalam masyarakat maka ancaman siksa Tuhan akan dekat. Siksaan Tuhan bukan hanya dalam bentu bajir, gempa bumi, gunung meletus, tsunami, wabah penyakit menular, angin puting beliung, dan lain-lain, tetapi juga diutusnya pemimpin dhalim memimpinnya, berkembangnya kriminalitas yang menimbulkan kecemasan dan rasa takut, diberikan anak-anak durhaka, dan perasaan public yang gelisah dan tidak tenang.
Baca juga: Fluktuasi Spiritual |
Simak juga 'Jadilah Orang Terpercaya':