Lembaga pengguna data NIK akan dikenai biaya Rp 1.000 per akses NIK. Nantinya biaya tersebut akan digunakan sebagai pendapatan negara bukan pajak (PNBP) yang bakal dimanfaatkan untuk biaya pemeliharaan dan pengembangan sistem Dukcapil Kemendagri.
Hal tersebut akan diatur dalam aturan yang sedang di susun Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) layanan pemanfaatan data adminduk oleh user yang saat ini sudah memasuki tahap paraf koordinasi antar-K/L. Zudan mengatakan biaya tersebut akan digunakan untuk memelihara sistem data penduduk di Dukcapil.
"Sekarang kan gratis sejak 2013. Mulai tahun 2022, akses hit per NIK akan berbayar Rp 1.000 untuk digunakan menjaga agar sistem di Dukcapil tetap hidup," kata Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh saat dihubungi, Kamis (14/4/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari PNBP ini diharapkan dapat membantu Ditjen Dukcapil dalam melakukan pemeliharaan dan pengembangan sistem dalam jangka panjang," ungkap Zudan.
Zudan menjelaskan, sejak 2013, layanan untuk akses NIK gratis. Namun, mulai 2022, akan berbayar bagi industri yang bersifat profit oriented, seperti perbankan, asuransi, pasar modal, maupun seluler. Sedangkan untuk pelayanan publik, bantuan sosial, penegakan hukum tetap gratis. Misal untuk BPJS Kesehatan, pemda, kementerian, lembaga, sekolah, kampus tetap gratis.
"Yang bayar ke Dukcapil adalah lembaganya. (Misalnya) bank, asuransi, pasar modal, seluler," ujar Zudan saat dimintai konfirmasi.
Terkait aturan tersebut, Mendagri Tito Karnavian disebut telah menyetujui dan memaraf draf RPP PNBP tersebut.
Baca juga: 6 Cara Cek KTP Online, Tanpa Ribet |
Diketahui, pelayanan administrasi kependudukan (Adminduk) di Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri difasilitasi oleh SIAK Terpusat. Pelayanan Adminduk ini menghasilkan output berupa 24 dokumen penduduk dan database kependudukan.
Database hasil operasionalisasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Terpusat ini, dikelola oleh Ditjen Dukcapil dan dimanfaatkan oleh 4.962 lembaga pengguna (user) yang telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan Dukcapil.
"Semua ini memerlukan dukungan perangkat keras yang terdiri dari server, storage, dan perangkat pendukung yang memadai," kata Zudan.
Namun server database kependudukan yang dimiliki Kemendagri dikritik oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim (saat ini Luqman telah dirotasi menjadi anggota Komisi XI DPR). Dalam RDP dengan Komisi II sebelumnya, Luqman mengungkapkan hampir 200 juta data kependudukan di Kemendagri terancam hilang. Penyebabnya, perangkat keras ratusan server yang dikelola data center Dukcapil sudah berusia terlalu tua.
Merespons hal tersebut, Zudan membenarkan perangkat keras ratusan server tersebut rata-rata usianya sudah lebih dari 10 tahun. Selain itu, sudah habis masa garansi. Spare part perangkat itu pun sudah tidak diproduksi lagi (end off support/end off life).
Belum Ada Anggaran Peremajaan Server Kependudukan
Zudan menilai memang sudah saatnya server-server Kemendagri tersebut diremajakan agar pelayanan publik menjadi lebih baik dan menjaga Pemilu Presiden dan Pilkada Serentak 2024 agar bisa berjalan baik dari sisi penyediaan daftar pemilih. Namun Kemendagri terkendala anggaran terkait pemeliharaan server tersebut sehingga mengeluarkan kebijakan penarikan biaya akses Rp 1.000 tersebut.
"Semuanya belum dilakukan peremajaan dan penambahan perangkat karena belum tersedia anggaran. Saat ini sebanyak 273 juta data penduduk terjaga baik, aman, sudah ada back up data di DRC Batam dan storage-nya masih relatif baru dengan kapasitas yang mencukupi," ujar Zudan.
Zudan menambahkan, untuk menjaga keberlangsungan sistem tetap berjalan, Ditjen Dukcapil mendapatkan dukungan hibah perangkat dari sejumlah lembaga pengguna yang telah banyak memanfaatkan database Ditjen Dukcapil berbasis nomor induk kependudukan (NIK). Para user itu antara lain Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Pegadaian, Bank Syariah Indonesia, dan lembaga pengguna lainnya. Zudan mengatakan Dukcapil sangat terbantu oleh hibah CSR dari berbagai lembaga pengguna ini.
Sejalan dengan itu, Zudan mengungkap Kemendagri juga sedang mengajukan alternatif pendanaan melalui Bappenas dan World Bank.
Lihat juga video 'Satgas Beberkan Alasan Sertifikat Vaksin Jokowi Bocor':